Resensi AAC2 : Islamophobia di Eropa
(Pemenang ke-3 lomba menulis resensi #AAC2 Republika)
Pengarang : Habibburrahman El Shirazy
ISBN Â Â Â Â : 978-602-0822-15-0
Terbit     : Jakarta, 2015
Halaman   : vi + 690 Halaman
Harga     : Rp. 95.000,-
Berat     : Gram
Dimensi   : 13.5 x 20.5 cm
Cover    : Soft Cover
Peresensi : Siti Sofiah
Fahri, yang kini tinggal di Edinburgh dan bahkan menjadi dosen di University of Edinburgh, terpaksa menjalani kehidupan sehari-harinya sendirian. Bersama dengan Paman Hulusi, asisten rumah tangganya yang berdarah Turki, ia meneruskan kehidupannya tanpa Aisha.
Terkadang Fahri masih saja menangis saat mengingat kenangan-kenangannya bersama Aisha.Kenyataan bahwa istri yang sangat dicintainya itu kini menghilang entah ke mana, membuatnya nelangsa dan hampir putus asa. Maka ia menghabiskan hari-harinya dengan menenggelamkan diri dalam kesibukan pekerjaan, penelitian, mengajar, dan bisnis yang dulu dikelola berdua bersama Aisha.
Aisha menghilang dalam sebuah perjalanan ke Palestina bersama teman wanitanya saat ingin membuat cerita dan reportase tentang kehidupan di sana. Teman Aisha ditemukan dalam keadaan sudah kehilangan nyawa dan kondisi tubuh yang mengenaskan dan sangat mungkin kondisi Aisha juga sama meski tubuhnya belum ditemukan saat ini.Â
Sudah lebih dari dua tahun Fahri berduka dan tenggelam dalam usaha pencarian istri yang sangat dicintainya itu. Ia pun pindah ke Edinburgh karena itulah kota yang sangat disukai Aisha di dataran Inggris. Dengan menyibukkan dirinya, ia berusaha menyingkirkan rasa sedihnya sekaligus memperbaiki citra Islam dan muslim di negeri dunia pertama itu. Ia berbuat baik pada tetangganya, menyebarkan ilmu agama pada berbagai pihak, dan membantu orang-orang yang butuh bantuannya tanpa memandang bulu.Â
Berbagai kegiatan menyibukkan dirinya, hingga sebuah pertanyaan mengusik datang dari berbagai pihak. Akankah ia membujang seumur hidup setelah ditinggal Aisha? Akankah ia bertemu dengan istrinya itu sekali lagi?
Nama Habibburrahman El Shirazy yang akrab di panggil  kang Abik sudah tidak asing lagi bagi para penikmat buku di Indonesia bahkan di negara tetangga Malaysia, Singapura dan Brunei. Karya-karya kang Abik beberapa sudah di filmkan dan selalu menjadi tontonan yang edukatif bagi keluarga karena sarat ilmu dan pesan moral. Saya menyebut karya-karya kang Abik dengan buku bukan novel karena saya merasa buku-buku yang di tulis kang Abik it’s true. Ya karena saat ini sudah banyak penyimpangan perilaku kaum muslimin dari yang seharusnya seperti yang diajarkan dengan akhlaq Rasulullah dan para shahabatnya. Karya-karya kang Abik penuh motivasi bagi para pembaca (khususnya pembaca muslim) untuk menjadi sebaik-baik manusia  yang memberikan manfaat bagi sesama dengan selalu menjalankan syariatNya dan menjauhi laranganNya.
Sepuluh tahun yang lalu saya termasuk salah satu penggemar yang rajin mengikuti serial Ayat Ayat Cinta di harian Republika. Dan saya termasuk yang telaten menggunting bagian bawah koran tersebut untuk di kumpulkan menjadi sebuah cerita yang beruntut. Pengarang serial Ayat Ayat Cinta, kang Abik berhasil  menyentuh sisi religius pembaca yang saat itu buku fiksi islami belum ada. Pengetahuan kang Abik tentang  setting Ayat Ayat Cinta di Mesir semakin menambah penasaran salah satu pembaca novel nya (saya)  untuk berandai-andai ‘ Apakah sosok seperti Fahri Abdullah saat ini masih ada atau tidak?’….:D
Dan sekarang saya tidak menyangka jika Ayat Ayat Cinta yang sepuluh tahun yang lalu menjadi bacaan sekaligus tontonan entertaint  yang boom
Tema
Ayat Ayat Cinta 2 sebagaimana buku sebelum nya mengangkat tema kehidupan islami yang di jalankan oleh tokoh utama dalam buku ini Fahri Abdullah. Tema Islam sangat kuat ada dalam buku-buku kang Abik. Kuat (analisa) dan sangat menguasai begitulah kang Abik menuliskan pesan moral yang semua nya berdasarkan dari petunjuk hidup langsung dari Allah SWT, Al Qur’anul Kariim. Selain dari Al Qur’an kang Abik juga menuliskan hadist Rasulullah SAW yang ada dalam kitab-kitab yang di tulis oleh para ulama tabi’in, tabiat tabi’in dan ulama salaf .
Alur atau Jalan Cerita
Kang Abik menulis Ayat Ayat Cinta 2 ini memakai alur maju. Jalan cerita mengalir sesuai dengan berjalan nya waktu. Beberapa paragraf menceritakan kembali kehidupan Fahri dan Aisha saat di Mesir, Makkah dan Indonesia, namun bagian tersebut tidak banyak sehingga pembaca (terutama saya) masih bisa mengikuti jalan cerita nya yang mengalir sampai ke ending nya.
Latar atau Setting
Buku ini ber-setting di negeri peradaban pertama, Kerajaan Britania Raya. Fahri Abdullah yang awal nya tinggal di Freiburg, Jerman akhirnya pindah ke kota Edinburg, negara bagian Skotlandia hingga akhirnya di terima menjadi dosen di Oxford University di jantung ibu kota Britania Raya, London.
Tokoh dan Penokohan
Fahri adalah tokoh utama buku ini, tokoh Fahri di gambarkan sebagai seorang muslim  yang berusaha menjalankan kehidupan islami secara kaaffah. Tokoh pendamping utama dalam buku ini adalah Paman Hulusi, asisten Fahri dari negara Turki yang menemaninya di Edinburg selama di tinggal Aisha pergi ke Palestina.
Tokoh-tokoh lain yang di ceritakan kang Abik adalah keluarga Aisha, ada Ozan dan istri nya Claire dan juga Hulya mereka adalah sepupu Aisha di Turki yang tinggal di London. Ada juga paman-paman Aisha ada paman Eqbal Erbakan dan paman Akbar Ali.
Tokoh-tokoh tetangga Fahri di Stoneyhill Grove ada nenek Catarina , Brenda, Nyonya Janet dan anak-anak nya Keira dan Jason.
Ada tokoh professor Charlote, professor di university of Edinburgh yang menguasai bidang studi Arab dan ilmu Islam.
Tokoh Sabina seorang muslimah homeless bercadar dengan wajah yang buruk dan suara yang serak karena pita suara nya rusak.
Ada juga tokoh-tokoh di Ayat Ayat Cinta 1 yang di munculkan kembali seperti Misbah, Syaikh Usman dan cucu nya Yasmin, Ustad Jalal dan Nurul Azkia.
Dan masih banyak lagi tokoh pendukung yang di tulis kang Abik sehingga semakin menambah banyak kisah di buku ini.
Sudut Pandang
Dalam buku Ayat Ayat Cinta 2 kang Abik memakai sudut pandang orang ketiga (serba tahu). Kang Abik menuliskan tokoh tokoh yang ada di buku ini dengan leluasa. Dalam menuliskan tokoh, karakter, peristiwa dan tempat di buku ini  kang Abik sangat paham dan detail. Kang Abik sangat mengetahui apa yang sudah di tulis nya (omniscient).
