Oleh. Asha Tridayana, S.T.
MuslimahTimes.com – Bagi umat Islam, adzan tidak sekadar panggilan ibadah salat. Namun, ada ikatan antara makhluk dengan penciptanya. Bentuk penghambaan yang menerima seruan untuk berjumpa dengan Sang Khalik. Azan begitu bermakna karena setiap lantunannya berisi kebesaran Allah Swt. Tak hanya azan, tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam akan selalu berharga dan penting untuk dijaga. Lantas akankah kita sebagai seorang muslim diam saja atas ejekan dan tudingan kasar terhadap suara azan ataupun simbol dan syiar Islam lainnya?
Ini belum lama terjadi, sejumlah media asing terlihat menyoroti suara azan di DKI Jakarta yang dianggap berisik. Jelas saja kejadian tersebut langsung menuai protes dari berbagai pihak. Hingga akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara. Melalui Sekretaris Jendral MUI, Buya Amirsyah Tambunan, menyampaikan bahwa pemberitaan tersebut sangat disayangkan. Karena saat ini sudah ada pengaturan pengeras suara Masjid seperti yang disampaikan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Kenyataannya beberapa media asing seperti AFP telah melaporkan salah satu warga Jakarta yang terbangun tiap pukul 03.00 pagi. Karena mendengar azan dari masjid di pinggiran Jakarta berkumandang begitu keras. Media lokal Prancis, RFI, juga turut melaporkan hal serupa. Menurut laporannya, keluhan soal pengeras suara yang bising semakin meningkat di media sosial. Bahkan sampai ada yang memparodikannya menjadi lelucon. Kejadian ini terjadi di Korea Selatan beberapa waktu lalu. Program televisi melakukan remix terhadap potongan azan. Langsung saja, aksi ini menuai protes keras dari warganet dunia (poskota.co.id 15/10/21).
Begitu lancang, media asing dengan mudah menyampaikan keberatannya terhadap suara azan. Lebih-lebih mengekspos pandangan negatifnya terhadap syiar Islam di negeri mayoritas muslim ini. Berita tersebut tentu saja dapat menjadikan masyarakat berpikir negatif dan menggiring opini masyarakat bahwa komplain dengan suara azan adalah hal yang wajar. Keberadaan media asing menjadi mengkhawatirkan. Karena tanpa disadari, bisa jadi lama kelamaan masyarakat membenci suara azan. Dan dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu rutinitas.
Di saat bersamaan, di negeri muslim minoritas, Al-Quran tidak boleh diakses hingga perangkat teknologi dibatasi menyajikan fitur aplikasi Al-Quran. Beragam pelecehan dituduhkan pada kaum muslim. Kitab suci yang menjadi pedoman pun tidak luput dari sasaran. Salah satu di antara sekian banyak kasus yang baru-baru ini terjadi adalah aplikasi Quran paling populer di dunia, Quran Majeed dihapus dari App Store di Cina atas permintaan pejabat setempat. Dikatakan oleh BBC Sabtu (16/10/2021) bahwa aplikasi itu dihapus karena menampung “teks-teks keagamaan ilegal” sementara pemerintah Cina belum menanggapi terkait hal ini.
Padahal pengguna aplikasi tersebut sudah hampir mencapai satu juta di Cina dan digunakan oleh jutaan muslim di dunia. Quran Majeed tersedia di seluruh dunia di App Store dan memiliki hampir 150.000 ulasan dan Apple hanya mengatakan harus mematuhi undang-undang setempat. Sementara itu, Partai Komunis Cina pun secara resmi telah mengakui Islam sebagai agama di negara tersebut. Namun, fakta di lapangan berbeda, melihat banyak pelanggaran hak asasi manusia dan bahkan genosida terhadap kelompok etnis Uyghur yang sebagian besar Muslim di Xinjiang (www.suara.com 16/10/21).
Keadaan umat muslim di dunia tidak sedang baik-baik saja. Berbagai pelecehan terhadap simbol-simbol Islam, penganiayaan dan bermacam pelanggaran HAM hingga nyawa kaum muslim pun dipertaruhkan. Umat Islam sebagai kaum minoritas sering kali dipojokkan dan dipaksa mengikuti aturan selain Islam. Kalau pun menjadi mayoritas maka isu toleransi yang terus disuarakan. Kaum muslim dituntut toleran dengan segala kemaksiatan termasuk bersikap baik sekalipun Islam sedang dilecehkan. Dilarang menyuarakan kebenaran dan yang berani malah dianggap radikal dan berbagai label negatif lainnya.
Kaum muslim bagaikan buih di lautan, berjumlah banyak tetapi tidak memiliki kekuatan. Lebih-lebih arah dan tujuan, hanya mengikuti arus tanpa mengetahui nasib kehidupannya. Tentu saja, umat Islam yang tidak mempunyai wibawa seperti ini memberikan dampak yang signifikan. Realita kehidupan yang jauh dari kata aman, sejahtera, apalagi bahagia lahir batinnya. Kaum muslim telah kehilangan sosok pemimpin yang mampu mengayomi dan menjamin kehidupannya. Pemimpin yang bertanggung jawab penuh atas kemaslahatan umat. Karena tidak mungkin, kaum muslim dapat membaik jika kondisinya masih terpecah belah dan tidak ada pemimpin yang mempersatukan seluruhnya.
Sosok pemimpin yang dapat menaungi seluruh kaum muslim tidak mungkin lahir dari sistem dan aturan saat ini. Tidak lain sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga mudah saja keberadaan ajaran agama dibuat sebagai lelucon dan dilecehkan. Terbukti pula hanya kerusakan yang ditimbulkan. Bahkan aturan saat inilah yang telah merusak kehidupan umat, memecah belah, mengotak-ngotakan, melabeli negatif termasuk merampas hak-hak kehidupan yang semestinya dijamin oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, umat Islam membutuhkan perubahan ke arah yang lebih baik. Kaum muslim membutuhkan aturan baru yang mampu memulihkan kerusakan, memperbaiki keadaan dan menjamin terpenuhinya kemaslahatan umat.
Aturan yang mampu memenuhi itu semua hanyalah aturan Islam kaffah. Pemimpin umat Islam atau biasa dikenal dengan khalifah akan menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh tidak terbatas wilayah tertentu. Karena Islam akan menyatukan seluruh umat baik muslim maupun non muslim di seluruh penjuru dunia. Islam akan menjadi rahmatan lil alamin. Adanya penerapan aturan Islam kaffah akan melindungi umat dari musuh-musuh Islam yang terus membuat propaganda. Kehormatan kaum muslim akan terjaga seperti simbol dan syiar Islam hingga akhir zaman. Lebih-lebih segala masalah saat ini pun akan terselesaikan. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya. ” (HR Bukhari dan Muslim).
Wallahu’alam bishowab.