Oleh. Eva Arlini, S.E
MuslimahTimes.com — Israel berulah lagi. Kehadiran mereka di bumi Palestina bak benalu yang selalu mengusik kehidupan kaum muslimin. Kali ini pengadilan Israel mengizinkan warganya beribadah di komplesk Masjid Al Aqsa. Menurut seorang pengacara yang ahli dalam kasus pendudukan Israel atas Palestina, Khaled Zabarqa, sistem peradilan Israel tidak memiliki yurisdiksi hukum untuk mengatur kesucian Masjid Al-Aqsa dan mengubah status quo. Jadi dari sudut pandang hukum, keputusan itu batal. (kabar24.bisnis.com/09/10/2021)
Tapi, sejak kapan Israel mematuhi peraturan internasional? Sejak awal penjajahannya di tanah Palestina, Israel kerap bersikap sesuka hati, semena-mena. Israel menguasai Palestina bagian Timur pada 1980 dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional. Hingga kini semakin banyak orang Yahudi yang memasuki kompleks al-Aqsa untuk beribadah. Hal itu yang memicu bentrokan berulang kali antara warga Palestina dan tentara Israel.Â
Masyarakat dunia menolak keberadaan Israel di Palestina. Pemerintahan berbagai negara di dunia pun mengecam penjajahan itu. Tapi Israel diperlakukan seperti anak kecil. Dikecam, dimarahi, tapi dibiarkan. Meski Israel bersalah tetap dibiarkan menikmati permainannya di Palestina. Perbuatan keji Israel dimaklumi, seperti anak kecil yang merebut mainan temannya, lalu mengakui mainan temannya sebagai mainannya sendiri. Anak itu dilarang menyakiti temannya, tapi anak itu tetap bersikeras berbuat semaunya, sehingga para orangtua tak punya pilihan lain selain membiarkan aksi anak tersebut, dengan tetap mengawasinya agar tidak berbuat lebih melampaui batas lagi.
Perilaku Israel memang bak bocah, tak berakal. Tak mengerti batas-batas kepemilikan. Tapi kenyataannya Israel bukanlah bocah, sehingga tak layak terus dibiarkan berbuat sesuka hatinya di Palestina. Bila memakai konsep hak asasi manusia ala Barat, mana hak untuk hidup nyaman warga Palestina?
Tapi percuma, Barat itu hipokrit. Ide HAM bukan untuk umat Islam, melainkan dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan ide barat seperti legalisasi LGBT, aborsi dan sebagainya.Â
Sehubungan dengan ulah Israel tersebut, seolah bergigi, warga Palestina mendesak agar Yahudi kembali ke kesepakatan lama saat umat Islam beribadah di Al-Aqsa sementara orang Yahudi beribadah di Tembok Barat di dekatnya. Warga Palestina mencoba tetap bersuara, meski mereka paham arti dari putusan tersebut, yakni niat busuk Israel untuk mengambil alih salah satu tempat suci umat Islam itu. Seolah memiliki kekuatan sebanding, kelompok Hamas menyatakan siap melawan untuk mengusir agresi dan membela hak-hak Palestina. Mereka tetap lantang menyatakan perlawanan, meski mereka tahu dengannya Israel tak terhentikan.
Dari dalam negeri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menunjukkan respons geram atas kajahatan Israel. Seolah dukungannya bermanfaat, MUI menegaskan takkan pernah berhenti membela rakyat rakyat Palestina. Tak lupa MUI memberi apresiasi kepada pemerintah Indonesia yang selama ini telah menunjukkan komitmen tinggi memperjuangkan hak-hak, kedaulatan dan kemerdekaan rakyat Palestina melalui berbagai forum internasional dan misi kemanusiaan. MUI tetap menyatakan pembelaannya, meski kemudian pihaknya meragukan berhentinya upaya Israel dalam menghancurkan negara dan bangsa Palestina. (Republika.co.id/10/10/2021)
Seolah tulus, pihak pemerintah Yordania menyebut keputusan pengadilan Israel adalah pelanggaran serius terhadap status historis dan hukum Masjid Al-Aqsa. Perdana Menteri Palestina Mohammad Ibrahim Shtayyeh juga menunjukkan responnya, meminta Amerika Serikat memenuhi janjinya mempertahankan status quo kompleks al-Aqsa. Seperti biasa, para penguasa negeri-negeri muslim menunjukkan kecaman saat Israel bertingkah. Tapi sejatinya mereka jugalah yang mengakui keberadaan Israel di tanah Palestina. Mereka mendukung solusi dua negara ala PBB yang berarti mengakui kepemilikan penjajah Israel atas tanah Palestina.
Terus terang penulis sangat bosan dengan sandiwara dalam kasus penjajahan Israel terhadap Palestina. Terutama para penguasa di negeri-negeri muslim yang kerap beretorika di tengah darah rakyat Palestina yang terus bercucuran di tangan tentara Israel. Semua karena ketundukan penguasa negeri muslim pada hukum-hukum internasional yang dibuat Barat. Mereka pun begitu lemah dihadapan Barat karena kepentingan kekuasaan.Â
Berbagai pihak juga sulit keluar dari kacamata PBB dalam memandang persoalan Palestina. Padahal sejak awal justru PBB tak pernah benar-benar menghukum kejahatan Israel. Berpuluh tahun penjajahan Israel berjalan, PBB tak pernah mampu menyelesaikan persoalan Palestina secara tuntas. Maka tak layak bagi kaum muslimin untuk terus menerus percaya akan solusi Palestina yang diberikan PBB. Kaum muslimin harus membangun kekuatan mereka sendiri, dimana mereka dapat melepaskan kacamata Barat dan memakai standar Islam dalam menyelesaikan masalah.
Kekuatan itu adalah khilafah, sebuah kepemimpinan warisan nabi tercinta Muhammad saw, yang akan menyatukan seluruh kaum muslim dunia, melaksanakan syariah Islam secara total dan mengemban dakwah ke seluruh dunia. Dalam pandangan Islam, Palestina adalah tanah suci yang terakhir kali dibebaskan oleh Shalahuddin al Ayyubi. Maka Palestina harus dibebaskan sepenuhnya dari kendali Israel. Kelak dengan khilafah, tentara kaum muslim tak hanya mampu membuat repot tentara Israel seperti yang dilakukan para pejuang Palestina hari ini. Namun khilafah akan benar-benar menghentikan penjajahan di tanah kaum muslimin. Inilah tanggung jawab kaum muslimin, terus berjuang mengembalikan khilafah. Kita yakin, upaya yang benar dan serius disertai keimanan akan membuahkan pertolongan Allah Swt berupa tegaknya Khilafah ‘Ala Minhajjin Nubuwwah. Allahu akbar.