Gaya Penulisan
Kang Abik mempunyai gaya menulis tema islami yang khas dan beda. Latar belakang kang Abik sendiri yang pernah sekolah di Al Azhar University di Cairo, Mesir dan juga beberapa kali mengunjungi beberapa negara di Eropa sangat mendukung ketika kang Abik menuliskan setting dari buku ini di jantung peradaban pertama. Penguasaan kang Abik dalam ilmu alat (bahasa arab, fiqh. ulumul Quran. hadist dan kitab-kitab kuning/klasik) semakin melengkapi kedalaman dari segi bobot (kuantitas) buku  ini.
Kang Abik juga menyisipkan sedikit kalimat bahasa Turki (daerah asal ibu nya Aisha), Jerman (daerah asal bapak nya Aisha), bahasa Inggris dan beberapa kata bahasa Jawa, daerah asal Fahri di Indonesia.
Kelebihan
Ayat Ayat Cinta 2 karya kang Abik ini penuh dengan pesan moral dan role (teladan) yang di gambarkan oleh sikap dan lisan tokoh utama buku ini. Fahri Abdullah (tokoh utama) adalah  seorang dosen di Edinburgh University yang menguasai bidang kajian dunia Islam. Fahri adalah seorang yang aghniyaÂ(banyak harta) karena beristrikan Aisha seorang muslimah Jerman Turki yang kaya raya. Selain sukses sebagai akademisi, Fahri pun sukses sebagai seorang pengusaha di antara nya memiliki minimarket dan restoran halal Agnina dan juga AFO boutiqe. Pesan moral, view ,pendapat dan gagasan yang menarik itu diantara nya tentang :
#Sikap bertanggung jawab, amanah dan dapat dipercaya
Begitulah seharusnya kita sebagai seorang muslim bermuamalah dengan sesama, baik dengan saudara yang muslim maupun non muslim. Dalam buku Ayat Ayat Cinta 2 ini kang Abik menuliskan dengan jelas dan tegas.
” Paman, inilah yang sedang saya lakukan. Sudah saya lakukan sejak saya mengambil doktor di Jerman. Jika orang Jerman melakukan penelitian empat jam sehari, maka saya harus delapan jam. Di sini, jika riset untuk postdoc biasanya selesai dalam waktu dua tahun, maka saya harus bisa lebih cepat dari orang-orang pada umumnya, dengan kualitas yang lebih baik atau minimal sama. Masih ada waktu setengah tahun lagi bagi saya untuk menyelesaikan riset, Paman. Tetapi saya ingin malam ini selesai dan besok saya print dan saya serahkan kepada pihak kampus.” (hal 25-26)
” Saya tidak muluk-muluk bisa menyampaikan keindahan Islam pada semua orang di Britania Raya yang salah paham kepada Islam. Tidak, Paman. Saya tidak muluk-muluk. Cukuplah bahwa saya bisa menyampaikan akhlak Islam dan kualitas saya sebagai seorang islam kepada orang-orang yang sering berinteraksi dengan saya, jika saya bisa, itu saya bahagia.”Â(hal. 26)
#Menunjukkan Potret Pelajar Indonesia di Luar Negeri
Banyak orang bilang sekolah ke luar negeri itu menyenangkan. Hal tersebut tidak begitu saja muncul. Karena teman-teman yang sedang berada tidak di Indonesia sering menunjukkan aktivitas menyenangkan baik lewat status, foto maupun tulisan di media sosial mereka. Di medsos kehidupan yang menyenangkan lah yang selalu di tunjuk kan, hal itu tidak salah boleh saja mungkin untuk menunjukkan ke keluarga atau kerabat bahwa mereka baik baik saja di sana. Padahal belum tentu hal-hal yang selalu menyenangkan mereka lalui, pasti ada perjuangan dan usaha  maksimal agar bisa bertahan di negeri orang. Saya pernah merasakan perjuangan suami saya agar mendapatkan visa schengen dengan tahapan yang tidak mudah untuk bisa belajar di salah satu kampus di Negeri Van Orange. Dan bagaimana usaha suami untuk bisa surviveÂterutama dalam hal ibadah (sholat 5 waktu dan sholat jumat) dan makanan yang halal selama tinggal di sana. Perjuangan pelajar Indonesia untuk surviveÂbertahan di negeri orang bisa di lihat dalam salah satu film  blogger idola remaja Raditya Dika. Dalam film tersebut terdapat sceneÂyang menceritakan suka duka nya belajar ke luar negeri dengan dana yang pas-pas an dari orang tua nya.
Di buku ini pun kang Abik menuliskan nya dengan apik dan menyentuh.
“Ya, untung dapat beasiswa Dikti mas, sehingga bisa kuliah ke luar negeri. Banyak yang mendambakan kuliah ke luar negeri tidak bisa. Tidak untungnya, kok ya dapatnya Dikti, yang saya rasakan sendiri boleh di bilang paling mengenaskan nasibnya di bandingkan para penerima beasiswa dari lembaga lain. Dikti sering telat. Saya pernah didenda pihak kampus, gara-gara telat bayar uang SPP, karena kiriman dari Dikti terhambat.”
“Lha, ini saya tidak bisa selesai tiga tahun tepat. Beasiswanya hanya untuk tiga tahun. Tetapi, saya yakin, satu tahun lagi selesai. Sementara lembaga yang lain beasiswa doktor sampai empat tahun. Saya sudah usaha minta perpanjangan, tapi tidak mendapat respon dari jakarta, mas. Saya sudah habis-habisan”.
“Anak dan istri saya, sudah saya pulangkan setengah tahun yang lalu. Saya sampai harus jual mobil dan tanah milik istri, demi membawa keluarga ikut ke Bangor. Saya sudah tidak punya apa-apa lagi untuk membiayai sisa kuliah satu tahun ini. Ditambah supervisor saya, yaitu Prof. Mustafa Adeib pindah kampus. Pindah ke Heriot-Watt University”. (hal.74)
#Menyadarkan Umat Penyebab Mundurnya Islam
Tidak menutup mata bagi  kaum muslimin (termasuk saya) yang  masih di berikan nikmat Islam dan iman. Keadaan umat Islam saat ini sangat terpuruk seperti kehilangan pelindung dan  induknya (pemimpin). Di berbagai negeri yang mayoritas penduduk nya muslim sedang di uji dengan ujian  fitnah dunia. Termasuk di negeri ini, pejabat yang korupsi dengan sistem yang mendukung semakin menambah rusaknya masyarakat. Rakyat golongan bawah saat ini mudah bertindak apa saja dengan alasan perut keluarga harus di isi. Keamanan dan kenyamanan yang hilang  oleh aksi-aksi begal, rampok, copet, narkoba dan tindakan kriminal yang lain. Sungguh, keadaan yang semakin menambah rusaknya nama umat Islam sebagai mayoritas agama  di negeri ini. Astaghfirullah….
“Dulu, beberapa tahun sebelum perang dunia I, perdana menteri Inggris saat itu yaitu William Ewart Gladstone pernah terang-terangan berkata kepada media Inggris,’Selama kaum Muslim memiliki Al-Qur’an, kita tidak akan bisa menundukkan mereka. Kita harus mengambilnya dari mereka, menjauhkanmereka dari Al-Qur’an, atau membuat mereka kehilangan rasa cinta kepada kitab suci mereka ini.”
“Dan ucapan Gladstone itu kini terjadi, Bah. Umat Islam sibuk menjadikan Al Qur’an sebagai aksesoris saja. Aksesoris untuk hiasan rumahnya. Ayat Al-Qur’an di tulis dalam kaligrafi dengan tinta emas, di beli dengan harga mahal, tapi yang punya rumah tidak tahu maknanya, apalagi mengamalkannya. Al-Qur’an di jadikan aksesoris sebagai bagian seremonial pembukaan sebuah sekolah, tapi sekolah itu nantinya mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Atau peresmian sebuah gedung pertemuan, tapi gedung itu juga di jadikan tempat menggelar musik-musik maksiat”.
“Al Qur’an begitu fasih dilantunkan seorang biduanita yang sering tampil telanjang. Padahal Al-Qur’an melarang perempuan membuka auratnya. Ya, inilah realita umat kita di dunia Islam saat ini. Sementara sebagian ulamanya, saya katakan sebagian, berarti bukan semua, jadi katakanlah itu oknum. Sebagian mereka sibuk menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk mengecam dan mengafirkan saudaranya yang lain. Al-Qur’an dijadikan sebagai palu untuk memukul saudaranya sendiri”.Â(hal 95)
Dan sangat menarik ketika kang Abik juga menuliskan nubuwwah tentang akhir zaman di buku ini.
