Oleh : Ayu Mela Yulianti, SPt
(Pemerhati masalah Umat)
#MuslimahTimes — Menunggu tegaknya Khilafah ala minhajinnubuwwah bagaikan seorang yang sedang berpuasa menunggu tibanya waktu berbuka. Pasti berbuka, jika waktu maghrib telah datang. Waktunya pasti datang, waktu berbuka.
Banyak aktivitas yang akan mengisi detik, menit, jam menuju buka puasa. Apakah akan diisi dengan aktivitas sholih bertabur pahala atau akan diisi dengan aktivitas mudah bahkan haram yang akan berimbas pada dosa. Ini semua adalah pilihan.
Pun begitu dengan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun bahkan bertahun-tahun menunggu Khilafah tegak. Yang kabar gembira tentang kembalinya dan akan kembali Khilafah adalah pasti, karena Allah sudah menjanjikannya dan Rasulullah sudah mengabarkannya dengan kabar gembira. Akan diisi dengan aktivitas apa. Apakah akan diisi dengan aktivitas sholih bertabur pahala ataukah akan diisi dengan aktivitas mubah bahkan haram yang berkonsekuensi pada dosa. Sekali lagi itu semua adalah pilihan manusia. Tidak akan memajukan atau memundurkan waktu tegaknya Khilafah ala minhajinnubuwwah. Pasti tegak kembali jika waktu itu telah datang.
Pilihan amal sholih ketika seorang muslim menunggu tegaknya Khilafah yang akan dipimpin oleh seorang Khalifah antara lain dengan ikut berjuang menegakkannya, bukan dengan menafikan atau bahkan menghalangi upaya penegakan Khilafah ala minhajinnubuwwah ini.
Perlulah disadari oleh umat mengapa kaum muslimin harus bersabar dalam melakukan amal shalih selama masa menunggu ini, antara lain karena Khilafah adalah mahkota kewajiban. Bayangkan, sebuah mahkota pastilah berkaitan dengan sesuatu yang agung dan besar.
Ya, Khilafah adalah mahkota kewajiban, karena seluruh perkara yang besar dan agung akan bisa terlaksana secara sempurna dengannya.
Namun teman, apakah Khilafah itu, hingga dirinya disematkan sebagai mahkota kewajiban ?. Khilafah tidak lain dan tidak bukan adalah Sistem pemerintahan Islam. yang dengannya Syariat Islam akan bisa diterapkan secara sempurna.
Syariat Islam terkait dengan sistem pendidikan, syariat islam terkait dengan sistem ekonomi, syariat islam terkait dengan sistem peradilan dan pengurusan seluruh urusan umat manusia, terkait ibadah dan muamalah, semuanya diatur dalam tata aturan dalam Syariat Islam yang merupakan kumpulan hukum-hukum yang bersumber dari Alquran dan Hadits Rasulullah saw.
Nilai hukumnya pasti, bukan hukum karet yang bisa ditarik sana tarik sini sesuai dengan kepentingan sepihak apalagi penguasa.
Penguasa dalam Khilafah disebut juga sebagai Khalifah, Amirul Mukminin atau Sultan. Bertugas sebagai pelaksana hukum Syariat Islam. Lebih utama jika Khalifah ini adalah seorang mujtahid, faham dengan hukum Islam yang digali dari Alquran dan Sunah Rasul.
Khalifah bukanlah wakil tuhan. Ia Manusia biasa yang bisa salah atau benar dalam memutuskan suatu perkara. Jika salah maka harus dikembalikan pada dua sumber hukum Islam yang terangkum dalam syariat Islam. Khalifah diangkat melalui proses baiat, bukan dengan proses yang lain. Baiat adalah metode baku pengangkatan seorang Khalifah.
Sejarah menuturkan dan menjadi saksi keagungan peradaban manusia yang dibentuk oleh Khalifah dalam sistem pemerintahan Khilafah.
Sebut saja, tingginya puncak peradaban pendidikan yang dibentuk oleh seorang Khalifah Harun ArRasyid, atau sejahteranya manusia dibawah kepemimpinan seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, atau adilnya tata kehidupan manusia dibawah kepemimpinan seorang Khalifah Umar bin Khaththab.
Semua hal yang dicapai oleh Khilafah yang dijalankan oleh seorang Khalifah berbanding terbalik dengan semua hal yang dicapai oleh pemimpin apapun yang dipilih dalam sistem demokrasi.
Hari inilah saksinya peradaban manusia berada dalam titik nadir kerusakan, kezaliman dan ketidakadilan. Maka saatnya untuk meninggalkan sistem hidup demokrasi-sekuler. Dan berbalik berjuang dalam menegakkan Khilafah metode kenabian yang telah terbukti mampu menebarkan kebaikan dan kemaslahatan bagi umat manusia.
wallahu alam.
===============================================
Sumber Foto : Enigma