Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
MuslimahTimes – Tidak dimungkiri keberhasilan seseorang tercapai karena adanya ilmu dan ilmu yang diperoleh pasti ada peran guru. Oleh karena itu, jasa guru sangat besar dalam membangun peradaban dan mencetak generasi. Namun, realitasnya guru masih dipandang sebelah mata, mulai dari gaji yang rendah, pekerjaan yang dianggap mudah, hingga mendapatkan perlakuan diskriminatif.
Untuk menyelesaikan problematika guru yang tak kunjung usai, pemerintah tengah merencanakan sistem rekrutmen guru honorer melalui kebijakan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Status guru akan dibagi menjadi 3 golongan, yaitu guru PNS, guru PPPK dan guru honorer. Besar gaji guru PPPK berdasarkan Perpres No.98/2020 mulai dari Rp2,6-6,7juta (detikNews.com 19/9/21). Dengan program kerja ini, diharapkan ada perubahan status dan kesejahteraan bagi guru.
Kebijakan ini tidak disambut baik oleh semua pihak, bahkan menimbulkan kontroversi. Selain itu, proses seleksi yang rumit, menuai banjir kritik. Salah satunya dari elit politik Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Irwan, mengkritik proses rekrutmen guru honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Seharusnya pengangkatan dilihat dari masa pengabdiannya, bukan dari tahapan seleksi yang rumit sehingga menyulitkan mereka untuk bersaing dengan guru yang masih muda. (tempo.co 19/9/21)
Keluhan dan kritikan juga datang dari kalangan guru honorer. Kebijakan Mendikbud, Nadiem Makarim, menjalankan program rekrutmen satu juta guru PPPK tidak berdasarkan masa pengabdian atau sertifikasi guru. Kuota satu juta terkesan tidak maksimal, melihat jumlah total formasi hanya 506.247. Sedangkan jumlah pelamar sebanyak 326.476 formasi dan yang telah dinyatakan lulus sebanyak 100.000 guru honorer.
Sangat disayangkan, pengangkatan guru honorer dilakukan pemerintah melalui seleksi PPPK. Ini membuktikan pemerintah belum serius meningkatkan kesejahteraan guru, terutama mereka yang berstatus honorer. Padahal mereka butuh diapresiasi atas pengabdiannya. Di tangan merekalah lahir para generasi terbaik yang menentukan masa depan bangsa. Kebijakan tersebut menampakkan buruknya tata kelola pendidikan di negeri ini.
Ironisnya, masalah gaji guru honorer yang kecil dan jauh dari kata layak juga menjadi sorotan. Bandingkan dengan gaji anggota DPR super fantastis, sangat timpang. Perlu diketahui, tugas guru sangatlah berat. Diskriminasi yang mereka terima tidak mencerminkan sebagai bentuk penghargaan pada pahlawan tanpa tanda jasa. Bila tidak bisa menghargai jasa-jasa guru, bagaimana bisa negeri ini bangkit dan maju.
Polemik gaji guru disebabkan adanya perbedaan status, apakah PNS atau honorer. Hal tersebut berpengaruh terhadap besar kecilnya gaji yang diterima. Sedangkan, tugas dan tanggung jawabnya sama berat. Tidak seimbang dengan apa yang mereka curahkan dan apa yang seharusnya mereka peroleh. Minimnya tenaga pengajar, sarana dan fasilitas tidak merata, menyebabkan penurunan kualitas pendidikan. Tidak maksimal dalam menggunakan anggaran menambah deretan masalah yang membuat mutu pendidikan rendah dari negara lain. Karut-marut dunia pendidikan negeri ini tidak terlepas dari berlakunya sistem kapitalis.
Bagi Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak bagi setiap rakyat untuk memperolehnya. Maka, pemerintah wajib memberikan segala fasilitas dan sarana penunjang untuk kegiatan belajar-mengajar. Tidak hanya fasilitas, negara juga menyediakan tenaga pengajar yang berkualitas dan gaji yang layak bagi guru. Biaya pendidikan yang gratis serta kurikulum berbasis akidah Islam. Negara menyiapkan semua kebutuhan di bidang pendidikan secara merata. Sebab, negara menyadari bahwa pendidikan adalah investasi masa depan.
Negara memiliki kewenangan mengatur ekonomi berbasis Islam untuk diterapkan. Menjadikan Baitul Mal sebagai lembaga yang mengelola finansial negara, baik harta yang masuk maupun keluar. Sehingga, menjamin anggaran yang bersifat kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi, termasuk pendidikan. Inilah desain sistematis kebijakan negara terkait pendidikan. Mendukung seluruh kegiatan dunia pendidikan, tidak hanya dari fasilitas, sarana atau tenaga kerja tapi sampai menyediakan anggaran secara khusus.
Kesejahteraan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Sejarah peradaban Islam mencatat bahwa guru mendapatkan penghargaan tertinggi dari negara. Gaji yang besar melampaui kebutuhannya. Khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji guru sebesar 15 dinar atau setara 63,76 gram emas. Khalifah juga menyediakan sarana dan prasarana yang mudah diakses.
Di masa Shalahuddin al-Ayyubi, Syekh Najmuddin al-Khabusyani misalnya, yang menjadi guru di Madrasah al-Shalāhiyyah, setiap bulannya digaji 40 dinar dan 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah (jika 1 dinar= 4,25 gram emas; 40 dinar= 170 gram emas). Tidak heran, pendidikan masa pemerintahan Islam menjadi yang terbaik sepanjang masa.
Selama sistem kapitalisme diemban negara untuk mengatur kehidupan masyarakat termasuk pendidikan, masalah tak akan selesai. Meski berganti menteri atau kebijakan, segudang masalah akan membebani guru. Hanya sistem pemerintahan Islam yang mampu dan terbukti memberikan kesejahteraan guru. Sistem yang menerapkan secara sempurna seluruh aturan Allah dalam kehidupan. Sehingga kemaslahatan umat dapat terwujud.
Waallahu a’lam bis shawwab.