Ia jadi teringat, saat dulu pernah berdialog dengan seorang syaikh yang juga guru besar Ilmu Ushul Fiqh sevuah universitas terkemuka di kawasan teluk. Ketika itu, syaikh tersebut diundang memberikan ceramah di masjid di Freiburg, Jerman. Sang syaikh menyampaikan masalah-masalah sosial yang dihadapi dunia Islam kontemporer. Seorang jamaah berwajah Arab dengan sangat menggebu-gebu memberikan tanggapan apa yang disampaikan syaikh, dan dengan sangat simpel ia mengatakan,’Semua itu solusinya adalah dengan menegakkan khilafah’.Â(hal.142-143)
#Derita Palestina, Derita Umat Islam Semua
‘Every day we tell other. That this day be the last. And tomorrow we all can go home free. And all this will finally end. Palestine tomorrow will be free….’Â[Maher Zain Song;Â Palestine Will be Free]
Mendengarkan lagu tersebut sambil membayangkan anak-anak kecil Palestine dengan kerikil melawan tentara zionis yang bersenjata senapan, tak terasa berkaca-kaca mata sampai kapan umat ini akan terus di uji, Astaghfirullah al adzim.
Kang Abik ikut menuliskan kondisi Palestina dalam buku nya ini.
“Kita tentu tidak menginginkan perang agama. Karena pada kenyataannya, perang agama tidak membuat sebuah agama itu musnah, yang musnah adalah umat manusianya yang berperang. Masalah Palestina, masalah Israel, harus dilihat secara jujur. Orang Yahudi sendiri sudah begitu jujur dan terang-terangan mengatakan itu bagian tak terpisah dari teologi dan ideologi mereka. Kenapa yang bukan yahudi mencoba munutupinya? Orang Yahudi dan seluruh dunia juga tahu, bagaimana umat Islam, Palestina dengan Masjidil Aqsa-nya juga bagian tak terpisah dari agama. Itu tempat suci bagi umat islam. Tak perlu di tutup-tutupi. begitualah adanya. barulah semua pihak duduk bareng, jika seperti itu bagaimana solusinya? Janagn orang Yahudi ngotot dengan teologinya, terus umat Islam diminta minggir begitu saja, diminta mengalah dan dibohongi bahwa itu masalah politik. Itu hanya masalah bagaimana Amerika dan negara-negara Barat menguasai minyak di Timur Tengah dan lain sebagainya. Unsur itu ada, tapi pada kenyataannya teologi dan ideologi sangat kuat menjadi latar belakang masalah itu. Dan itu dunia harus tahu dan jujur mencari solusi”.Â(hal. 111-112)
#Birrul Walidain (Berbakti Kepada Orang Tua)
Wajib bagi setiap muslim untuk berbakti kepada kedua orangtua nya. Hal yang sangat penting dalam hubungan seorang anak dengan orang tua nya. Al Qur’an telah  mewajibkan seorang anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tua nya. Jadi perintah langsung dari Allah lah bagi seorang muslim untuk selalu berbuat baik (berbakti)  kepada orang tua nya. Walaupun orang tua nya itu non muslim tetaplah harus menjaga silaturahim dan berbuat baik.
Peradaban Barat dengan perkembangan nya saat ini tentu saja berbeda dengan Islam dan peradaban nya. Potret para orang tua yang tinggal di panti jompo di negara-negara Barat tentu berbeda dengan negeri-negeri yang mayoritas penduduk nya adalah muslim.
“Iya. Banyak yang kesepian. Itu fenomena hampir di semua negara yang di anggap maju, yang tidak ada sentuhan ajaran Islam. Kalau di tempat kita yang mayoritasnya Muslim, berbakti kepada orangtua sangat penting. Di Indonesia, di desa-desa, nenek-nenek dan kakek-kakaek hidup tenteram bersama anak-anakk dan cucu-cucunya yang penuh perhatian. Kalau sakit, satu kampung mnejenguk semua karena masih saudara. Itu fenomena yang tidak kita temukan secara umum di Eropa, Amerika, Australia, Selandia baru, Jepang, Taiwan dan Hong Kong”. (hal.129)
“Tapi orang-orang Turki yang bermigrasi ke Eropa tetap membawa tradisi kekeluargaannya yang kental. Tradisi berbakti pada orangtua masih di pertahankan. Meskipun mulai terkikis oleh budaya Eropa yang individualis,” sahut Paman Hulusi ikut nimbrung.
“Yang berasal dari tradisi islam biasanya sangat kuat dalam hal birrul walidain dan ikatan kekeluargaan. Tidak hanya Turki, masyarakat Indonesia, Malaysia, India, pakistan, bangladesh, Mesir, maroko dan lain sebaginya, meskipun di Eropa, ikatan kekeluargaannya lebih terasa dibandingkan yang asli Eropa,” timpal Fahri. (hal 129-130)
# Islam Rahmatan Lil’alamiin
Islam adalah agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Karena rahmatNya lah kita saat ini masih di berikan semua nikmat hidup dariNya. Dalam buku ini Kang Abik menyampaikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamiin dengan bernas dan cerdas.
“Dalam catatan sejarah, orang yang masuk islam karena kelembutan budi itu jauh lebih banyak dibandingkan karena peperangan. Terbukanya kota Mekkah dan berbondong-bondong penduduknya masuk Islam itu karena halus budinya Rasulullah SAW. Tidak ada adu pedang dalam penaklukan Kota Mekkah yang sangat bersejarah tersebut. Itu adalah penaklukan dengan kebesaran jiwa dan akhlaq Rasulullah SAW.” (hal.133)
Ketika ada pencuri di minimarket Agnina milik Fahri dan ternyata pencuri itu adalah jason, remaja laki-laki anak nyonya Janet tetangganya, Fahri memilih memaafkan nya.
“Saya tidak menghitung sudah berapa kali. Itu tidak penting, sebab sudah saya maafkan. Sekarang pulanglah!”
“Saya tidak akan memberitahu mereka dengan dua syarat”.
“Satu, kau mau jadi sahabatku. Dan kedua, kau tidak melakukan tindakan tidak terpuji itu lagi selamanya. Di mana saja. Mau?”. (hal.179-180)
Begitupun ketika Fahri menolong Keira, kakak Jason, anak perempuan nyonya Janet tetangganya. Fahri menolong atas dasar kemanusiaan tidak ada maksud apapun.
“Jangan pernah sebut nama saya. Biarlah Keira tahu yang membantu dia adalah Nyonya. Tidak apa-apa dia tahu Nyonya penanggung jawab AFO Boutiqe. Saya hanya minta agar Nyonya mensyaratkan kepada Keira, pertama ia kembali bersatu dengan ibu dan adiknya. Keuda, sungguh-sungguh dan berjuang keras untuk jadi juara dan pemain biola terbaik. Ketiga, jika sudah jadi orang terkenal tetap rendah hati dan mengingat bahwa di balik suksesnya Tuhan mengirim seorang sahabat yang membantunya.”Â(hal.220)
Itulah beberapa teladan yang di tunjukkan oleh Fahri dalam menyikapi masalah  tetangga nya. Masih banyak lagi teladan yang ditunjukkan tokoh Fahri sebagai seorang muslim yang ringan tangan suka membantu baik kepada sesama muslim maupun non muslim yang sepatutnya kita ikuti.
# Budaya Membaca Buku
Buku adalah jendela dunia. Karena dari buku lah kita bisa mendapatkan banyak sekali ilmu baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Tholabul ‘ilmiÂatau mencari ilmu bagi umat Islam waktunya adalah sepanjang hayat hingga badan dikembalikan ke liang lahat. Menjadi motivasi bagi saya juga yang telah mengikuti habit kebiasaan masyarakat negeri ini yaitu malas. Seharusnya kita selalu semangat untuk  belajar tholabul ‘ilmi sampai nanti  malaikat Izrail siap menjemput diri. Dan dakwah Islam para walisongo ke nusantara ini memang belum selesai. Dakwah akidah lah yang diutamakan para utusan khalifah Utsmani yaitu para wali songo ke nusantara saat itu . Dakwah selanjutnya ke penerapan syariat belum tersampaikan karena sudah terburu  berlabuh dan menetapnya  penjajah Belanda sampai tiga setengah abad.
