Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
MuslimahTimes.com–Kapitalisme mencekik leher rakyat, lebih-lebih di masa pandemi. Rakyat kian sekarat, tenggelam dalam derita impitan ekonomi. Akhirnya, pinjaman online alias pinjol menjadi pilihan demi memenuhi kebutuhan hidup. Sungguh Ironis!
Kasus pinjol mulai menyeruak sejak seorang wanita di Garut membuat laporan palsu, yakni menjadi korban pembegalan dengan kerugian sebesar Rp1,1 miliar. Padahal sejatinya ia ingin menghindar dari tagihan utang di pinjol yang mencapai Rp2 miliar. Dengan berpura-pura dibegal, ia berharap tak lagi ditagih utang karena terkena musibah. (Inewsjabar.id/11-10-2021)
Pasca kejadian tersebut, fenomena pinjol ilegal pun terkuak. Sederetan aksi penggerebekan pinjol ilegal oleh aparat kepolisian pun disorot media. Dari penggerebekan tersebut diketahui beberapa fakta, di antaranya para pegawai pinjol direkrut via aplikasi, kemudian cara penagihan kepada nasabah yang telat membayar adalah dengan ancaman menyebarkan data-data pribadi nasabah serta menyebarkan gambar-gambar pornografi ke media sosial. (Liputan6.com, 17-10-2021)
Petaka Pinjol
Begitulah pinjol, bukannya menyelesaikan masalah, malah menuai petaka. Tak hanya ancaman keamanan bagi nasabahnya, bahkan nyawa pun melayang dibuatnya. Betapa tidak, stress dikejar utang yang kian menggunung menjadikan pelakunya tak punya pilihan lain selain mengakhiri hidup.
Sebagaimana yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga di Wonogiri yang nekat gantung diri di depan rumahnya karena terlilit utang pinjol. Hal itu dibuktikan lewat tulisan tangannya yang mengungkapkan daftar utangnya di sejumlah pinjol.
Sungguh memprihatinkan! Begitulah kejamnya muamalah ribawi alias pinjaman berbunga. Tapi hal itu menjadi sesuatu yang seolah tak dapat dihindari di sistem kehidupan serba sempit hari ini.
Dahsyatnya Azab Pemakan Riba
Sebagai negeri dengan mayoritas penduduknya muslim, keberadaan muamalah ribawi berbalut pinjol sudah semestinya semakin membelalakan mata kita bahwa sejatinya sistem kapitalisme menyuburkannya. Ibarat lingkaran setan, pinjol subur karena peminatnya banyak, sedangkan peminatnya banyak karena mereka terhimpit kebutuhan mendesak. Pinjol jadi pilihan instan. Begitulah, rantai jahanam yang dipasang sistem sekuler hari ini, menjadikan kaum muslimin terjerat dalam kesesatan sistemis.
Padahal sangat jelas, betapa Allah mengharamkan segala bentuk muamalah ribawi. Adapun riba adalah segala bentuk tambahan atas pinjaman. Dalam sistem sekarang ini, riba dianggap sebuah kelaziman, transaksinya amat banyak kita temui di mana-mana. Mengatasnamakan bunga, namun sejatinya itu adalah riba.
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya tentang riba yang tidak diragukan (keharamannya-pen), dia menjawab, “Riba itu adalah seseorang memiliki piutang, lalu dia berkata kepada orang yang berhutang, “Engkau bayar (sekarang) atau (pembayarannya ditunda tapi dengan) memberi tambahan (riba)?” Jika dia tidak membayar, maka orang yang berhutang memberikan tambahan harta (saat pembayaran), dan pemilik piutang memberikan tambahan tempo. [I’lâmul Muwaqqi’in]
Sungguh sangat dahsyat dosa riba, bukan hanya bagi pelakunya saja, melainkan juga orang-orang yang membantu prosesnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua saksinya”, dan Beliau n bersabda, “Mereka itu sama.” [HR. Muslim, no. 4177]
Selain itu, Allah mengancam bagi pelaku riba dengan azab di akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”. (Al-Baqarah/2:275)
Betapa mengerikannya ancaman Allah terhadap pelaku riba, di dunia sengsara di akhirat pun mendapat murka. Naudzubillahi min dzalik. Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap muslim mempertebal keimanan kepada Allah ta’ala, sehingga ujian sebesar apa pun takkan berani menyentuh riba. Memang hidup di bawah naungan sistem kapitalis sekuler hari ini betul-betul menyengsarakan. Penguasa hari ini gagal mengurus dan mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Sebab, mereka berhukum pada hukum jahiliah warisan penjajah, bukan hukum Allah yang Mahaadil. Akibatnya, segala kebijakan yang lahir bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas, bukan bersumber dari wahyu. Alhasil, negeri ini salah urus dalam segala aspeknya. Rakyat melarat, sementara para penguasa menjelma menjadi konglomerat.
Sungguh hanya dengan penerapan Islam kafah dalam naungan institusi Khilafah sajalah, umat manusia dapat hidup dalam kesejahteraan dan kemuliaan. Sehingga takkan marak orang-orang yang menceburkan dirinya ke dalam kemaksiatan. Sebab sejatinya negara telah mampu memelihara urusan rakyatnya dengan sangat baik. Begitulah yang pernah terekam dalam sejarah, ketika negara menjadikan Islam sebagai satu-satunya pijakan dalam segala hal, niscaya kehidupan akan dinaungi keberkahan.
Selain itu, saat sistem Islam diterapkan tentu saja praktik pinjol dapat diberantas. Dalam Islam, semua pinjol berbasis riba adalah haram dan dihukumi ilegal. Tidak seperti sistem hari ini, meski berbasis riba namun jika legal maka akan dibiarkan. Begitulah sistem kapitalistik, menabrak halal haram demi keuntungan materi.
Dengan demikian sudah saatnya negeri ini berpaling pada hukum Allah semata, menerapkan syariat Islam secara kafah demi terselematkannya akidah dan jiwa umat manusia dari kemaksiatan serta kebinasaan. Wallahu’alam.