Oleh: Mimin Diya
Muslimahtimes.com–Nilai moderasi beragama semakin masif digaungkan oleh berbagai pihak, termasuk oleh kementerian agama. Seperti yang telah viral datang dari Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang memberikan ucapan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB untuk komunitas Baha’i.
Tujuannya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan serta menjunjung nilai moderasi beragama. Video tersebut telah diunggah juga di akun YouTube Baha’i Indonesia pada 26 Maret 2021.(Suara, 28/7/2021).
Menag pun menegaskan bahwa kehadirannya di acara komunitas Baha’i tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, namun justru menjamin hak kehidupan warganya. (Detik, 28/7/2021)
Fakta Agama Baha’i
Berdasarkan informasi Encyclopedia Britannica Book of the Year (1992-kini) bahwa agama Bahá’í merupakan agama paling tersebar di dunia setelah agama Nasrani, yakni di 247 negeri di seluruh dunia dengan anggota berasal lebih dari 2.100 suku, ras, dan suku bangsa. Bahkan tulisan suci Bahá’í telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 800 bahasa.
Pokok ajaran Baha’i dari segi akidah ialah Baha’ullah menyatakan dirinya sebagai utusan Tuhan (Rasul Allah) yang menerima wahyu. Artinya, tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir serta menghapus (menasakh) Al-Qur’an sebagai kitab pedoman umat manusia yang sempurna.
Pada tahun 1868 Baha’ullah diasingkan ke kota Akka, Palestina (tempat penjara Kekhilafahan Ustmani).
Begitu pula dalam masalah fiqih ibadah, antara lain mengubah bilangan dan waktu salat wajib yang dilaksanakan hanya sembilan rakaat saja, kewajiban puasa hanya selama 19 hari tidak selayaknya puasa Ramadan, mengugurkan kewajiban jihad dan hudud, serta mengubah arah kiblat dari Makkah ke Akka (Palestina).
Meskipun demikian, agama Baha’i berhasil masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878, dibawa oleh dua orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Pada tahun 2014, agama Baha’i sempat mendapat fatwa dari MUI Jawa Barat bahwa mengandung ajaran sesat. (CNN, 28/7/2021)
Moderasi Beragama dan Dalih Persatuan
Moderasi beragama sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020-2024 memang masif diimplementasikan oleh seluruh lembaga kementerian, terutama Kementerian Agama. Nilai yang berusaha ditanamkan meliputi komitmen kebangsaan, kerukunan, antikekerasan dan kearifan terhadap budaya lokal. Perwujudan nilai moderasi beragama inilah yang berusaha menag sampaikan dalam ucapan hari raya agama Baha’i.
Padahal jika ditelisik lebih dalam, ada upaya mengambil jalan tengah dalam beragama, bukan ketaatan total kepada Allah Swt. Demikian dalam kasus ketika ajaran agama Baha’i diapresiasi dan masif tersebar di tengah-tengah umat, pasti akan menggerus akidah umat. Tanpa disadari bercampur dengan pemahaman di luar Islam, seperti sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Toleransi pun dimaknai secara kebablasan.Akibatnya tidak ada kebenaran mutlak dalam beragama. Semua menjadi abu-abu tidak jelas antara iman dan kufur, taat dan maksiat hingga perkara halal dan haram.
Ide moderasi beragama terlebih akan mampu menanamkan pemikiran sekuler dalam benak umat. Akhirnya semakin jauh dari akidah Islam yang benar dan tidak menjadikan syariat Islam sebagai pijakan dalam menyelesaikan setiap problem kehidupan. Umat akan mudah dikuasai oleh hawa nafsu dalam menghasilkan aturan sesuai kepentingan masing-masing. Kondisi ini justru menggiring umat dalam perpecahan, bukan persatuan yang didambakan. Karena standar baik buruk maupun benar salah tidak disandarkan pada aturan Sang Pencipta.
Sikap Muslim
Islam mewajibkan pemeluknya untuk taat secara total, tidak mengambil jalan tengah seperti halnya yang diopinikan saat ini. Islam pada dasarnya mengajarkan toleransi secara benar. Semua sesuai dengan ketentuan hukum syara. Sikap toleransi dapat terwujud melalui sikap meyakini Islam sebagai satu-satunya agama dan ideologi yang benar sesuai firman Allah Swt :
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Ali-Imran : 19)
Dalam perkara akidah maupun syariat, apabila telah ditetapkan dalilnya secara pasti (qath’i), maka tidak boleh ada kompromi, baik sesama muslim maupun dengan nonmuslim. Adapun dalam perkara mubah boleh terjadi interaksi antara muslim dengan nonmuslim. Toleransi bukan berarti mengikuti dan membenarkan keyakinan agama lain, namun membiarkan mereka menjalankan ibadahnya dan tetap ada dakwah kepada mereka untuk masuk Islam secara kafah.
Karena seorang muslim memiliki kewajiban dakwah untuk menyampaikan Islam dan mengemban Islam ke suluruh penjuru dunia sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini sebagai wujud menyampaikan kebenaran Islam.
Sementara terkait memberi ucapan hari raya agama selain Islam (dalam hal ini agama Baha’i), maka bisa dihukumi melakukan dosa besar karena menyalahi akidah. Hingga apabila disertai pengakuan (iqrar) terhadap ajaran-ajaran Baha’i, maka dihukumi murtad. Karena pada dasarnya Islam adalah agama yang telah disempurnakan.
Fatwa Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah : “Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, imlek, waisak, dll, pen) adalah hal yang diharamkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. “
Seorang muslim selayaknya memahami posisinya sebagai umat terbaik dengan senantiasa berpegang teguh pada akidah Islam dan syariat-Nya. Ketika Islam diterapkan, akan jelas pengaturan bagi seluruh umat, baik muslim maupun nonmuslim, terjaga hak-hak mereka dan mampu menjadi rahmat bagi seluruhnya.
Wallahu’alam bishawab