Budaya membaca adalah tuntunan Islam dalam tholabul ‘ilmi. Tidak akan bisa tercerap ilmu tanpa kita membaca buku atau kitab.
Fahri sebagai dosen di Edinburgh University sangat mendorong mahasiswa yang di bimbingnya untuk rajin membaca.
“Dan ini, daftar buku-buku yang harus kamu baca tuntas sebelum mengerjakan tesismu itu. Ada tujuh buku. Harus di baca semua. pekan depan, ketika kamu maju ke sini, minimal dua buku harus sudah selesai kau baca.” (hal.149)
Dalam buku ini kang Abik menuliskan buku-buku yang sudah di baca dan dikuasai oleh Fahri. Ada kitab Sirrul Asrar nya  Syaikh Abdul Qadir Al Jilani, Fath al Mannan kitab nya Quthbuddin Asy Syirazy, Majmu’ Washaya nya Al ‘Allamah Habib Hasim bin Shaleh Al bahr, Tafsir Rhuhul Ma’ani, Fathul bari nya Ibnu Hajar, Al Qurthubi, Adab Al Mufrad Shahih Bukhari, Al Manar nya Rasyid Rida, Principles of Strategic managementÂnya Tony Morden, Matan Asy Syatibiyah, Sirah Nabawiyah nya Ibnu Hisyam, Risalah Al MustarsyidanÂnya Al Haris Al Muhasibi dan masih banyak lagi kitab-kitab para ulama yang lain.
# Demoralisasi Generasi Muslim dan Pentingnya Menutup Aurat
Dasar dibangunnya peradaban barat dan peradaban Islam memang beda. Peradaban barat yang saat ini menguasai dunia di bangun dan maju karena agama dipisahkan dari kehidupan (liberal). Berbeda dengan peradaban Islam, semua aspek kehidupan tetap harus berjalan sesuai dengan aturan Yang Maha Menguasai yang sudah ada dalam Al Qur’an, Hadist, Ijma, dan Qiyas. Perkembangan teknologi buah dari  peradaban adalah sebuah keniscayaan, karena memang jaman akan terus berjalan melahirkan produk-produk yang khas sesuai dengan peradaban yang sedang memimpin. Banyak umat Islam termasuk saya saat ini di bikin takjub terpesona  dengan kemajuan teknologi peradaban barat. Jika kakaguman tersebut tidak di sertai dengan kuatnya keyakinan (akidah) bisa saja keimanan umat Islam akan goyah.
Kang Abik menggambarkan pengaruh kemajuan peradaban barat tersebut terhadap pergaulan yang terjadi di negara barat maupun negeri-negeri kaum muslimin.
“Ada banyak hal di Inggris Raya ini yang membuat aku kagum, Mas. Terasa sangat Islami. Disiplinnya. Bersihnya. Keteraturannya. Penghargaan pada ilmu pengetahuan. Budaya baca yang luar biasa. Jaminan sosialnya, kalau sakit gratis berobat, dan lain sebagainya. Sangat sangat baguslah pokoknya. Namun terkadang juga menemui sesuatu yang menbuatku terkaget-kaget karena jauh dari nilai Islami. Misalnya kalau pas party. Inna lillah, minuman keras pasti ada, sering juga berlanjut zina”. (hal.130)
Dalam Islam, seorang ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak amanahNya. Di negara-negara barat sifat individualis tidak perduli acuh tak acuh pun nampak pada sebuah keluarga inti. It’s my business, walaupun masih satu rumah itulah prinsip yang sudah melekat pada kehidupan bermasyarakat di negara-negara barat. Tak seharusnya umat Islam mengikuti prinsip hidup seperti itu, karena dalam syariat sudah jelas bahwa kita (kaum muslimin) tidak akan masuk dalam (golongan) orang yang merugi jika kita beriman dan beramal sholeh serta saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran (seperti terjemahan QS. Al ‘Asr)
Fahri mendesah dan memejamkan mata, ia sangat khawatir pemikiran seperti ibunya Keira itu menular ke banyak ibu di negara-negara muslim di dunia, termasuk Indonesia. Bibit-bibit adanya pemikiran seperti itu sudah ia baca. Mirip acuh tak acuhnya ibu Keira, banyak ibu-ibu di Indonesia yang terang-terangan membiarkan anak gadisnya pergi di boncengkan pacar lelakinya dan merelakan begitu saja ketika keduanya pulang larut malam. Lalu tatkala ketahuan anak gadisnya itu telah hamil di luar nikah, sang ibu tidak merasa telah melakukan dosa besar. Selama pacar lelakinya itu mau menikahi anak gadisnya yang telah hamil itu maka ia menganggap itu semua adalah kejadian yang lumrah saja dan wajar terjadi di antara anak muda. Sang ibu tidak sadar elah meng “halal”kan anak putrinya berbuat zina, atau meng”halal”kan anak putrinya dizinai pacarnya. Astaghfirullahal’adzim. (hal.
Menyedihkan jika kasus remaja aborsi atau hamil di luar nikah saat ini terus bertambah. Semakin bertambah nya maksiat dan jika kita diam saja akan semakin menambah dosa investasi kita kelak di yaumil hisab. Astaghfirullah al adzim
Kang Abik pun menuliskan tentang wajibnya menutup aurat bagi muslimah. Bagi perempuan non muslim hendaknya memakai baju yang tidak terbuka.
“Maaf, kamu pernah lihat film Jet Li yang memerankan Wong Fei Hung?”
“One Upon a Time in China?”
“Ya.”
“Bagus. Ingat tokoh perempuan yang suka sama Wong Fei Hung?”
“Tolong kau tonton lagi…Coba kamu lihat cara Aunt Yi itu berpakaian. Maaf, saya lebih suka jika kamu berpakaian lebih tertutup seperti Aunt Yi itu. Saya aan merasa lebih nyaman. Tapi, terserah kamu. Ini sifatnya saran. Bukan paksaan.” (hal.150)
# Belajar Selalu dari Sejarah (Sirah)
Banyak manfaat dan ibroh (pelajaran) yang bisa kita ambil dari belajar sejarah. Dari belajar sejarah yang ada saat ini, saya masih perlu banyak membaca buku sejarah lagi  untuk bisa menemukan catatan dari para penulis yang data maupun tulisan nya bisa dipertanggungjawabkan. Begitupun ketika belajar tentang bagaiman umat Islam di nusantara ini mempertahankan akidahnya dari penjajahan Belanda yang lamanya beratus-ratus tahun. Selain saya bersyukur karena nikmat Iman dan Islam itu ada pada diri saya sejak lahir. Saya juga masih penasaran dengan perjuangan dakwah para walisongo di nusantara ini di bandingkan dengan negeri-negeri yang lain di bumi Allah.
Kang Abik menuliskan tentang sejarah dalam buku ini dengan menarik.
