Oleh : Jesiati
(Mahasiswa)
#MuslimahTimes — Perguruan tinggi merupakan wadah untuk mencetak para intelektual. Mahasiswamemiliki segudang predikat yang melekat pada dirinya, mulai dari agent of change, stock iron, guardian of value hingga social control. Mahasiswa dididik menjadi poros berkembangnya suatu bangsa dan diharapkan juga menjadi pemimpin di masa depan. Impian tersebut masih belum digenggam, disebabkan terdapat kontradiksi antara harapan dengan kenyataan di lapangan. Terbaru, viral tagar keresahan mahasiswa tentang penurunanUang Kuliah Tunggal (UKT). Apa saja fakta yang terjadi? Yuk kita telusuri lebih dalam agar mengetahui solusi tuntasnya.
Pemerintah mengatasi krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluarkan kebijakan untuk meringankan beban orangtua yang anaknya tengah berada di tingkat perguruan tinggi. Selama masa pandemi ini, uang kuliah yang dikenal sebagaiUKT dipastikan tidak akan mengalami kenaikan. Hal ini disampaikan oleh Plt. Direkrur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Prof. Ir. Nizam, dalam unggahan IGTV akun Instagram Kemdikbud, (Kompas.com, 4/6/2020). “Saya ingin tekankan sekali lagi, tidak ada kenaikan UKT selama masa pandemi ini. Di seluruh PTN akan diberlakukan UKT sesuai dengan kemampuan orangtua membayar bagi anaknya” tegas Nizam.
Puluhan mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) melakukan aksi demonstrasi menuntut penurunan UKT ditengah pandemi corona di Kampus UB, Jalan Veteran Kota Malang, Jawa Timur, (okezone.com, 18/6/2020). Tetap dengan memberlakukan protokol kesehatan Covid-19 mulai menerapkan jaga jarak, memakai masker, sampai membawa hand sanitizer. Namun hingga selesai mediasi tidak ada titik temu antara rektorat dengan mahasiswa.
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Banten melakukan aksi demo terkait tuntutan penggratisanUKTdi depan Gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten,(Bantennews, 22/6/2020).Demo berlangsung damai dan lancar, dengan memperhatikan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan menggunakan masker.Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Banten, Ade Riad Nurudin dalam orasinya, aksi ini dilatarbelakangi karena keluhan dan keresahan yang dialami oleh Mahasiswa UIN Banten atas tidak adanya titik terang dari pimpinan kampus mengenai kebijakan yang diharapkan mahasiswa soal penggeratisan atau pemotongan UKT semester depan.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka meminta adanya audiensi langsung bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim guna membahas aspirasi mereka terhadap dunia perguruan tinggi. Massa mulai meminta adanya audiensi bersama Nadiem. Mereka pun mulai membakar sebuah ban di lokasi Gerbang Utama Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, (detik.com, 22/6/2020).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menganggarkan Rp1 triliun untuk program Dana Bantuan Uang Kuliah Tunggal ( UKT). Penerima Dana Bantuan UKT akan diutamakan dari mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS). “Dan juga kami mengalokasikan dana sebesar Rp 1 triliun, terutama PTS dan mahasiswa PTS untuk meringankan beban UKT mereka sehingga mereka masih bisa lulus, masih bisa melanjutkan sekolah mereka, dan tidak rentan drop out,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem beberapa waktu lalu, (Kompas.com, 21/6/2020).
Fakta menunjukkan mahasiswa banyak melakukan aksiprotes atas keresahan terhadap biaya pendidikan yang ditanggungnya. Tahun ajaran baru sudah di depan mata, kuliah serba online bahkan sama sekali tidak ada tatap muka. Biaya pendidikan masih tetap mencekik juga apalagi wabah corona masih melanda. Hanya yang menjadi pertanyaan untuk kita, Apakah gerakan unjuk rasa mampu menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya? Kita perlu memahami, sebelum melakukan penting bagi kita mengetahui akar permasalahan.
