Oleh : EL Fitrianty (penulis buku serial “Balita Cerdas”)
Islam itu indah dan menyintai keindahan.
Kalau Islam itu indah, mengapa tidak semua orang muslim menampakkan keindahan itu? Bukankah seharusnya ajaran islam yang indah itu terpancar dari para pemeluknya (orang-orang muslim)? Atau, mengapa (misalkan) Jepang nampak lebih indah dari negeri kaum muslimin? Jepang yang lebih bersih, lebih tertib dan penampakan-penampakan lahiriah lainnya? Apakah negeri kaum muslimin memang tidak indah? Tidak nampak keindahannya? Atau sengaja tidak ditampakkan alias ditutup-tutupi, entah oleh siapa? Sehingga yang nampak justru yang sebaliknya?
Ketika kita menyebut sesuatu itu indah, apa standar yang kita pakai untuk menyimpulkan demikian? Apakah yang bersih dan tertib saja yang termasuk parameter keindahan? Kalau parameter indahnya secara kasat mata dan secara umum diterima orang seperti kemajuan ekonomi, keteraturan hidup dan sejenisnya nampaknya jika Jepang dan beberapa negara lain dikatakan jauh lebih indah, bisa jadi benar. Coba saja bandingkan dengan Indonesia, Bangladesh, Arab, dan lain-lain. Padahal hampir semua orang laki-laki di Bangladesh itu namanya MD alias Muhammad, tapi Bangladesh itu termasuk negara korup di Asia.
Jadi, poin jawabannya sebenarnya kembali ke definisi indah itu apa. Misalkan Jepang. Secara umum Jepang memang indah dan maju. Secara filosofi mereka juga baik-baik saja. Kalau kita katakan mereka tidak bahagia, itu relatif. Hanya saja, bagaimana dengan keberlanjutan generasinya? Orang Jepang pada umumnya tidak suka menikah dan punya anak, tidak semata-mata karena enggan. Tapi mereka juga benar-benar mempersiapkannya hingga banyak ketakutan dari sisi ekonomi, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Namun yang terjadi, Jepang –dengan kondisi sosial yang seperti itu (tidak suka menikah dan punya anak)- pada akhirnya memiliki neraca demografis yang tidak bagus dan bermasalah.
Jumlah orang tua di sana lebih banyak dari angkatan mudanya dan mereka menjadi beban. Kita juga tahu bagaimana China juga mengalami hal serupa dan kini mencoba meninjau ulang kebijakan satu anak. Itu baru dari sisi ekonominya.
Sekali lagi, kuncinya sebenarnya kembali ke definisi indah itu tadi. Dan islam lah yang memberikan solusi yang paripurna, bahkan tidak hanya dalam level satu negara saja tapi secara global.
Kita bisa lihat bahwa dengan isme-isme yang ada di dunia ini kesenjangan terjadi di mana-mana. Definisi “indah” yang ada sekarang sepertinya terbatasi sekadar untuk negara atau kawasan saja. Definisi “indah” terbatas pada yang tampak misal secara geografis dari sisi kawasan saja.
Memang kita tidak bisa menjudge misal orang Jepang itu maju tapi tidak bahagia dengan bukti banyaknya angka bunuh diri (misal hampir 100 orang perhari). Karena bahagia itu relatif.
Dengan sistem yang dianut masing-masing negara itu akan sampai juga pada “keindahan” sampai pada level tertentu. Dari sejarah, kita bisa lihat bahwa selama orang itu konsisten berpegang pada suatu isme ya mereka akan bisa mewujudkan ‘kemajuan’ dalam suatu level tertentu. contohnya negara Rusia atau Jerman dengan sosialismenya, Jepang dengan atheismenya, Amerika dengan kapitalismenya. Hanya saja, apakah level itu yang mau dicapai dan yang kita pilih?
Gambaran keindahan Islam yang sempurna sebenarnya sudah ada pada manusia teladan dan terbaik sepanjang zaman yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa salam.
Keindahan tidak hanya pada aspek fisik dan yang terlihat secara kasat mata, namun juga keindahan akhlak yang luar biasa mulia ada pada diri beliau shallallahu alaihi wa salam. Keindahan yang tidak akan luntur dan berkurang karena arus zaman. Keindahan yang membuat kita akan semakin mendekat kepada beliau shallallahu alaihi wa salam dengan meneladani akhlaknya. Keindahan yang membuat kita semakin cinta dengan Islam, agama paripurna. []