” Teh ini diracik dan dikemas oleh Thomas Twinings. Diproduksi dan dipasarkan pertama kali pada tahun 1706. Bayangkan, Bah, sejak 1706. Itu berarti 82 tahun sebelum meletusnya revolusi perancis. Itu juga berarti 239 tahun sebelum republik Indonesia diplokamirkan. Ketika Thomas Twinings membuka usaha teh Twinings itu, di jawa pas zaman Susuhunan Amangkurat III bertahta di mataram. karena Susuhunan Amangkurat III sangat anti-VOC Belanda. Maka VOC mengangkat Pangeran Puger menjadi saja tandingan dengan gelar Susuhunan Pakubuwono I. Terjadilah perang tahta dari tahun 1704-1708.”Â(hal.160)
“Iya. London Gazette pertama kali terbit tahun 1655. Tepatnya 7 November 1655. Itu adalah koran tertua di Inggris. Dan masih hidup serta terbit sampai sekarang. Itu artinya koran ini telah terbit kira-kira sepuluh tahun setelah wafatnya Sultan Agung, sultan mataram yang Agung itu. Bayangkan, tahun 1655 itu di London sudah ada koran, sementara kita di Jawa saat itu masih sangat banyak yang buta huruf, Bah. dan koran itu masih bertahan sampai sekarang. Bahkan, kerajaan Mataram sudah tidak ada, koran London gazette itu masih ada.”Â(hal.161)
Fahri jadi ingat, betapa Al-Qur’an banyak sekali menceritakan sejarah para pahlawan. Bukan saja pahlawan bagi sebuah bangsa tertentu dan terbatas, akan tetapi pahlawan dan teladan bagi seluruh umat manusia sepanjang zaman , sampai hari kiamata. Al-Qur’an menceritakan sejarah manusia-manusia paling mulia yang seluruh hidupnya adalah gambaran kepahlawanan dan kesabaran luar biasa. Al-Qur’an menceritakan manusia-manusia pilihan yang layak mendapat julukan ulul ‘azmi, yaitu manusia-manusia yang memiliki keteguhan dan kesabaran luar biasa. Mereka adalah Nuh, ibrahim, Musa, Isa , dan Muhammad SAW. Selain itu juga para pahlawan lainnya, nabi-nabi yang luar biasa sejarah hidupnya. Juga kisah-kisah kepahlawanan yang jika direnungkan dengan sungguh-sungguh akan melahirkan jiwa-jiwa luhur. (hal.363)
# Imigran Kaum Muslim dan Islamophobia di Eropa
Sangat menyedihkan dan tak terasa ikut mengalir air mata melihat (di tv kabel) dan membaca (di berita baik cetak maupun online) kondisi saudara-saudara kita yang sedang berjuang meminta ijin tinggal di negara-negara Eropa.
Kang Abik menggambarkan kondisi tersebut dengan sangat menyentuh dan solutif.
“Tahun lalu saya keliling Eropa. Dari Prancis, belgia, Belanda, dan Jerman. Saya miris, Mas. Di kota-kota besar seperti Paris, Brussel, Amsterdam, Cologne, Muenchen, itu saya menemui banyak pengemis yang boleh saya katakan kok hampir semuanya muslim. Mereka pakai jilbab tapi minta-minta di Paris. Katanya, mereka kebanyakan dari Eropa Timur dan Balkan. Ada juga imigran dari maroko dan Tunisia. Malah banyak di antara mereka adalah imigran gelap.”
“Ini memang realita yang memprihatinkan, Bah. Maka kukatakanada panggilan dakwah untuk kita. bagaimana caranya dan apa yang harus kita lakukan untuk membantu saudara-saudara kita yang sekarang masih kesusahan dan entah terpaksa atau tidak jadi pengemis itu. kalau bukan orang -orang seperti kita yang dianggap berpendidikan siapa lagi? Kita akan sangat malu kalau saudara kita yang homeless itu terus diberitakan. Aku khawatir, kita disini dianggap sampah sosial nantinya.” (hal.175)
“Sister, ini gambar Anda ada di koran beberapa hari yang lalu. Beritanya membuat buruk citra umat islam di sini. Saya sama sekali tidak menyal;ahkan Anda. Saya dan orang-orang muslim yang mampu di kota inilah yang salah karena tidak memerhatikan Anda dengan baik. kasihanilah kami. Biarkan kami beribadah. Biarkan kami terlepas dari pertanyaan Allah di akhirat kelak. bantu kami berdakwah dengan membuat citra positif umat Islam di sini.”Â(hal.202)
Kang Abik pun juga menuliskan bagaimana seharusnya islamophobia itu tidak boleh ada dan menjadi pemikiran saudara-saudara non muslim.
“Dengar Keira, cara berpikirmu itu sangat berbahaya! kalau kau terus berpikiran stereotip dan negatif pada orang lain seperti itu, kau tidak layak jadi publik figur. kau nanti bisa jadi pengobar kebencian. Mohon maaf, terpaksa program ini akan saya hentikan. Dan kau akan aku batalkan ikut kompetisi internasional di italia itu.”
Keira tersentak kaget. Gadis itu menggeleng,”Tolong, jangan. Demi Yesus, jangan lakukan itu, Nyonya Suzan. Saya mengaku salah, tapi jangan kau putus harapan saya di tengah jalan. Saya janji akan ikuti semua saranmu. Tolong, Nyonya.”
“Dengar, Keira. Sekali lagi dengan cara berpikiramu itu sangat tidak fair! Kalau karena ulah segelintir orang, lalu orang lain harus memikul dosanya sangat berbahaya! kalu karena ulah Hitler, terus dunia menuduh semua kaum Kristiani sekejam Hitler, maka itu sangat tidak fair! itu berbahaya!”.Â(hal.310)
# Godaan dan Tantangan Iman Kaum Muslimin
Jika kita sebagai orang yang beriman, yakin dengan janji surgaNya dan azab nerakaNya kelak di akhirat. Tentu kita  sudah siap mendapatkan ujianNya sebagai bukti kasih sayang Allah SWT agar kita lulus menjalani nikmat hidup dariNya.
Baik di negeri dengan mayoritas muslim maupun minoritas muslim, masing-masing kita (kaum muslimin) akan mendapatkan selalu ujianNya sesuai dengan kemampuan kita (insan) sebagai hambaNya.
Kang Abik menggambarkan di buku ini bagaimana seorang muslim mendapatkan cobaan dengan pilihan-pilihan yang memerlukan kecerdasan akal  berfikir untuk memilih pilihan yang sesuai dengan syariatNya.
“Maaf, kami tidak bisa minum segala jenis wine. Kami muslim. kami tidak minum segala minuman yang mengandung alkohol. Mohon maaf. Kami tidak bermaksud menolak. Sungguh kaim sangat mengapresiasi. Hanya kami tidak akan meminumnya. Lebih baik nona Brenda bawa pulang untuk Nona, nikmati bersama teman-teman Nona. Jika tetap mau ditinggal di sini, silakan saja. Hanya tidak akan kami minum. Atau Nona kembalikan ke tokonya. Pasti mahal. Uangnya Nona belikan hadiah yang lain buat kami.” (hal.165)
Kang Abik menggambarkan juga bagaimana kelemahan dan kemunduran kaum muslimin saat ini menjadi bahan bully yang menguji kesabaran dan kecerdasan untuk menyikapinya.
“Apa yang dikhawatirkan? Semua rahasia kita ditulis di koran-koran Arab tidak masalah, tidak ada yang perlu kita takutkan. Sebab mereka tetaplah bodoh dari keledai. Pertama, kalau pun ditulis di koran-koran mereka, maka mereka tidak akan membacanya. Mereka malas baca. Kedua,kalau pun membaca mereka lebih bodoh dari keledai, mereka tidak akan paham isinya. Sebab yang ada di benak mereka saat ini adalah bagaimana mereka tetap bisa kenyang perutnya. Itu saja. Tidak ada lagi pilihan tentang memerdekan manusia dari penghambaan kepada sesama, seperti di hayati para pendahulu mereka. ketiga, kali pun mereka membaca dan paham isinya, maka tenang saja, kepintaran dan kepahaman mereka itu justru akan membuat mereka saling adu mulut dan tengkar tiada habis-habisnya. Lihat itu, ulama-ulama mereka saling serang dengan dalil-dalil agama. Ulama satu menjatuhkan ulama yang lain, dan meminta pengikutnya tidak mendengar kata-kata ulama lain selain dirinya. begitu pula sebaliknya. Mufti satu negara memcaci mufti lainnya. Kalau punada yang benar-benar paham dan sadar, maka tenanglah kalian akan ada intelektual dari kalangan mereka yang membela kita habis-habisan. Sebab mereka telah kita suapi susu, keju, roti hingga kenyang. Ada budi kita dalam darah dan daging mereka maka mereka akan membela kita mati-matian dengan pelbagai cara! Begitu, jelas!”. (hal.257-258)
Fahri Abdullah, tokoh utama yang ditulis kang Abik dalam buku ini adalah seorang dosen yang menguasai kajian perbandingan agama. Fahri sangat menguasai kitab Injil perjanjian lama, Injil perjanjian baru dan juga Taurat. Kang Abik menggambarkan bagaimana seorang muslim diberikan akal untuk berfikir dan membela dienNya berdasarkan petunjuk dari Al Qur’an.
