Oleh: Najwa Azahra
(Siswi SMA Durrotul Ummah Tangerang)
MuslimahTimes–Akhir-akhir ini, ledakan angka positif Covid-19 mulai nyata dan terus naik. Jika ditelisik lebih lanjut, akan banyak masyarakat yang membutuhkan penanganan serius dari pemerintah, baik dalam segi kesehatan maupun perekonomian yang mendasari pemenuhan kebutuhan hidup. Selama pandemi, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan, mencari jalan keluar agar pandemi yang mewabah di Indonesia dapat menurun secepatnya. Kebijakan terbaru yang saat ini sedang diterapkan pemerintah adalah dengan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Pemerintah mengimbau kepada aparat yang bertugas menertibkan PPKM Darurat ini agar bersikap tegas kepada masyarakat selama PPKM Darurat sedang berlangsung. Namun sayangnya, PPKM Darurat ini dinilai tidak efektif dalam memutus mata rantai virus Covid-19. Buktinya, masih banyak ditemui masyarakat yang tetap keluar rumah, padahal sama sekali bukan untuk keperluan yang mendesak. Terlebih di situasi genting seperti ini, masih ada masyarakat yang tidak patuh dengan protokol kesehatan.
Sebenarnya ada apa, bukankah pemerintah sudah sedemikian tegas kepada masyarakat saat memberlakukan PPKM Darurat ini? Lantas mengapa aturan pemerintah tetap tidak diikuti?
Karut-marut juga terjadi pada aspek perkonomian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat miskin di Indonesia meningkat lebih dari 2,7 juta jiwa akibat Pandemi Covid-19. Masyarakat yang terkategori miskin- merujuk data BPS adalah yang pengeluarannya di bawah Rp460 ribu per orang atau Rp2,2 juta per keluarga per bulan. Di samping itu, pemerintah mengklaim bantuan sosial yang diberikannya sudah sangat menekan angka kemiskinan. Hal itu pun semakin ditegaskan dengan keterangan dari Kementerian Keuangan, melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah telah menahan angka kemiskinan secara signifikan.
Sejauh ini, bantuan sosial (Bansos) yang diberikan pemerintah berkisar antara Rp600 ribu per bulan. Sementara rata-rata masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja kehilangan pendapatannya sekitar Rp3 juta per bulan (katadata.co.id , 15/02/2021)
Jika merujuk data dan diselaraskan dengan kondisi perekonomian masyarakat yang mengalami penurunan drastis, dapat disimpulkan bahwa pandemi ini telah meningkatkan jumlah pengangguran, pertambahan penduduk miskin sekaligus memperlebar kesenjangan.
Selanjutnya muncul pertanyaan, jika telah ada bansos dari pemerintah, mengapa tetap ada masyarakat yang memaksa untuk bekerja di luar rumah, tersebab hak-hak yang belum semua terpenuhi? Itu berarti, bansos dari pemerintah tidaklah cukup menjadi jalan keluar ampuh untuk menyelamatkan masyarakat dari ambang kemiskinan selama pandemi. Sampai sini jelas sekali, strategi pemerintah dalam membasmi ragam krisis selama pandemi telah gagal dan belum juga menemukan titik terang.
Faktanya memang penanganan masalah yang mejalar selama pandemi tidak serta-merta selesai dengan sempurna, kecuali jika sistem yang diterapkan bukanlah sistem Islam, melainkan sistem Kapitalisme. Kegagalan sistem kapitalisme dalam menangani problematika pandemi kian memperparah keadaan masyarakat. Seperti halnya saat banyak pihak sedang bertarung melawan Covid-19, rezim ini justru terus membiarkan ratusan TKA berbondong-bondong masuk ke negeri ini. Dengan demikian, jelas sekali bahwa pemerintah sangat abai terhadap keselamatan rakyatnya.
Sementara dalam sistem Islam, memiliki peraturan yang lengkap dan menyeluruh, sebab bersumber langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Peraturan yang ditegakkan, tidak hanya seputar tuntunan untuk mendirikan salat, puasa, zakat, dan ibadah mahdoh lainnya, namun keseluruhan aspek kehidupan manusia, baik per individu atau bermasyarakat, kesemuanya telah diatur di dalam Islam. Islam adalah agama yang sempurna, peraturan di dalamnya menyejahterakan rakyat. Tanpa terkecuali, bagaimana sikap penguasa terhadap rakyatnya juga diatur dalam sistem Islam.
Maka di kondisi seperti ini, masyarakat membutuhkan pemimpin yang benar-benar mau mengurus hak-hak mereka dan melindungi mereka dari bencana. Karena itu, dalam sistem Islam, pemimpin akan selalu terikat tuntunan syariah. Menanamkan iman dan takwa kepada masyarakat, sehingga masyarakat menjaga diri dari perbuatan yang mendekatkan kepada kemudharatan, patuh pada protokol kesehatan, dan pemimpin bertugas memberi pelayanan kesehatan yang terbaik. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah, beliau bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه
“Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.”
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pun dengan karut-marut di sektor ekonomi, pemimpin berkewajiban menjamin semua kebutuhan masyarakat, tidak dibedakan-bedakan dari segi status sosialnya, dengan tujuan agar masyarakat tetap berdiam diri di rumah, sehingga lebih memudahkan dalam memutus mata rantai virus Covid-19. []