Oleh.Puspita Satyawati,S.Sos
(Founder Majelis Qonitaat Sleman,Yogyakarta)
Baiti jannati. Tentu dambaan setiap insan. Rumah yang tak hanya memancarkan pesona keindahan dan nuansa ketenangan. Juga mendukung bagi sang penghuni menjalankan sekian ketaatan. Pun memberikan perlindungan fisik dan psikis terutama bagi penghuni wanita ( Muslimah ). Bagi wanita, rumah laksana istana. Menjadi tempat mendapatkan rasa aman dan nyaman. Khususnya saat mengenakan pakaian keseharian tanpa menutup aurat.
Kaedah syara’ menyatakan al ashlu fil mar’ah innahaa ummun wa robbatul bait ( fungsi asal wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga ) karena wanita adalah kehormatan yang harus dijaga. Peran strategis ini akan terlaksana optimal manakala rumahnya ramah terhadap Muslimah.
-Terlindung dari Luar Rumah-
Begitu besarnya perlindungan Islam terhadap kehormatan wanita. Islam menetapkan kehidupan di dalam rumah berada dalam kontrol dan wewenang penuh sang pemilik. Syariat telah memberikan tata kelola dalam menjadikan rumah ramah muslimah.
Untuk menjaga penghuni dari orang di luar rumah, Islam memberikan pengaturan yaitu :
1. Melarang memasuki rumah tanpa izin penghuninya.
Allah SWT berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu ( selalu ) ingat.” ( Terjemah Q.S. An Nuur : 27 ).
Siapapun yang masuk rumah orang lain tanpa izin penghuninya dianggap liar. Jika sembarang orang dibiarkan masuk tanpa izin, tentu Muslimah di dalam rumah tersebut merasa tidak nyaman. Permohonan izin sekaligus menjadi isyarat bagi wanita agar mengenakan pakaian penutup aurat jika hendak menemui tamu pria bukan mahram.
2. Batas meminta izin sebanyak tiga kali.
Mengenai Q.S. An Nuur ayat 27, Imam Al Qurthubi menjelaskan bahwa meminta izin itu tiga kali. Sebab jika seseorang mengatakan suatu perkataan sebanyak tiga kali, biasanya perkataan itu dapat didengar dan dipahami.
3. Tidak boleh menjawab dengan kata “aku.” Sehingga pemilik rumah tidak mengetahui pasti siapa tamunya.
Al Khatib menuturkan dalam kitab Jami’ dari Ali bin Ashim Al Washiti. Syu’bah berkata pada Ali, ”Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepadaku dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,”Aku pernah mendatangi Nabi SAW karena keperluanku. Lalu mengetuk pintu rumah beliau. Beliau bertanya, “Siapa itu ?” Aku menjawab, “Aku !” Beliau bersabda, “Aku. Aku !” seolah beliau tidak menyukai perkataan itu.”
4. Larangan melayangkan pandangan ke dalam atau seisi rumah tanpa izin.
Imam ath-Thabrani meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Siapa saja yang memasukkan pandangannya ke dalam rumah orang lain tanpa seizin penghuninya, berarti ia telah menghancurkan rumah itu.”
5. Larangan masuk ke dalam rumah jika tidak menjumpai seorang pun sampai ada izin untuknya.
Allah SWT berfirman : “Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘Kembali ( saja ) lah’, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( Terjemah Q.S. An Nuur : 28 )
Imam Al Qurthubi menjelaskan tidak boleh memasuki rumah tanpa izin pemiliknya. Sekalipun pintu rumah tersebut terbuka. Karena agama telah menutup pintunya dengan larangan masuk hingga pintu dibuka oleh izin pemiliknya.
6. Jika penghuni rumah memintanya kembali maka harus kembali dan tidak boleh memaksa agar dibukakan pintu ( Q.S. An Nuur : 28 ).
Tidak boleh seorang tamu mendesak meminta izin atau memaksa agar dibukakan pintu. Pun tidak dibolehkan berdiri seraya menunggu – nunggu di depan pintu.
-Terjaga di Dalam Rumah-
Bagi seorang Mukmin, rumah bukan sekedar ruang beristirahat atau melepas lelah. Juga sebagai tempat mentarbiyah kehidupan beragama. Bahkan hari ini rumah merupakan benteng terakhir pertahanan kaum Muslimin dari berbagai pengaruh luar merusak.
Corak pergaulan islami harus senantiasa dihadirkan oleh segenap penghuni rumah. Jangan sampai antarpenghuni justru mempraktekkan pergaulan bebas di rumah sendiri. Misalnya mengenakan pakaian yang menampakkan aurat. Meski sesama saudara tetap menjaga adab berpakaian. Apalagi jika di dalam rumah terdapat kerabat yang bukan mahram. Tak hanya masalah pakaian, adab bergaul lainmya juga mesti dijaga seperti tidak berkhalwat, dsb.
Salah satu aturan pergaulan bagi penghuni rumah adalah firman Allah SWT :
“Hai orang – orang yang beriman, hendaklah budak – budak yang kamu miliki dan orang – orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali ( dalam satu hari ) yaitu : sebelum sholat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian ( luar ) mu di tengah hari dan sesudah sholat Isya’. Itulah tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak ( pula ) atas mereka selain dari ( tiga waktu ) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu ( ada keperluan ) kepada sebagian ( yang lain ). Demikianlah Allah menjelaskan ayat – ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” ( Terjemahan Q.S. An Nuur : 58 )
Ayat ini mengajarkan kepada Mukmin agar bersopan santun di dalam rumahnya sendiri. Demi menjaga kehormatan ayah bunda dan anggota rumah lainnya, ada tiga waktu yang diharuskan meminta izin. Termasuk bagi hamba sahaya dan anak belum baligh jika hendak menemui tuan dan nyonya rumah. Yaitu sebelum sholat Subuh, menjelang Dzuhur dan setelah sholat Isya’.
Tiga waktu ini disebut waktu aurat karena inilah saat orang beristirahat. Lalu berganti pakaian ternyaman yang memungkinkan terlihat aurat lebih banyak dibanding ketika mengenakan pakaian keseharian. Ini sekaligus mengajarkan kepada anak – anak agar menghargai waktu istirahat ayah bundanya. Juga menjaga kehormatan orang tua.
Maa syaa Allah. Begitu sempurna dan detil syariat Islam mengatur kehidupan manusia. Terutama dalam mewujudkan rumah ramah Muslimah. Muslimah akan merasa aman dan nyaman sehingga maksimal dalam menunaikan tugas keseharian.
*Kepustakaan : Kitab Nidzom Ijtima’i, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani.