By: Eva Arlini, S.E
Sebuah video yang diunggah sebuah akun instagram memperlihatkan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PPB, Nikki Haley dipermalukan saat ia berpidato di University of Houston, Texas. Di tengah pidatonya sejumlah aktivis mahasiswa pro-Palestina berteriak dengan ucapan “pembunuh”. Dalam kondisi terdiam, Nikki terus diteriaki dengan ucapan “kaki tangan teroris”, “penjajah Israel”. Tampaknya para mahasiswa tersebut sadar betul, Nikki Haley mewakili wajah bengis Amerika sebagai pendukung utama sang pembantai, Israel.
Nikki menjadi bagian dalam usaha pembenaran pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Al Quds. Baru-baru ini enam puluh lima orang rakyat Palestina tewas dan ribuan terluka oleh militer Israel dalam aksi protes pemindahan Kedubes AS ke al Quds. Terlalu telanjang kekejaman Israel dan Amerika bagi dunia. Sehingga, meskipun pelaku kejahatan tersebut adalah pemerintahnya sendiri, para aktivis mahasiswa tidak mengamini. Rasa kemanusiaan para aktivis mahasiswa itu lebih tersentuh pada derita rakyat Palestina.
Dengan kejadian tersebut, yang lebih tak masuk akal lagi adalah wacana yang beredar dari lisan Bapak Wiranto, bahwa Amerika akan membantu Indonesia dalam memerangi terorisme. Bayangkan, pemerintah Amerika pendukung Israel yang utama. Amerika membenarkan apapun langkah Israel dalam upaya merampas seluruh tanah Palestina. Amerika tak peduli dan tetap setia meski ribuan rakyat Palestina kehilangan nyawa disebabkan ulah Israel. Ancaman nyata bagi tiap nyawa rakyat Palestina adalah Israel. Namun kini teman setia Israel berbaik hati membantu Indonesia selesaikan masalah terorisme? Anda percaya, seseorang yang suka menyiksa tetangganya akan membantu keluarga anda menghindari sebuah tindak kejahatan?
Bukan hanya pendukung Israel, AS sendiri telah berbuat layaknya teroris. Tak ada yang akan mengingkari sepak terjang AS terhadap Irak. Pada tahun 2003 AS menginvasi Irak hingga menewaskan sekitar seratus ribu warga sipil Irak. Alasan dari invasi tersebut, bahwa AS hendak mengamankan senjata pemusnah massal milik teroris yang nyatanya cuma hoax. Justru AS membuktikan bahwa dialah the real terrorist.
Bapak penguasa, kami khawatir dengan keselamatan negeri kami jika AS campur tangan mengurusi urusan Indonesia. Mengingat catatan kejahatannya, kami menolak intervensi Amerika terhadap masalah Indonesia. Kami khawatir negeri ini porakporanda seperti perlakukan Amerika terhadap Irak. Cukuplah peringatan Allah swt pada kaum muslim,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu. (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi …” [Ali-Imran/3 : 118]
Lagipula, publik menyaksikan bahwa Densus 88 sebagai tim khusus penanganan terorisme tak menemui kendala berarti dalam memburu teroris. Buktinya, dalam waktu singkat Densus 88 berhasil mengamankan terduga teroris di berbagai tempat. Bahkan ada yang berhasil ditembak mati. Wajar akhirnya jika publik bertanya-tanya mengenai urgensi keterlibatan asing untuk membantu penanganan terorisme di Indonesia. Termasuk mempertanyakan urgensi keberadaan undang-undang terorisme untuk memberantas terorisme, mengingat Densus 88 begitu sigap tanpa kendala memburu para terduga teroris.
Jika hingga saat ini apa yang disebut sebagai terorisme tersebut belum mampu diberantas oleh pihak keamanan, bukan berarti solusinya adalah bantuan asing. Banyak faktor yang harus dievaluasi oleh pemerintah. Para intelejen negara harus intropeksi diri atas kinerja mereka. Mengapa masalah terorisme ini terkesan berlarut-larut. Sehingga banyak peristiwa pemboman bisa terjadi tanpa mampu dicegah. Aparat kemananpun harus intropeksi diri, mengapa tak mampu menuntaskan masalah tersebut. Bila pemerintah tetap melanjutkan langkah kerja sama dengan Amerika dalam penanganan terorisme, jangan salahkan publik jika memandang hal tersebut dilakukan bukan untuk kepentingan Indonesia melainkan kepentingan Amerika sendiri. Ingat, publik tidak buta atas kebencian Amerika pada Islam dan umatnya. Wallahua’lam***