️Judul : Ayah di Madrasah Keluarga
️Penulis : Cahyadi Takariawan, Salim A Fillah, Fahima Indrawati, Arif Rahman Hakim dll
️Penerbit : Rumah Keluarga Indonesia Yogyakarta
️Tebal : 285 halaman
️Tahun terbit. : Desember 2017
️Peresensi : Erna Rahmawati
Senyatanya, Al Quran lebih banyak mencatat peran Ayah dalam mendidik anak-anaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari dialog dialog indah antara Orangtua dan Anak. Di dalam Al Quran yang banyak tertulis adalah dialog antara Ayah dan Anak. Lihatlah betapa indah dialog Luqmanul Hakim dan anaknya. Betapa dahsyat dialog Ibrahim AS dengan ananda Ismail AS. Bagaimana para ayah ini memanggil anak-anak dengan panggilan yang spesial.
“Yaa Bunayya (wahai ananda)”. Coba rasakan. Betapa lezat panggilan itu di gendang telinga. Mungkin jika dilihat sepintas orang menyangka itu panggilan lembut seorang bunda pada anaknya. Namun ternyata begitulah Al Quran merekam dialog para ayah sejati memanggil lembut anak-anaknya.
Riset riset membuktikan peran keayahan (fatherhood) di sepanjang sejarah pada suku suku yang ada di muka bumi dalam mendidik menunjukan peran yang dominan. Bahkan sejak bermain, membacakan kisah, sampai kepada menuturkan narasi-narasi besar peran keluarga dalam peradaban adalah tugas para ayah.
Sejalan dengan itu, ternyata ada sebuah buku yang menggelitik saya, buku Ayah di Madrasah Keluarga buah khidmat Rumah Keluarga Indonesia Yogyakarta. Para penulisnya yang tidak diragukan lagi kapasitasnya di belantara kepenulisan seperti Ustadz Cahyadi Takariawan, Salim A Fillah. Dan kontributor yang digerakkan oleh Fahima Indrawati dan kawan kawan di Rumah Keluarga Indonesia Yogyakarta. Di samping itu , penulis-penulis lain yang bersemangat dengan gerakan fatherhood menjadi buku ini terasa hidup.
Kembali ke judul tulisan saya, buku ini terbit pada bulan Desember 2017. Bahasanya ringan, mengalir dan populer. Bahasannya pun mengedepankan nilai-nilai qurani yang tidak menggurui.
_Ayah Ajari Aku Sesuai Fitrah_
Pada bagian pertama, buku ini membahas mengenai bagaimana pendekatan pengasuhan orangtua terutama ayah sejalur dengan fitrah anak. Ada 11 judul dalam bagian ini. Diawali dengan tulisan Salim A Fillah yang bicara tentang Qoulan Sadida. Perkataan yang shidiq (benar) mutlak menjadi pilihan setiap ayah sebagaimana diamanatkan oleh ayat kesembilan surat An-Nisa. Disambung dengan tulisan Arif Rahman Hakim tentang 8 Hal yang terlupakan dalam pengasuhan anak.
Fahima Indrawati mengingatkan tentang keteladanan Ayah dalam “Jejak Cinta Keteladanan Ayah”. Ia mengisahkan bagaimana sosok Ibrahim dengan kekuatan imannya mengalahkan cinta dan bisikan nafsunya, saat perintah menyembelih Ismail datang. Ibrahim sebagai ayah mengajarkan kepada generasi sesudahnya Bagaimana menempatkan anak sebagai amanah sekaligus belahan jiwa.
Serta 8 judul lainnya yang saling melengkapi tema bagian ini.
Ayah Tak Ingin Aku Menyerah
Ada 12 judul dalam bagian ini. Tulisan Cahyadi Takariawan dalam ” Good Father” mengungkap bahwa menjadi ayah yang baik adalah sebuah proses. Rochma Yulika berbicara tentang mewariskan semangat ayah ke anaknya. Dan 10 tulisan lain yang keren.
Bersamaku, Ayah Tak Pernah Lelah
Dibagian ini judul judul tulisan lebih banyak mengupas sisi ayah yang lebih operasional. Sosok ayah yang harus hadir secara utuh di rumah, bagi istrinya, bagi anak-anaknya, bagi keluarganya. Keluarga perlu warna seorang ayah karena peran ayah sebagai kepala keluarga, pemimpin, bukan cuma pencari nafkah.
Jadi apa sesungguhnya peran Ayah? Hary Santosa dalam bukunya FBE mengungkapkan bahwa:
1. A Man of Mission and Vision
Para ayah adalah pembuat misi keluarga, yaitu peran spesifik keluarga dalam peradaban. Lihatlah di dalam Al Quran bagaimana Nabi Ibrahim AS adalah sang pembuat misi keluarga. Misi keluarga beliau diabadikan dalam doa-doanya.
2. Pensuplai Ego
Seorang ayah diperlukan kehadirannya sebagai pensuplai Ego bagi anak anaknya. Supply ego ini memberikan kemampuan “leadership” bagi anak anaknya
Baca Yuk, [25.04.18 13:31]
, sementara ibu pemberi supply Emphaty atau “followership”.
3. Pembangun Struktur Berpikir Dan Rasionalitas
Ayah dengan rasionalitas berfikirnya, berkontribusi membangun struktur berfikir bahkan inovasi di rumahnya atau di keluarganya. Kalau Ibu memberikan kemampuan emosional.
4. Pensuplai Maskulinitas
Para ayah diperlukan kehadirannya untuk memberikan suplai maskulinitas baik anak lelaki maupun anak perempuan. Ayah dan Ibu harus hadir sepanjang usia anak sejak 0-15 tahun (Aqil Baligh). Anak lelaki pada usia 7-10 tahun memerlukan lebih banyak kedekatan pada ayahnya untuk menguatkan konsep fitrah kelelakiannya menjadi potensi peran seorang lelaki sejati.
5. Ayah Sang Raja Tega
Pada usia 10 tahun ke atas, anak anak perlu diuji kemandirianya, keimanannya dgn beragam program, nah para ayahlah sang raja tega yang mampu memberikan tugas tugas berat untuk menguatkan potensi potensi anak menjadi peran peran peradabannya kelak. Dalam hal ini ibu sebagai “sang pembasuh luka” yang memberi penawar bagi keletihan dan obat bagi luka dalam menjalani ujian.
6. Ayah Penanggungjawab Pendidikan
Sesungguhnya ayahlah penanggungjawab pendidikan, yang merancang arah dan tujuan pendidikan keluarganya sesuai misi keluarganya. Ibulah yang kelak mendetailkannya menjadi proyek atau kegiatan harian.
Secara fitrah bahasa, wanita lebih cerdas bahasa dibanding para lelaki. Wanita bicara 50rb sampai 70rb kata perhari, jadi ibu memang lebih banyak membersamai anak.
7. Ayah Konsultan Pendidikan
Melihat bahwa seorang lelaki “single tasking” dibanding wanita yang “multi tasking”, para ayah tidak bisa terlalu banyak turun dalam hal detail, bahkan mereka perlu lebih banyak berada di luar masalah agar bisa memberikan solusi yang jernih bagi para ibu yang dalam kesehariannya sudah dipenuhi banyak masalah dalam mendidik.
Para ayah yang tidak mau atau sulit terlibat dalam proses mendidik anak anaknya, umumnya adalah para ayah yang tidak selesai dengan dirinya atau tidak bahagia menjalani karirnya walau sukses sekalipun, jadi mereka harus dibantu agar kembali fitrahnya dan banyak didoakan.