Oleh : Kanti Rahmillah
Muslimahtimes– Komunikasi adalah pangkal terselesaikannya masalah. Tak jarang rumah tangga hancur, lantaran komunikasi tak terjalin dengan baik antara suami dan istri. Begitupun berkomunikasi dengan anak, haruslah dijalin dengan benar, agar pola asuh membawa pada hasil yang gemilang. Komunikasi dapat dikatakan sukses jika pesannya sampai dan diterima dengan benar, inilah yang dinamakan komunikasi produktif.
Terlebih berkomunikasi dengan anak. Perbedaan usia orang tua dan anak, telah menjadikan komunikasi harus benar-benar diperhatikan. Apakah kata-kata kita sebagai orang tua, benar-benar dipahami, atau jangan-jangan ditangkap sebaliknya. Dari sinilah dibutuhkannya sebuah formulasi komunikasi agar produktif. Karena komunikasi produktif akan mentransfer energy positif. Sehingga, jika berupa perintah, akan menghasilkan tindakan yang sesuai. Misal meminta anak menutup pintu, jika dilakukan dengan intonasi tinggi dan tanpa melihat mata si anak, kemungkinan besar tidak akan dilakukan. Atau jika pun dilakukan, akan penuh dengan keterpaksaan.
Komunikasi seringkali gagal karena pesan tidak tersampaikan secara tepat. Bagaimana agar menyampaikan pesan secara tepat dan dirasakan sebagai wujud rasa sayangnya seorang ibu pada anak-anaknya?
Pertama, fokus pada solusi bukan masalah. Jika anak jatuh, latih anak untuk tidak menagis dan ajak anak untuk bisa menemukan solusinya, yaitu mengobati lukanya. Karena keluhan adalah manifestasi dari ketidaktahuan akan solusi. Dari kejadian jatuh saja, kita bisa memberikan ananda pelajaran bahwa jika terjadi maslalah, fokuslah pada penyelesaian bukan pada masalah itu sendiri.
Kedua, biasakan menggunakan kata “BISA” daripada “TIDAK BISA”. Bukan berarti kita tidak boleh mengatakan tidak, apalagi perkara Aqidah ataupun segala sesuatu yang termaktub dalam Alquran. Namun konteks disini pada pembiasaan lisan orang tua. Isilah kepala anak-anak kita dengan kalimat positif. Misalnya mengatakan “Jangan lari.” lebih baik mengatakan “jalan hati-hati ya Nak.”
Ketiga, katakana apa yang anda inginkan, bukan apa yang tidak anda inginkan. Seringkali ketika kita jengkel pada anak, terucaplah kalimat-kalimat negatif seperti “Nanti kamu jadi anak bodoh loh!” Padahal, tentu saja kita tidak menginginkan anak kita menjadi bodoh. Coba ganti kalimatnya dengan “Ayo belajar, biar jadi anak pintar.” Kata “pintar” lebih sering didengar oleh anak ketimbang kata “Bodoh”, ini merupakan pengulangan di bawah alam sadar, sehingga dirinya akan termotivasi untuk menjadi pintar, bukan menjustifikasi bahwa dirinya bodoh. Sehingga betulah apa yang ada dalam hadist, Sesungguhnya Allah sesuai dengan prasangka hambanya.
Keempat, Fokus kedepan bukan masa lalu. Jika anak melakukan kesalahan, jangan melarangnya karena perbuatan masa lalunya. Misal, ketika anak membawa gelas dan menjatuhkannya, lalu esoknya kita malah melarangnya karena takut kesalahan itu berulang. Mengungkit kesalahan anak di masa lalu tanpa memberi solusi untuk kedepannya, akan membuat anak-anak seringkali meragu atau bahkan takut melakukan sesuatu. Seharusnya, kita memberi tahu cara memegang gelas yang benar agar tidak jatuh atau memberi solusi lain dengan mengambil gelas plastik yang diameternya kecil, jika tangan anak masih kecil.
Adapun tips praktis agar komunikasi bisa produktif:
Pertama, perbaikilah hubungan dengan anak, milikilah hubungan yang hangat dan harmonis. Seringlah menyentuhnya, memeluknya, mengusap-ngusap kepalanya, mencium pipinya.
Kedua, KISS (Keep Information Short and Simple). Katakan dengan ringkas dan jelas. Anak-anak akan kesulitan jika kalimat yang anda sampaikan bersayap. Carilah kata-kata yang sederhana, yang langsung bisa dimengerti anak.
Jelas memberikan pujian dan kritikan. Pujian membantu anak mengerti bahwa apa yang dilakukan adalah sudah benar. Misalnya “Kamu Hebat sudah bisa mandi sendiri,” pujian ini jelas untuk kegiatan mandi sendiri. Jangan hanya bilang “Kamu Hebat,” kata-kata ini masih butuh diperjelas. Jika anak butuh dikritik, pisahkan kalimat kritikan dengan perbuatannya. Misal “Ani, Ibu tidak suka caramu melempar mainan seperti itu, ayo kembalikan ke tempatnya.” Terimalah perasaan anak, dengarkan anak tanpa menilai dan mengkritik terlebih dahulu. Selami perasannya, sampaikan bahwa anda paham apa yang dirasakannya, lalu sampaikan nasihat. Misal anak gadis kita yang masih SMP jatuh cinta. Jangan langsung menghardiknya, justru ini akan membuat si anak enggan bercerita kembali. Dengarkan sampai tuntas, lalu berilah nasihat.
Ketiga, hadirlah saat mendengar anak berbicara. Lakukan kontak mata dan turunkan level anda sampai setinggi anak anda. Jika anak anda masih satu meter, anda bisa berlutut lalu mendengarkannya sambil menatapnya. Bicaralah dengan wajah, tubuh dan nada suara yang sesuai.
Keempat, hindari berteriak ketika memanggil anak. Keberhasilan komunikasi 70-80 % ditentukan oleh bahasa dan nada suara.
Seringlah memberikan kejutan-kejutan menarik pada anak, karena hal tersebut akan selalu menjadi komunikasi yang tak terlupakan
Sesungguhnya, semua ini adalah teori. Keberhasilan berkomunikasi produktif adalah usaha terus menerus yang harus dilakukan. Bersinergi dengan ayah, berupaya agar konsisten dalam menerapkannya. Berkomitmen dalam berkata dan bertindak, juga menjadi tauladan bagi anak-anak kita adalah iktiar kita dalam menciptakan keluarga harmonis. Bahkan lebih dari itu, jika anak mampu menyerap pesan orang tuanya dengan benar, akan terlahir dari sana pribadi-pribadi unggul yang bersyakhsiyah Islam. Semoga anak-anak kita dan generasi bangsa ini menjadi umat terbaik di sisiNya.
Sumber
Peni, Septi, dkk. 2013. Bunda sayang, 12 Ilmu Dasar Mendidik anak. Solo. Gazza Media.