Oleh: Dede Yulianti A.Md.
(Revowriter Bogor)
Setiap tahun miras menelan nyawa manusia di negeri ini. Tahun 2017 Jawa Barat menempati peringkat terbanyak korban miras oplosan. Berikutnya Jawa Tengah, kemudian di peringkat ketiga DKI Jakarta. (kriminologi.id 07/04/2018).
Tahun ini kejadian luar biasa terjadi. Kembali miras oplosan memakan korban di beberapa wilayah di Jawa Barat dan Jakarta. Jumlah korban miras oplosan yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cicalengka, Kabupaten Bandung, hingga Rabu (11/4) pukul 08.00 WIB, mencapai 157 orang. (Republika.co.id. 11/04/2018). Total 91 orang dilaporkan tewas, 58 orang di Jawa Barat, 33 orang di Jakarta dan sekitarnya (Kompas.com 13/04/2018).
Meskipun setiap tahun data korban jiwa terus bertambah, namun tak ada tanda-tanda produksi, distribusi dan konsumsi miras oplosan ini akan berakhir. Tahun 2017 ditemukan pabrik miras oplosan di Payakumbuh yang memproduksi miras 3000 botol/hari. (detik.com. 03/11/2017).
Tahun ini kembali pabrik miras digerebek, di Cicalengka Bandung dengan produksi sebanyak 240 botol/hari. Sementara di Cipondoh Tangerang, pabrik miras oplosan omsetnya mencapai Rp 16 juta/hari. Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan di Polres Tangsel, menyatakan, “kurang lebih 2 tahun dengan hasil produksi 3.200 botol per hari. Ini rumahan dan tidak ada izinnya.” (detik.com 13/04/2018).
Miras oplosan yang disebut ilegal ini diproduksi setiap hari dengan jumlah ribuan botol/hari. Belum lagi miras yang pabriknya legal, besar dan berpuluh tahun berdiri di Indonesia. Untuk miras pabrikan yang legal, tentu harganya tak terjangkau semua kalangan. Maka penikmat minuman haram kelas teri pun, memilih miras oplosan yang harganya lebih murah. Sekalipun ancaman kehilangan nyawa jadi taruhan. Jadi persoalannya bukan semata-mata miras oplosan yang berbahaya. Namun keberadaan miras itu sendiri yang dipelihara, dengan adanya pabrik yang berizin dan tempat-tempat penjualan miras yang diperbolehkan negara. Sedangkan miras oplosan hanya menjadi alternatif bagi mereka yang berkantong tipis.
Pendapatan negara dari minuman beralkohol dilaporkan pada tahun 2017 mencapai Rp 5,6 triliun . (Republika.co.id 13/04/2018). Bahkan, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi menyatakan pemerintah mentargetkan setoran cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 6,5 triliun di tahun 2018. (Liputan6.com 07/11/2017)
Fakta tersebut menepis anggapan miras sebagai minuman haram di negeri ini. Bagaimana mungkin diharamkan jika keberadaannya diatur tidak dimusnahkan. Selama menghasilkan keuntungan materi yang berlimpah, maka di sana ada sumber pajak. Bahkan menjadi salah satu pemasok pendapatan negara. Tanpa menghitung nilai moral dan kerusakan sosial yang ditimbulkan. Paradigma kapitalistik inilah sesungguhnya yang menyebabkan penyelesaian kasus miras tak ada ujungnya.
Wajarlah eksistensi miras tak dapat diberantas, selama aturan kapitalistik tak dilepaskan dari negeri ini. Akhirnya kasus serupa terus saja berulang. Sementara kerusakan masyarakat sungguh sangat nyata akibat miras. Kriminalitas, kecelakaan lalulintas, perampokan, pembunuhan, hingga pemerkosaan terjadi di bawah pengaruh miras.
Dalam Islam, bukan hanya miras yang menyebabkan kematian saja yang dilarang. Jelas statusnya sebagai barang haram, maka tidak boleh ada produksi, penjualan serta konsumsinya. Dari Anas ra. “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel, yaitu: pemerasnya (pembuatnya), distributor, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesannya.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Alhasil tak akan ada pabrik miras legal berizin, apalagi oplosan. Semua pihak yang terlibat, dianggap kriminal dan mendapatkan hukuman. Tak ada satupun tempat yang diizinkan menjualnya. Bahkan penikmatnya sekalipun dianggap pelaku kriminal karena melanggar syariat Islam.
Satu-satunya cara memberantas miras hanya dengan aturan tegas. Yang mengharamkan miras dari hulu hingga hilir. Serta menutup rapat semua akses produksi dan penjualannya. Meskipun ada peluang keuntungan materi di sana, keselamatan rakyat lebih berharga. Negara bertanggungjawab menjaga kehormatan, keamanan dan keselamatan rakyat. Tak mungkin bisa terjadi di negeri yang menganut sekulerisme kapitalis. Sebab agama tak dijadikan rujukan, sementara kepentingan pemilik modal lebih didengar.
Hanya negeri yang menerapkan syariat Islam saja yang sanggup memberantas miras. Melenyapkan semua kerusakan yang ditimbulkannya. Penerapan syariat Islam selain menjadikan negeri ini bersih dari miras, juga akan mewujudkan negeri yang aman dan diberkahi Allah SWT.
==============================
Sumber Foto : zonamuslim