Oleh: Hamsina Halik, A. Md.
Penjara sebagai tempat untuk menghukum para narapidana diharapkan mampu memberikan efek jera dan mencegah perbuatan yang sama terulang kembali. Namun, apa yang terjadi jika penjara justru menjadi tempat persinggahan mewah bagi para mafia? Tidak mengesankan bahwa ruang itu adalah penjara. Lebih tepat bak hotel kelas atas yang mampu memanjakan tamunya. Terpidana akan jera?
Beberapa hari lalu diberitakan oleh media bahwa telah terditeksi di Lapas Sukamiskin adanya fasilitas yang sangat mewah bagi napi tertentu. Salah satunya temuan KPK berupa fasilitas mewah di kamar tahanan Fahmi Dharmayansyah. Kamar tahanan dilengkapi dengan pendingin udara, kulkas, televisi, hingga fasilitas air panas di kamar mandi. Harga kamar mewah ini ditaksir mencapai Rp 200 – Rp 500 juta. Bahkan, petugas KPK tidak menemukan dua tahanan lainnya di dalam Lapas. Dua tahanan itu ialah Fuad Amin dan Tubagus Chaeri Wardhana. (Liputan 6.com, 22/07/2018).
Inilah realitas pahit yang harus kita telan. Penjara yang semestinya untuk menghukum dan membuat jera para napi, kini telah beralih fungsi.Tak ada lagi efek jera bagi napi terkhusus koruptor. sebab meski di penjara, para koruptor tetap bisa mendapatkan pelayanan yang istimewa bak tamu VIP di hotel berbintang lima. Sehingga, berharap ada hukuman yang memberi efek jera, rasanya bagai angan belaka.
Kisah Lama yang Terulang
Adanya fasilitas mewah dalam lembaga pemasyarakatan, tidak hanya di Lapas Sukamiskin saja. Bahkan ditahun-tahun sebelumnyapun telah ditemukan kasus serupa. Sebagaimana dilansir di Tribunnews.com, 22/07/2018, Haryanto Chandra alias Gombak, Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 31 Mei 2017, menemukan ruangan sel mewah yang ditempati narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur.
Juga, kasus Artalyta Suryani alias Ayin Pada Minggu, 10 Januari 2010 malam, anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin Denny Indrayana melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Didapati ruangan Ayin berada di Blok Anggrek Nomor 19. Dia tinggal bersama asisten pribadinya, Asmiyati yang merupakan terpidana dua tahun enam bulan penjara. Bahkan, di dalam ruangannya juga terdapat perlengkapan bayi untuk anak angkatnya. Sedangkan di ruangan penjara Limarita alias Aling terdapat kamar khusus berukuran 3 x 3 meter dengan memiliki televisi layar datar ukuran 20 inchi serta dinding ruangannya telah disulap dengan motif daun serta bunga. Tidak luput juga ada meja kerja mewah di dalamnya.
Miris! Rasanya sulit dihentikan, selama sistem yang mengatur kehidupan manusia adalah demokrasi kapitalis dengan sekularisme sebagai akidahnya. Sebuah sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan simbol dan konsep ritual semata. Sehingga, agama tak dijadikan sebagai pandangan hidup. Halal dan haram, sesuai dengan pemikiran masing-masing. Aturan yang dibuat dari akal manusia yang lemah. Kepentingan dan keuntungan menjadi hal yang utama. Tidak heran jika suap-menyuap dianggap sesuatu yang halal selama bisa menguntungkan dirinya. Maka, berharap adanya efek jera dalam lapas bagi para terpidana korupsi, bagaikan punuk merindukan bulan.
“Kita sulit berbicara efek jera dalam menangani korupsi jika para narapidana mendapat fasilitas dalam sel. Mereka dapat keluar masuk tahanan dengan membayar sejumlah uang,” terang Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (Liputan6.com, 22/07/2018)
Efek Jera Penjara dalam Islam
Penjara dalam Islam dikategorikan sebagai salah satu jenis ta’zir. Yaitu, sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh Khalifah. Penjara tidak lain diartikan sebagai tempat untuk mencegah atau menghalangi seseorang mengatur diri sendiri. Sehingga, benar-benar tidak ada kebebasan individu. Semua diatur dan dibatasi sesuai dengan yang dibutuhkan saja sebagai seorang manusia. Tak ada fasilitas mewah untuk penunjang hidup dalam sel penjara.
Salah satu buku yang berjudul Sistem Sanksi dalam Islam menjabarkan, bahwa penjara adalah tempat untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melakukan kejahatan. Ini artinya, penjara adalah tempat dimana orang menjalani hukuman, yang dengan pemenjaraan itu seorang penjahat menjadi jera dan bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.
Meskipun tak ada kebebasan individu, tetapi segala kebutuhan utama para napi wajib dipenuhi. Seperti makan, minum, tidur ataupun istirahat. Diberikan kesempatan untuk menerima kunjungan keluarga atau kerabat dekat dengan lama kunjungan yang ditentukan. Termasuk kesehatan para napi juga tak luput dari perhatian.
Semua narapidana diperlakukan sama. Tak ada perbedaan strata sosial ataupun jabatan. Siapa saja yang berbuat kejahatan, perbuatan yang melanggar hukum syara’, maka mereka layak diberi hukuman tanpa ada pengecualian. Dengan demikian, adanya fasilitas mewah pada penjara dalam sistem Islam tidak akan ditemukan sedikitpun. Sebab, napi datang untuk menerima hukuman. Bukan sekedar pindah kamar ke penjara dengan fasilitas yang mewah bagai di rumah sendiri.
Dengan hukum yang tegas tersebut, efek jera akan dirasakan oleh para napi. Lebih luas lagi, hukum yang tegas semacam ini akan menjadi pencegah. Sehingga tidak ada lagi pelaku-pelaku kejahatan serupa yang bermunculan bak sepora. Setiap individu akan berfikir seribu kali untuk melakukan tindak kejahatan. Karena di dalam sistem Islam tidak ada istilah penjara mewah yang bikin betah!
Wallahu a’lam.