Breaking News

TPPO Modus Magang, Realita Rasa Drama

Spread the love

Oleh. Fatimah Az-Zahra, S. Pd

(Tim Redaksi Muslimahtimes.com) 

Muslimahtimes.com– Drakorian pasti tahu dengan Drama Taxi Driver. Drama yang menceritakan tentang supir taxi dan teman-temannya yang membantu orang terzalimi. Ada banyak kasus diceritakan, salah satunya adalah perdagangan orang dengan modus kerja di luar negeri. Ternyata, ini bukan hanya cerita dalam drakor, tapi realita yang menyesakkan.

 

TPPO Modus Magang

Dilansir dari laman kompas.com (9/7/2023), 11 mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh menjadi korban TPPO dengan modus magang ke Jepang. Awalnya 11 mahasiswa ini dikirim dari sebuah Politeknik di Sumatera Barat untuk menjalankan magang di perusahaan Jepang. Namun, mereka merasa dijadikan buruh bukan magang.

Para mahasiswa itu dipaksa bekerja 14 jam sehari dari jam 8.00-22.00 sepekan tanpa libur, dengan istirahat 10-15 menit untuk makan dan tidak diizinkan untuk melaksanakan ibadah. Tak hanya itu, dari upah 50.000 yen atau sekitar 5 juta rupiah per bulan, kampus meminta dana kontribusi 17.500 yen atau sekitar 2 juta rupiah per bulan.

Visa pelajar para mahasiswa yang digunakan untuk berangkat magang, ternyata diperpanjang menjadi visa kerja oleh perusahaan Jepang tersebut. Ketika para mahasiswa meminta pihak kampus untuk dipulangkan saja, tapi mereka malah mendapat ancaman Drop Out.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum), Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, mengatakan bahwa ternyata Politeknik tersebut tidak memiliki izin untuk proses pemagangan di luar negeri, yang mana ketentuan ini diatur di Permennaker Nomor: PER.08/MEN/V/2008 tentang tata cara perizinan dan penyelenggaraan pemagangan di luar negeri.

Drama Lama

Hal ini membuat guncang dunia pendidikan dan masyarakat. Sayangnya, ternyata drama modus magang ini bukan baru terjadi melainkan sudah lama hadir hanya tidak banyak diekspos. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, mengatakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang sudah terjadi sejak 15 tahun lalu.

Beliau menyatakan modus ini menyasar anak-anak tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mahasiswa yang memiliki program magang. Kasus ini terus berulang salah satunya karena tidak jalannya peran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai satgas pencegahan TPPO. Oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar Kemendikbudristek bisa bertanggung jawab.

Demi Cuan

Aktivitas magang tentu berbeda dengan kerja betulan. Magang berarti proses pembelajaran, pelatihan agar mampu dan kompeten saat memasuki dunia kerja. Hanya saja, saat ini hadir oknum yang mengeksploitasi para siswa SMK dan mahasiswa magang demi cuan dan keuntungan lembaganya. Padahal, di kurikulum merdeka yang baru saja diterapkan terdapat program magang demi mendapat momen belajar dan mengembangkan diri diluar perkuliahan. Sehingga akhirnya para mahasiswa ini lebih mantap memasuki dunia kerja.

Kerja agar dapat cuan, dimanfaatkan oknum untuk mendapatkan cuan. Inilah fakta pahit yang hadir sekarang. Buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Dimana materi khususnya cuan yang jadi tujuan dan tumpuan dalam setiap aktivitas. Tak peduli orang lain jadi korban. Semua terbiasa saling sikut, saling tikam seperti hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang menang.

Wajar jika kini potret pelajar tak kenal dengan keberkahan belajar, diangkatnya derajat oleh Allah ketika berlelah-lelah demi mencari ilmu. Mereka hanya fokus mendapat nilai bagus, skill untuk bisa bertahan di dunia kerja. Memilih pekerjaan apa saja asal bisa mendatangkan cuan segudang. Maka, menipu orang pun tak menimbulkan rasa bersalah walau dilakukan oleh praktisi pendidikan. Astagfirullahal’adzim.

Realita Terbaik dari Islam

Sungguh realita yang sangat jauh berbeda saat Islam diterapkan secara Paripurna dalam sistem kehidupan. Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islam sebagai dasar. Tujuan output nya adalah melahirkan manusia yang berkepribadian Islam. Ilmu dan tsaqofah yang dienyam di bangku pendidikan bukan untuk bekal kerja melainkan bekal menjalani kehidupan sehari-hari. Bekal memberikan solusi terbaik bagi problematika kehidupan berdasarkan aturan ilahi.

Para peserta didik dimotivasi untuk menimba ilmu bukan untuk cuan dan kerja, melainkan diangkat derajatnya oleh Allah Swt. Bekal kemampuan untuk bekerja diberikan dalam sistem pendidikan islam secara sistemik. Karena dalam Islam, ilmu hadir untuk diamalkan. Jadi, tak hanya teori tapi praktikum harus senantiasa dilakukan.

Dalam Islam, kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada para kepala keluarga, baik itu ayah, anak laki-laki, paman, uwa, dan lainnya. Sementara wanita tidak diwajibkan bekerja demi mencari nafkah, namun boleh untuk menyebarkan kebermanfaatan diri. Asalkan kewajiban utamanya tidak dilalaikan.

Islam pun mengatur akad kontrak kerja agar tidak ada pihak yang terdzalimi. Jelas pekerjaan dan gaji yang diberikan. Islam juga mengatur jalur perolehan harta dari selain bekerja, misalnya dari warisan, zakat dan pemberian harta oleh negara. Tak hanya itu, Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat per kepala. Sehingga kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan rakyat bisa terjamin.

Inilah lengkapnya islam menjadi solusi bagi problematika kehidupan kita, termasuk kasus TPPO dengan modus magang ini. Tak perlu menunggu tokoh fiktif, Kim Do Gi sang Taxi Driver di drama korea itu. Kita bisa mengakhiri drama modus ini dengan penerapan Islam kembali sebagai sistem kehidupan.

Wallahua’lam bish shawab.