Oleh: Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
MuslimahTimes.com–“Untuk mengatasi kesenjangan adalah dengan mewujudkan keseimbangan (equilibrium) yaitu dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.” (Syeikh Taqiyuddin an Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, hal. 339)
Dilansir dari Kompas.com (13/7/21), terdapat data dari lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS (Rp14,49 miliar jika kurs dolar Rp14.486) atau lebih di Indonesia mencapai 171.740 orang pada tahun 2020. Melonjak 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019 yang berjumlah 106.215 orang. Selain itu, jumlah orang Indonesia sangat kaya atau dengan kekayaan tercatat lebih dari 100 juta dolar AS pada tahun 2020 mencapai 417 orang atau naik 22,29 persen dari tahun sebelumnya.
Dalam sumber lain, berdasarkan penelitian Credit Suisse ditemukan bahwa jumlah miliarder meningkat sebanyak 5,2 juta orang, menjadikan total miliarder di dunia saat ini berjumlah 56,1 juta orang. (detikfinance, 23/6/21)
Sebuah data yang membelalakkan mata, karena dengan adanya pandemi memperlihatkan bahwa kesenjangan antara si kaya dan si miskin nyata adanya. Di sisi lain, pandemi berhasil melumpuhkan ekonomi dunia dan membongkar kelemahan sistem kesehatan dan ekonomi Kapitalisme. Hal ini terbukti, pandemi tak kunjung usai jika yang digunakannya adalah solusi kapitalisme, hingga mengakibatkan resesi di bidang ekonomi.
Kesenjangan si Miskin dan si Kaya: Kapitalisme Biangnya
Tak dapat dipungkiri, kesenjangan akan terjadi dalam sebuah sistem yang tidak mewujudkan keseimbangan ekonomi. Manakala terjadi kesalahan pengelolaan harta kekayaan di muka bumi. Harta yang sudah Allah beri dengan gratis dikelola oleh sistem yang mengajarkan manusia rakus dan serakah. Tak memikirkan halal dan haram, tak ada empati pada si papa hanya mementingkan diri sendiri.
Padahal seharusnya adanya pandemi mengajarkan manusia untuk saling empati, terutama bagi orang yang Allah karuniai harta berlebih. Bukan makin rakus dengan materi yang tak akan pernah ada habisnya. Kesulitan yang dirasakan si miskin di tengah pandemi harusnya bisa mengusik empati si kaya yang bergelimang harta. Karena si miskin, untuk bertahan hidup saja sulit, ditambah kebijakan PPKM yang tak dibarengi dengan jaminan terpenuhinya kebutuhan si miskin.
Namun, kenyataannya si kaya sibuk dengan perutnya sendiri seakan hidup di dunia selamanya, bahkan si kaya terus berusaha untuk menguasai harta termasuk yang seharusnya dimiliki bersama oleh semua manusia. Semua terjadi karena sistem yang diterapkan saat ini.
Harta yang seharusnya dimiliki dan dinikmati bersama, hanya dimiliki segelintir pengusaha (korporat). Banyak terjadi privatisasi harta milik umum, listrik, air, barang tambang, dan sebagainya. Di Indonesia banyak sekali barang tambang dari Sabang hingga Merauke. Namun sayang, rakyat tak dapat menikmatinya, ibarat pepatah sengsara di negeri subur dan makmur, gemah ripah loh jinawi.
Apa yang salah sebenarnya, jika Allah sudah memberikan kekayaan alam di muka bumi untuk ciptaan-Nya secara gratis, tapi kelaparan dan kemiskinan makin banyak. Kesenjangan si kaya dan si miskin makin menganga lebar. Ternyata, sistem yang diterapkan saat ini sangat zalim karena membiarkan harta kekayaan milik umum dimiliki para korporat saja.
Sistem itu tidak lain adalah Kapitalisme, dimana materi menjadi ruhnya dan imperialisme yamg membuatnya bisa bertahan. Jika terus dibiarkan maka kerusakan dan kerusakan yang akan terjadi. Kelaparan, kemiskinan, dan kriminalitas akan terus menjngkat. Tidak akan pernah terjadi keseimbangan di muka bumi, kondisi ini menyalahi sunnatullah. Karena pada dasarnya kebutuhan manusia harus terpenuhi dengan baik.
Islam Wujudkan Keseimbangan
Sistem yang bisa mewujudkan keseimbangan ekonomi dan menghapus kesenjangan hanyalah sistem yang dibuat oleh Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta beserta isinya. Karena Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Jika diterapkan, bukan hanya keseimbangan yang akan terwujud tapi juga kesejahteraan. Bukan hanya muslim yang bisa menikmati tapi juga nonmuslim.
Sistem ekonomi Islam mampu menjawab semua problematika yang terjadi, dengan pembagian harta kekayaan sesuai porsinya serta pengelolaan dan distribusi yang baik dan benar. Misalnya kepemilikan harta dibagi menjadi tiga, kepemilikam individu seperti tanah. Kepemilikan umum seperti fasilitas umum dan barang tambang yang tidak terbatas dan kepemilikan negara seperti fa’i, kharaj dan jizyah.
Dari Ibnu Abbas ra. berkata sesungguhnya Nabi Saw. bersabda:
“Orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah).
Harta milik umum dan negara dikelola oleh negara dan diberikan untuk kemakmuran rakyat. Negara berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan kolektif bagi seluruh rakyatnya. Sehingga kesenjangan tidak akan pernah terjadi di dalam Islam. Hanya Islam yang mampu mewujudkan keseimbangan ekonomi, karena Islam adalah way of life yang sempurna dan memberi rahmat ke seluruh alam.
Firman Allah Swt.: “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya…” (TQS. al Hasyr: 59).
Allahu A’lam bi ash Shawab.