Paradigma pendidikan dalam ideologi kapitalisme secara fulgar dan bar-bar direstorasi hanya untuk kepentingan pemodal-pemodal asing, liberalisasi dunia pendidikan yang menjurus pada privatisasi pendidikan telah menyebabkan kian dalamnya komersialisasi yang merajalela dalam dunia pendidikan.Liberalisasi yang telah diterapkan di Indonesia, telah menggeret sektor-sektor penting yang menguasai hajat hidup orang banyak (rakyat) dikomersialisasi atau diperdagangkan. Dunia pendidikan yang sejatinya merupakan sektor publik yang harus dijamin aksesnya secara luas dan terbuka, tidak terhindarkan dari jeratan liberalisasi yang terikat dalam berbagai skema perdagangan dan jasa.
Liberalisasi sektor pendidikan sendiri secara global telah diatur oleh salah satu lembaga milik pemodal-pemodal asing yaitu organisasi perdagangan dunia (WTO) melalui prinsip General Agreement on Trade and Tarif (GATT) tentang liberalisasi perdagangan jasa pendidikan.Pemodal-pemodal asing melalui GATT-WTO telah menggeret pendidikan kedalam sektor jasa (komodifikasi), sehingga dapat diperdagangkan. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari kepentingan untuk mendapatkan keuntungan melimpah melalui penanaman modal (investasi) disektor pendidikan secara lansung maupun disektor-sektor lainnya yang terhubung langsung dengan pendidikan.
Skema-skema kerja sama internasional dan regional (WTO, APEC, MDGS), Pemodal-pemodal asing terus mengikat setiap kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kepentingannya melalui para antek-antek yang mereka pelihara dan dilahirkan di dalam negeri. Pemerintah didikte dengan skema-skema liberalisasi dan berbagai bentuk kerjasama lainnya. Pemerintah Indonesia saat ini berada didalam skema liberalisasi dan komersialisasi dengan orientasi yang telah digariskan untuk memenuhi kepentingan pasar. Pendidikan direduksi hanya sebagaipenyiapan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan dunia industri. Alhasil, liberalisasi pendidikan akan semakin subur mengakibatkan tujuan pendidikan tidak tercapai. Kurikulum pendidikan yang dibangun dalam sistem kapitalisme saat ini dapat dirasakan sangat jauh dari kelimiahan serta mengalami distorsi dari fungsi sejati pendidikan itu.
Bicara terkait biaya pendidikan di Indonesia terutama perguruan tinggi tak akan lepas dari sistem yang berlaku di perguruan tinggi tersebut. Bagi perguruan tinggi Negeri standar pembiayaan kuliah yang dipakai sesuai dengan Permendikbud No. 55 Tahun 2013 Pasal 1 Ayat (3), yakni uang kuliah tunggal (UKT) merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Berdasarkan pengalaman yang saya alami ataupun teman biaya pendidikan rata-rata mahal.Baru beberapa hari yang lalu lihat story wa teman terlihat biaya UKT mahasiswa baru dengan jumlah yang tinggi. “UKT diberikan sesuai kemampuan ekonominya” tapi faktanya yang miskin juga terkena Imbasnya. Memang benar di dunia kapitalis tidak ada yang gratis.
Biaya pendidikan yang mahal inilahberubahlah orientasi hidup serta idealitas mahasiswa. Kurikulum yang begitu padat, mahasiswa berubah menjadi sosok study orientied, mengejar deadline kuliah dan berharap besar mendapat pekerjaan yang layak untuk mengganti biaya pendidikan yang telah dikocorkan. Tidak heran, jika mahasiswa saat ini tidak lagi tertarik dengan masalah-masalah di luar dirinya. Mahasiswa tidak ada waktu lagi untuk memikirkan masalah-masalah yang menyangkut masyarakat apalagi memikirkan sebuah pergerakan dan perubahan di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya mahasiswa berubah menjadi sosok yang pragmatis.