Hal 424 – 448 buku ini sangat menarik untuk di baca, jika sudah membaca semoga semakin meyakinkan kita bahwa Islam adalah keyakinan  yang memuaskan akal, mampu memecahkan semua masalah kehidupan, sesuai fitrah manusia dan memberikan ketenangan jiwa.
“Buah pikiran ilmuwan atheis menjadi bencana kemanusiaan luar biasa di abad modern! Dan yang sungguh tragiis, ternyata Charles Darwin itu keturunan Yahudi, tetapi dia atheis. Kalau bicara tentang janji Tuhankepada Abraham di Taurat, Charles Darwin bisa disebut Bani Israel yang tidak memegang sumpah kepada Tuhan untuk setia kepada-Nya, maka akibatnya adalah kutukan Tuhan dan malapetaka. Dan yang paling kena petaka adalah bangsa Yhudi itu sendiri. Yang dibantai orang Yahudi , yang menjadi otak pembantai yaitu Hitler juga ternyata, konon neneknya adalah Yahudi.”
” Jadi sekali lagi, menyingkirkan agama dan meniadakan Tuhan, adalah bencana terbesar bagi umat manusia. Sejarah telah mencatatnya. hanya keldai yang terus masuk ke lubang yang sama berulang-ulang kali. Saya akhiri ulasan saya dengan kata-kata Francis baron,’Tahu sedikit filsafat cenderung membawa manusia kepada atheisme, namun pemahaman yang dalam tentang filsafat mengantarkan manusia berfikir tentang Allah’.”Â(hal.584)
# Keutamaan Penghafal dan Pengamal Al Qur’an
Program televisi di bulan Ramadhan yang menampilkan anak-anak lancar menghafal Al Qur’an beberapa tahun ini telah  menarik perhatian karena menginspirasi dan memotivasi. Dan saya termasuk yang tersentuh, terdiam, termenung dan akhirnya menutup muka karena malu. Kenapa di usia yang sekarang ini saya tidak mempunyai hafalan surat-surat Al Qur’an sebanyak anak-anak kecil itu?. Robbighfirli….
Mungkin itulah mengapa kita kaum muslimin sampai saat ini belum bisa melihat kehidupan Islami dengan peradabannya yang gemilang bangkit kembali.
Kang Abik menggambarkan sosok Fahri Abdullah adalah seorang hafidz Al Qur’an yang menjaga hafalan nya setiap hari dengan memurajaah di dalam sholat fardhu, sholat sunnah maupun ketika sedang tidak mengerjakan tugas/pekerjaan.
Fahri teringat perkataan Prof. Dr. Sayyid Dasuqi. guru besar Tafsir di Al Azhar yang dulu juga pernah mengajarnya. Prof. Sayyid Dasuqi pernah mengatakan,’ Al Qur’an itu di alam kubur bisa memberi syafaat bagi pemiliknya, di akhirat juga memberi syafaat bagi pemiliknya. Baginda Nabi menjelaskan hal itu dalam beberapa hadits, Jika Al Qur’an di akhirat saja bisa memberi syafaat, tentu Al Qur’an lebih berhak bisa memberi syafaat di dunia ini. tentu semua itu dengan izin Allah.”Â(hal.237)
Dan pasti kita masih ingat dengan seorang remaja yang di penjara sedang membaca surat Al Qolam yang videonya beredar viralÂdi dunia maya. Masya Allah, rekaman surat Al Qolam yang merdu tersebut membuat haru dan merembes mili air mata bagi yang melihatnya dengan perasaan yang rindu dengan Yang Maha Menciptakan, Allah SWT. Dan syafaat Al Qur’an telah membuat remaja yang dipenjara tersebut akhirnya dibebaskan dan menjadi imam masjid dimanapun dia berdakwah dengan Al Qur’an.
# Fakta Apresiasi Pemerintah Terhadap Ilmuwan
Bagi teman-teman yang pernah melihat film ‘Habibie dan Ainun’ masih ingatkah scene ketika pak Habibie dan bu Ainun mengunjungi pabrik pesawat yang di rintisnya di bandung telah kosong dan ditutup. Tentu scene tersebut tak terasa mampu mengalirkan rembesan air di mata. Begitulah faktanya, banyak anak-anak pintar yang disekolahkan ke luar negeri oleh pemerintah, namun tidak bisa mengaplikasikan ilmu yang dipelajari nya karena kendala dana dan kebijakan.
Kang Abik menggambarkan juga keadaan para ilmuwan negeri ini yang tak mendapatkan tempat yang layak untuk mengabdi dan mengamalkan ilmu nya.
“Jujur saya katakan, negara kita Indonesia tercinta adalah negara yang belum jadi. Al Mukarram Gus Mus menyebutnya sebagai ‘Negeri Haha Hihi’. Di youtube bisa kau lihat puisi Gus Mus berjudul ‘ Negara Haha Hihi’ itu. Saya khawatir Indonesia belum bisa menghargai cendekiawan muda terkemuka yang disini sangat diperhitungkan sepertimu. kau tahu kan, aku dulu pulang dengan membawa gelar doktor ushul fiqh dari Cairo University. Pulang ke Indonesia, aku harus memulai hidup dengan menjadi tukang ketik di kampus tempatku mengajar sekarang. Serius, tukang ketik bagian kemahasiswaan. Padahal aku punya SK sebagai pengajar pascasarjana. Tapi aku tidak diberi meja dan kursi sebagai dosen, dan tidak diberi jam mengajar di pasca sarjana. Setelah lama melakukan perjuangan keras, barulah aku mendapatkan hak-hakku. Perjuangan itu mau tak mau disertai setengah mengemis. Pada saat yang sama, aku ditawari mengajar di Brunei dengan segala fasilitasnya. kalau aku tidak mengingat punya amanah tanah wakaf almarhum ayah istri, mungkin aku memilih mengajar di Brunei. Bukan hanya aku yang mengalami hal seperti itu. Yang lebih tragis banyak. Aku masih mending, punya SK. Saat awal masuk program doktor, alhamdulillah diterima CPNS. Ada teman kita yang selesai doktor dari Prancis, yang meski sudah berumur 35 tahun harus luntang lantung karena pulang ke Indonesia tidak punya SK. Ia mengajukan lamaran ke sana kemari. Universitas swasta yang mapan sekarang juga tidak mudah menerima dosen. Ada lagi kisah tragis. Aku tahu persis, sebab aku pernah berjumpa dengan orangnya. Dia lulus S3 dari Jepang. trmasuk yang terbaik di angkatannya. S1 sampai S3 di Jepang. Lalu dia pulang ke daerahnya. ia mengajukan lamaran ke universitas negeri yang ada di daerahnya. Ditolak dengan alasan jurusan keilmuan dia tidak ada. Disarankan untuk melamar ke universitas yang ada di ibu kota. ia juga datang melamar ke universitas negeri di Jakarta. Juga ditolak dengan alasan sama. Jurusan yangsesuai keilmuan dia katanya tidak ada. Temannya yang sudah jadi dosen di malaysia tahu ceritanya. Dia langsung diminta datang ke Malaysia dan ditemukan dengan dekannya. ia langsung diminta jadi dosen tetap, dan dekannya itu bilang,’Universitas kami memang belum ada jurusan sesuai keilmuan Saudara. Tetapi keilmuan Saudara ini langka, maka kami minta Saudara yang membuka jurusan sesuai keilmuan tersebut. Kurikulum terserah Saudara, dana , dan fasilitas kami siapkan’. Aku tidak tega kau yang sudah mengajar di University of Edinburgh, nanti luntang lantung di Indonesia.” (hal.529-530)
# Sense of Humour dan Pribadi yang Menyenangkan
Kang Abik menggambarkan tokoh utama, Fahri Abdullah tidak saja pribadi yang religius, serius, dan akhlaknya bagus. Fahri juga digambarkan seorang yang mampu bergaul dengan siapa saja termasuk orang yang baru dikenalnya.
