Oleh. Fathiya Puti Khaira
(Siswi SMA Durrotul Ummah Tangerang)
Muslimahtimes.com– “Apa yang rusak bisa diperbaiki, apa yang luka bisa diobati. Namun, apa yang telah terjadi tak dapat diulang kembali.”
Menjadi hamba yang hidup di bumi memang tidaklah mudah, butuh banyak cadangan makanan, stok kesabaran berlimpah ruah, kekuatan yang besar, dan harapan yang kuat agar bisa kembali bangkit walau telah ribuan kali patah dan ratusan kali tersungkur hingga jatuh berdarah. Sulit dan rumit, itulah yang orang pikirkan tentang hidupnya. Yang sendiri merasa jadi si paling hampa, yang kekurangan merasa jadi si paling lemah, yang lelah jadi si paling tersiksa, yang pintar jadi si paling dimanfaatkan, dan yang bodoh dan kecil merasa jadi si paling tidak berguna. Banyak orang berpikiran bahwa Allah tak adil dalam menuliskan takdir hidupnya, merasa dibebani dan dikekang dengan segala kondisi, hingga berjalan keluar dari zona aman, dan ambil jalur kiri mengikuti rambu-rambu setan.
Seorang pebisnis muda dengan gairah usahanya, berani melakukan pinjaman online ratusan juta bermodal SMS (Short Message Service), dengan bunga yang berkali-kali lipat lebih besar, demi mendirikan cafe astheticnya. Seorang remaja kemarin sore yang masih makan hasil keringat orang tua, dengan gejolak cinta monyetnya, mereka berani bergenggaman tangan, boncengan, dan bermain cinta-cintaan demi meraih tahta pacaran. Seorang kaya dengan segala hartanya, berani mengeluarkan kocek puluhan juta, demi melihat nama anaknya terdapat dalam absen sekolah favorit bergengsi. Hakim dengan ketukan palunya, berani mengambil keputusan lain berasas keselamatan diri, harta, dan keluarga. Penjual buah dengan timbangannya, berani mengubah angka yang tak sesuai dengan massa. Pemerintah dengan tahtanya, berani mengambil hak raknyat yang sebenarnya tak punya apa-apa.
Diingatkan oleh teman untuk meninggalkan hal-hal yang Allah murkai, menjawab dengan balasan “sekali ini aja kok..” Diingatkan secara tidak langsung oleh media sosial tentang dakwah, langsung membalas dalam hati, “sekali lagi gak apa-apa lah..” Baca buku, menonton film, menghadiri seminar, dan mengikuti kajian yang mengajak untuk lepas dari maksiat, malah beralasan “ah, nanggung. Udah basah, nyemplung aja sekalian. Nanti kan masih bisa tobat. Allah Maha Pemaaf kok..”
Hingga tak sadar, posisinya sudah sangat jauh berlayar dari dermaga, pergi ke samudera antah berantah, tertiup angin, terombang-ambing bersama buih lautan, terbawa ombak, dan berakhir terdampar. Barulah tersadar, merutuki kebodohan diri sendiri, menyesal, ingin pulang, tapi tak tahu ingin kemana dan bersama siapa. Bodoh! Ya, memang iya. Manusia memang sebodoh itu, mendahulukan keinginan dan menomor duakan perintah Allah. Manusia memang sememalukan itu, selabil itu, sepengecut itu, dan sesombong itu hingga perkataan Allah tak digubris.
Benar, penyesalan selalu hadir di akhir perjalanan, manusia tahu itu, dan Allah pun tahu memang itulah tabiatnya manusia. Allah berfirman;
وَقَالُوْا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ اَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِيْٓ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِ
“Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.”’ (QS. Al-Mulk [67] : 10)
Ini perkataan manusia ketika sampai di neraka, baru sadar akan kesalahannya, dan baru ingat kalau mereka punya Allah yang harus dipatuhi. Lalu berandai dan beraharap agar dapat dikembalikan ke bumi. Allah tahu manusia akan seperti itu, setan tahu kebiasaan manusia, dan selalu berusaha merayu manusia untuk mengikuti jalannya. Lalu, masih saja ada manusia yang mau melakukannya lagi dan lagi. Perjalanan seseorang berkilo-kilo meter, selalu dimulai dengan satu langkah kecil, begitu pula hidup seorang manusia. Kehidupan panjangnya, selalu dimulai dengan satu niat dan satu langkah yang kelak akan menghantarkannya ke fase selanjutnya. Hingga di ujung nanti resikonya hanya dua, mau diridai Allah atau dimurkai-Nya?
Penyesalan, rasanya inilah sebuah kata yang semua orang pasti pernah merasakannya. Ada yang menyesal sebentar, lalu bangkit lagi. Ada yang menyesal, merenungi sejenak, lalu kembali memperbaiki. Ada yang menyesal, merutuki diri, lalu pergi tanpa mau kembali untuk membenahi. Ada yang menyesal, benci dengan kebodohan diri sendiri, merasa tak pantas untuk kembali, hingga takut untuk melangkah lalu berhenti. Ada yang menyesal, menyalahkan keadaan, melempar segala isi kamar, menonjok dinding hingga tangannya sendiri yang retak, memilih tenang dan terbang dengan konsumsi barang haram, dan ada pula yang paling tragis memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Sepelik dan sekompleks itu hidup manusia. Padahal Allah telah mengirimkan bonus, kesempatan untuk pulang dan bertaubat, lalu memulainya lagi dari awal. Memperbaiki segala kerusakan, membenahi semua kekusutan, lalu perlahan mengobati luka yang pernah ada, berakhir tenang dan bahagia dalam lindungan dan rahmat-Nya. Allah udah sebaik itu, sepeduli itu, dan sesayang itu kepada manusia, tapi memang manusianya yang tak tahu diri. Jadi, mari sudahi perandainnya, hentikan kesalahannya, riset ulang semua jadwal yang telah tertata rapi, ikuti aturan-Nya, dan jangan biarkan tulisan ini menjadi sekadar bacaan kosong saja, sebab sesuatu yang datang hari ini tak akan datang dua kali dengan rasa yang sama di hari yang berbeda. Jangan merasa paling terzalimi dalam hidup ini, sebab bukan takdir yang berkehendak lain, hanya saja manusia yang berangan lain hingga tak sadar bahwa ia sama dari yang lain. Jangan lupa pulang.