Parahnya lagi di era kapitalisme intelektualitas pun menjadi sasaran empuk untuk meraup keuntungan. Banyak riset-riset yang diboncengi oleh para kapitalis bahkan pihak asing, yang pada akhirnya menjadi sebuah kepentingan untuk mereka yang lagi-lagi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Kapitalisme menjadi ideologi yang paling mendominasi dunia, bukan hanya pada negara maju namun juga negara berkembang. Kapitalisme memberikan dampak yang signifikan hampir pada seluruh aspek kehidupan tidakterkecuali pendidikan. Sistem kapitalisme pendidikan ini akan mendukung kontrol ekonomi pada kelas elit yang lebih menekankan nilai nilai korporasi dan mengakibatkan ketimpangan pada dunia pendidikan.Alhasil tidaklah tepat menyelesaikan masalah UKT dengan menuntut kemdikbud karena masalah yang sebenarnya terletak pada sistem yang salah.
Pandangan Islam terkait pendidikan, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Semua ini harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin. Hal ini karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat.
Tujuan politik negara di bidang pendidikan, yakni memelihara akal manusia (Lihat: TQS al-Maidah: 90-91; TQS az-Zumar: 9; TQS al- Mujadilah: 11). Negara berkewajiban mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang berilmu. Kebijakan negara secara sistemis akan mendesain sistem pendidikan dengan seluruh supporting system-nya. Bukan hanya dari sisi anggaran, namun juga terkait media, riset, tenaga kerja, industri, sampai pada tataran politik luar negeri. Negara dalam Islam benar-benar menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah investasi masa depan.
Khilafah meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk SDM terdidik dengan pola berfikir dan pola sikap yang islami. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang amal yang terbaik atau amal shaleh. Pendidikan ditujukan dalam kaitanuntuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.
Khilafah wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan Negara di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar setiap bulan.
Sistem pendidikan Islam akan melahirkan output generasi yang berkualitas, baik dari sisi kepribadian maupun dari penguasaan ilmu pengetahuan. Peranannya di tengah-tengah masyarakat akan dirasakan, baik dalam menegakkan kebenaran maupun dalam menerapkan ilmunya. Generasi mulia sekaligus mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dengan sangat pesat, sehingga wajar bila pada abad pertengahan, Islam menjadi pusat peradaban dan rujukan ilmu pengetahuan.
Wahai para Intelektual muda! Kita telah memahami dengan jelas sistem pendidikan di era kapitalisme. Ternyata begitu kejinya kapitalisme membajak potensi kita, membajak potensi kaum pemuda. Kita dipaksa untuk menjadi pekerja-pekerja mereka, dipaksa menjadi konsumen produk-produk mereka, dan dipaksa pula menjadi alat mesin pencetak uang untuk mereka hingga pada akhirnya hal inilah yang menjadi bentuk penjagaan sistem kapitalisme di negeri ini.
Wahai para Intelektual muda! Protesnya kalangan mahasiswa atas biaya pendidikan tinggi di tengah pendemi adalah bukti minimnya perhatian negara terhadap rakyatnya. Meski akhirnya Kemendikbud menetapkan penurunan UKT, semestinya kita sadari bahwa pendidikan adalah hak warna negara yang sudah selayaknya diberikan secara cuma-cuma. Jika kita hanya memaklumi kehadiran negara hanya bewujud pada penurunan UKT di masa pendemi, itu artinya kita telah membiarkan berlangsungnya pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi ummat terbaik.
Wahai para Intelektual muda! Jika kita hanya menuntut penurunan UKT saja, tidak mengkritik kewajiban negara menyediakan pendidikan gratis artinya kita telah melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang menyengsarakan karena lepasnya tanggung jawab penuh negara. Jadilah pelopor perubahan hakiki, bukan perubahan tidak jelas tujuan. Cermati lebih jelas akar permasalahan, baru melakukan pergerakan.
Wahai para Intelektual muda! Sungguh Allah swt telah menganugerahkan potensi yang besar pada dirimu. Islam telah mengatur bagaimana potensi ini digunakan. Lepaskanlah jeratan kapitalisme dalam diri kalian. Optimalkan potensi kita mulai hari ini dengan peduli kepada umat, menciptakan karya terbaik untuk umat serta bergerak menuju perubahan yang hakiki untuk ummat. Semua ini akan terwujud dengan adanya Institusi Islam yaitu Khilafah. Marilah kita berjuang di garda terdepan demi tegaknya peradaban Islam.
Wallahu a’lam Bisshawab