Profesor Stevens mempersilahkan fahri duduk di sofa yang ada di sudut ruang kerja itu. Perbincangan itu Fahri rasakan terlalu formal. Mungkin Profesor Stevens merasa masih belum terlalu akrab dengan Fahri sehingga memakai bahasa formal. Fahri menginginkan yang lebih cair.
“You alrihght pal, Profesor?” tanya Fahri santai basa-basi dengan susunan Inggris cara Skotlandia. Profesor Stevens sedikit terkejut, namun melihat fahri tersenyum ia jadi tersenyum.
“Yea, I’m OK. How about you?”
“I’m no bad”.
Lagi-lagi Fahri menjawab dengan aksen Skotlandia tapi dibuat lucu. profesor Stevens menunjuk ke fahri dan tertawa.
“I like you, Doktor fahri,” kata Profesor Stevens sambil terkekeh.
“Sorry Prof, I’m not a gay! It’s a big sin!” jawab fahri melucu. Profesor Stevens semakin terkekeh.
“Hahaha…Damn you! You are so fucking smart!” jawab Profesor Stevens sambil tertawa. Suasana telah menjadi cair.Â(hal.40)
Dan ada tulisan kang Abik dalam buku ini yang nyetrum serasa sangat kena dan itu saya banget (hehehe). Mungkin kebetulan pas dengan keadaan fisikly saya saat ini, ketika feel kang Abik menggambarkan tokoh Nurul Azkia, Ketua Wihdah anak kyai nya Fahri saat mondok di pesantren Jawa Timur di buku ini.
Dan benar, tidak lama kemudian serombongan ibu-ibu dan mahsiswi masuk. Seorang ibu-ibu muda agak gemuk memberi hormat dan menyapanya dengan sangat ramah. fahri hampir-hampir tidak percaya bahwa yang ada di hadapannya itu adalah Nurul. benar-benar berbeda dari saat beberapa tahun lalu di cairo, saat Nurul masih jadi ketua Wihdah. Dulu tampak langsing, anggun, ayu dan segar. Kini Nurul lebih gemuk, tubuhnya telah mekar,dengan wajah khas ibu-ibu. Keanggunan di wajahnya telah hilang, berganti wajah yang berwibawa. (hal.525)
# Selalu memunculkan Idrak Sillah Billah (Kesadaran Hubungan Langsung dengan Allah SWT)
Jika manusia mengetahui  besok adalah waktu ajal menjemputnya, dapat dipastikan manusia akan berlomba-lomba melakukan amal perbuatan yang bisa menambah pahala kelak nanti  di yaumul hisab. Sayang, Allah SWT merahasiakan ajal setiap hambaNya dan menyimpan di lauhul mahfudzÂ. Ketika jodoh, rizki dan ajal itu adalah hak prerogatif ÂAllah maka ikhtiar manusia hanya selalu ber-taqarrub kepada Allah SWT.
Dalam buku Ayat Ayat Cinta 2 ini kang Abik menggambarkan Fahri dan istrinya, Aisha adalah seorang muslim yang mengutamakan mahabbah hanya kepada Allah dan Rasulullah.
Perjuangan untuk bangun menegakkan shalat malam ketika tubuh sangat lelah sungguh tidak ringan. Berjuang mengalahkan ego dan nafsu diri sendiri sungguh berlipat-lipat beratnya. Fahri teringat nasihat Syaikh Utsman, guru talaqqi-nya di Mesir.
“Sekali nafsu itu kau manjakan, maka nafsu itu akan semakin kurang ajar dan tidak tahu diri! Jangan pernah berdamai dengan nafsu! Sekali kau berdamai, maka nafsu itu akan menginjak harga dirimu dan menjajahmu! Jangan beri kehormatan sedikit pun pada nafsumu. Perlakukan dia sebagai makhluk hina, pengkhianat yang tidak boleh diberi ampun!” (hal.80)
Manusia diberikan nikmat hidup di alam fanaNya ini penuh dengan tipu daya dan godaan. Selama masih ada makhluk ciptaanNya, setan yang membangkang perintah Allah maka perjuangan antara yang haq (mengikuti syariat Allah) dengan yang batil (mengingkari syariat Allah) akan tetap berlangsung hingga hari kiamat. Salah satu ujian tersebut adalah cinta duniawi melebihi cinta manusia kepada Allah dan Rasulullah. Kang Abik menggambarkan salah satu tokoh yang rela mengorbankan nyawa nya jika ada yang menghina Allah dan Rasulullah.
“Kalimatmu yang terus terngiang-ngiang di telingaku. Kau katakan dengan lantang,’Dengar, aku siap mempertaruhkan nyawaku demi membela kehormatan nabiku dan keluarganya!”.
“Apakah aku boleh mendapatkan kehormatan menikahi perempuan yang siap mempertaruhkan nyawanya demi membela kehormatan nabinya dan keluarga nabinya?”. (hal.511)
Kang Abik juga membagikan bagaimana caranya kita bisa meneladani sifat zuhud yang dimiliki Rasulullah, para shahabat, juga para ulama salaf.
“Zuhud bukan berarti menolak karunia Allah. Zuhud adalah membersihkan hati dari dijajah harta dunia. Zuhud adalah memenuhi hati hanya menuju Allah. Smua yang kita terima dari Allah menjadi dzikir, pengingat Allah. Mendapat nikmat harta itu sebagai ladang-ladang untuk akhirat. Menghadapi ujia, bersabar, ingat Allah. Ketika perintah sholat selalu digandeng dengan perintah zakat itu sudah cukup jadi dasar bahwa harta benda juga penting dalam kehiduoan beribadah. Abu Bakar, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Imam Abu hanifah, Imam Abdullah bin Mubarak dan tokoh-tokoh besar lainnya adalah contoh orang-orang yang kaya raya, namun juga zuhud. Mereka tidak berpakaian gembel, harta mereka berlimpah namun untuk tegaknya agama Allah.”Â(hal.629)
Dan kang Abik pun menggambarkan bagaimana kita harus mempersiapkan diri jika nanti ajal sewaktu-waktu akan menghampiri diri.
“Perjalanan kita hidup di dunia ini dan perjalanan kita setelah mati untuk hidup yang sejati di akhirat memerlukan bekal yang cukup. Semua bekal selain takwa kepada Allah tidak akan mencukupi keperluan kita untuk sampai kepada tujuan kita, yaitu sampai pada surga Allah SWT dan mencapai ridha-Nya. hanya takwa, bekal yang mampu menyampikan kita ke sana. Di dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan kita agar mengambil perbekalan untuk perjalanan panjang kita ini. Dan Allah menegaskan, fa inna khaira zaadit taqwa wattaquuni ya ulil albab! Sesungguhnya, sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang yang punya akal!”.(hal.651)
# Romansa Kehidupan Suami Istri
Ayat-Ayat Cinta 2 seperti halnya Ayat Ayat Cinta  yang sepuluh tahun yang lalu ditulis kang Abik, akan ada bagian yang membuat para pembaca baper. Jika di Ayat Ayat Cinta, para pembaca perempuan jomblo akan dibawa perasaannya dengan pertanyaan,’ Apakah tokoh Fahri itu ada di kehidupan nyata?’. Maka di Ayat-Ayat Cinta 2 ini, saya dibawa perasaan,’ Apakah memang ada seorang suami sebegitu romantisnya seperti Fahri?’ (hehehe). Yach, setiap suami mempunyai style sendiri untuk mengungkapkan perasaan nya kepada pasangan halalnya. Penggambaran tokoh Fahri oleh kang Abik, bisa  menambah bahan guyonanÂsaya ke suami yang memang bukan type Fahri Abdullah.
Ternyata Aisha telah menyiapkan segalanya dengan rapi. Aisha bahkan memberikan kejutan. Ia telah memesan perlengkapan spa di kamar. Dan siang itu dirinya dilucuti oleh Aisha untuk dipijat dan disegarkan dengan spa hingga dirinya tertidur. Sore hari menjelang maghrib, pemandangan di teras beranda hotel yang mengarah ke Danau Titisee begitu memsona. ia berdiri sambil memeluk Aisha, dengan mulut mengumamkan dzikir sore. Dan kedua mata menikmati panorama alam yang luar biasa indanya. bau khas parfum lembut Aisha menyempurnakan suasana romantis itu. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Aisha?
Dan malam harinya, di kamar hotel di pinggir Danau Titisee itu, Aisha menjelma menjadi bidadari yang telah membuang segala rasa malunya di hadapan suaminya tercinta, dan memberikan yang terbaik saat beribadah bersama suaminya. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Aisha?.Â(hal 64)
Fahri melihat ke jendela. Ia melihat halaman rumahnya yang basah. Rerumputan yang basah. Pohon mapel yang basah. Dan seluruh kawasan Stoneyhill yang basah. Fahri tersenyum ketiks mrlihst dua ekor burung gereja berkejaran dan hinggap di atap rumah Brenda. Burung itu mengingatkan masa kecilnya ketika hujan-hujanan bersama teman-temannya di halman masjid. Fahri mengamati sepasang burung itu dengan seksama.”Hari ini belum musim semi, kenapa kalian tidak sabar sedikit?” kata Fahri dalam hati. Ia juga teringat dirinya sendiri. Kalau Aisha ada di sisinya ia juga serng tidak sabar untuk mengajaknya beribadah di dalam selimut sakinah, mawaddah war rohmah.Â(hal 124-125)
Seringkali, setelah sampai di rumah dan keringat karena jalan-jalan pagi telah kering. Hulya mengajak suaminya ke kamar untuk beribadah penuh khusyuk sebagai suami istri layaknya salehin beribadah. Fahri begitu sabr dan telaten menggiringnya memmasuki mihrab-mihrab kenikmatan ibadah yang menggetarkan sleuruh syaraf-syaragnya. Berulang-ulang kali ia memekikkan tasbih di telinga Fahri dengan keuda mata terpejam. harum kesturi mengiringi merekahnya jutaan bunga mawar yang indah di dalam batinnya.Â(hal.610)
Begitu tahu Sabina membawa Umar jalan-jalan keluar rumah. Hulya langsung berbisik kepada Fahri yang duduk di ruang tamu.”Kita punya waktu dua puluh menit. Bau bunga-bunga musim semi ini membuatku ingin ibadah seperti yang dilakukan para penghuni surga. Ayo cepatlah, Sayang!”
Fahri tersenyum, ia bangkit mengikuti langkah istrinya naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamar. Di dalam kamar, setelah fahri dan Hulya berwudlu, keduanya lalu menyatu begitu khusyk dan mesra dalam ibadah bersama. (hal.615)
# Teladan Ketika Sakaratul Maut Menjemput
Seringkali kita melihat FTV religi maupun kerabat kita yang akan meninggal sangat kesakitan ketika malaikat Izrail bersiap untuk mencabut nyawa. Bahkan Rasulullah, manusia paling dimuliakan oleh Allah SWT masih merasakan sedikit rasa sakit menjelang wafat Beliau SAW. Bagaimana dengan kita, sudah siapkah diri ini merasakan rasa sakit ketika raga berpisah dengan nyawa yang rasa sakitnya banyak di tulis di hadits. Robbighfirlii…
Kang Abik menggambarkan bagaiman seharusnya seorang muslim bersiap menghadapi sakaratul maut yang siap menjemput.
“Tolonglah, Suamiku! Dan terakhir, jangan ke mana-mana, dan bacakanlah Al Qur’an di sampingku! AKu ingin hal yang terakhir kudengar adalah ayat-ayat suci Al Qur’an, dan doakan aku husnul khatimah.”
“Oh ya, satu lagi, Suamiku, mintakan maaf kepada semua orang yang mengenalku. Dan kelak di akhirat nanti, jika engkau, juga ayah dan ibu, sudah masuk surga lalu kalian tidak menemukan aku, maka carilah aku. Carilah aku ke neraka, aku khawatir sekali kalau terpeleset ke sana. Lalu mintalah kepada Allah agar memasukkan aku ke dalam surga. kalian jadilah saksi bahwa aku pernah shalat bersama kalian, pernah membaca Al -Qur’an, dan pernah menyebut nama Allah bersama kalian. Bersaksilah kalian kelak bahwa kalian pernah mendengar aku mengucapkan kalimat syahadat: asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah!” (hal.660)
Kekurangan
Buku Ayat-Ayat Cinta ini lebih tebal dari Ayat-Ayat Cinta sebelumnya. Dengan ketebalan buku hampir 700 lembar, merupakan sesuatu bagi saya untuk bisa membacanya dengan cepat. Buku kang Abik ini adalah buku  paling tebal pertama yang saya baca. Tebalnya buku ini membuat saya kurang bersemangat  ketika membaca bagian yang konfliknya kurang gereget. Namun, karena rasa penasaran puool mengapa  Aisha bisa selamat dari penjara Israel lah yang akhirnya membuat saya bisa menyelesaikan membaca.
Setting atau latar Ayat-Ayat Cinta 2 di Britania Raya tepatnya di kota Edinburg negara bagian Skotlandia membuat saya sedikit missing tidak bisa menyatu merasakan seolah-olah ikut berada di dalam setting buku ini. Tidak seperti setting Ayat-Ayat Cinta di Mesir,  saya masih bisa merasakan bagaimana suasana trem atau kereta yang digambarkan kang Abik dalam buku tersebut.
Penggambaran lokasi yang detil oleh kang Abik ternyata tidak mampu membuat saya bisa merasakan empat musim yang terjadi di Ayat-Ayat Cinta 2. Bagi saya yang lebih bisa belajar dengan visual, lebih bagus jika ada lembar peta untuk menggambarkan setting nya.
Gambar di ambil disini |
Typo di cetakan IV buku ini masih ada, Fahri ditulis dengan Fahmi. Ada juga dialog yang harusnya menyebut Hulya, di tulis Heba (hal.329). Mungkin tebalnya buku memerlukan lebih banyak waktu untuk mengedit tulisan agar tidak ada typo, semoga di cetakan selanjutnya sudah tidak ada lagi kesalahan tersebut.
Kang Abik mampu menciptakan konflik yang dinamis dengan banyak tokoh yang dimunculkan. Dan tokoh utama, Fahri Abdullah tetap menjadi solution man . Namun di buku Ayat Ayat Cinta 2 ini  saya menemukan narasi dan kondisi seperti sinetron style . Beberapa tulisan ada yang berlebihan (menurut saya), kurang natural dan apa adanya. Berbeda dengan Ayat Ayat Cinta sebelumnya Fahri Abdullah yang digambarkan kang Abik tidak berlebihan dan tidak banyak kalimat sinetron style.
Kesimpulan
Ayat Ayat Cinta 2 karya kang Abik adalah buku yang sangat layak untuk dibaca. Baik untuk usia remaja maupun remaja puluhan tahun yang lalu seperti saya (hehehe). Inteletual kang Abik tertuang dan tertulis dalam buku ini. Sebagai alumni Al Azhar University, Cairo Mesir kang Abik mengajarkan ke para pembaca tentang ilmu alat yang di kuasainya. Ilmu-ilmu alat (bahasa arab, fiqh, ulumul hadits, ulumul Qur’an, dll) menjadi ilmu baru bagi pembaca (khususnya saya) yang mampu menggugah kesadaran seorang muslim, bagaimana seharusnya mengoptimalkan nikmat hidupNya hanya untuk terikat dengan aturan hidupNya.
Laa Haula Wa laa Quwwata Illa Billah
Ending Ayat- Ayat Cinta 2 ini masih nggantungÂ(menurut saya) dan banyak tanda tanya apa yang terjadi selanjutnya dengan Fahri dan Aisha. Sepertinya kang Abik sengaja membuat ending yang membuat penasaran para pembaca setia buku-bukunya. Jika iya akan dibikin thriller, oukeeh siap ditampi dan dinanti karya kang Abik di buku Ayat-Ayat Cinta yang ketiga.