Oleh : Lilik Yani
#MuslimahTimes — Beragama adalah manifestasi ketaatan sepenuh hati seorang hamba kepada Tuhannya. Belum dikatakan beragama dengan baik jika mereka belum menjalankan agamanya dengan penuh ketaatan kepada tuhannya.
Ketaatan bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Seseorang tidak bisa taat dengan cara dipaksa. Jika demikian maka ketaataannya tidak bernilai apa-apa, karena hanya berpura-pura atau setengah hati.
// Ketaatan Melalui Proses Pencarian //
Ketaatan bukanlah hasil proses sesaat atau instan. Melainkan melalui proses yang panjang dan melibatkan seluruh potensi jiwa seseorang. Kecerdasan intelektual yang dipadukan dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam berbagai peristiwa yang menggetarkan jiwanya. Barulah bisa mencapai ketaatan.
Ketaatan itu perlu keikhlasan. Jika menjalankan ketaatan tapi hatinya tidak tulus maka belum dikatakan sebagai ketaatan. Melainkan hanya terpaksa taat. Seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik.
Ada pula orang yang berusaha taat tetapi dengan cara yang tidak tepat. Sehingga tidak berhasil meraih ketaatan yang sesungguhnya, kecuali ketaatan yang terpaksa juga. Maka dari itu, ketaatan harus ditempuh dengan cara yang benar.
Untuk bisa taat yang benar harus menggunakan akal dan akhlak. Akal untuk bisa memahami suatu perintah. Sementara akhlak berkaitan dengan keikhlasan/ketulusan hati.
Katakanlah : “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam beragama.” (TQS Az Zumar : 11).
Allah mengajarkan kita untuk memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya. Jangan sampai beragama karena sesuatu yang lain. Karena bisa menimbulkan kesyirikan yang dibenci Allah.
Sejak awal proses beragama, kita sudah berkomitmen untuk memurnikan ketaatan hanya kepada Allah saja. Laa ilaaha illallah. Tidak ada Tuhan selain Allah. Itulah agama Nabi Ibrahim. Agama tauhid. Kemudian dilanjutkan nabi-nabi yang lain hingga Rasulullah saw. Walau pengembannya berganti-ganti, tetapi Tuhannya tetap satu yaitu Allah.
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya. Demikian pula Ya’kub. Ibrahim berkata : “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam.” (TQS al-Baqarah : 132).
Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan tanda-tanda kematian. Ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apa yang kalian sembah sepeninggalku?”.ÂMereka menjawab : “Kami akan menyembah Tuhanmu, Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq. Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” ( TQS al-Baqarah : 133).
Kita perhatikan, setiap keturunan Nabi Ibrahim berkomitmen untuk tunduk dan patuh hanya kepada Allah semata. Tuhan yang menjadi pusat perhatian, ketika kita menjalankan segala aktivitas. “Aku tunduk kepada Tuhan semesta alam.” Begitulah kata Nabi Ibrahim. Maka agama tauhid yang diajarkan Nabi Ibrahim disebut agama Islam. Agama tunduk patuh hanya kepada Allah Penguasa seluruh alam semesta.
Sebuah ketaatan tiada tara, tang terbentuk bukan karena pemaksaan. Melainkan melalui proses pencarian yang sangat panjang dan mendalam, hingga menemukan eksistensi Tuhan.
Ketika eksistensi Ketuhanan sudah semakin jelas dalam pemahaman Nabi Ibrahim. Barulah beliau berikrar dengan setulus-tulusnya untuk patuh kepada Allah. Dalam hatinya, tidak ada Tuhan yang dipatuhi kecuali hanya Allah semata.
Kepatuhan Nabi Ibrahim tak tergoyahkan oleh apapun. Beliau sangat paham apa yang menjadi pusat segala aktivitas. Beliau juga sangat mengerti apa yang harus diperjuangkan dalam hidupnya. Beliau juga sangat tahu kepada siapa harus menyandarkan segala urusannya. Tiada Tuhan selain Allah.
//Napak Tilas Ketaatan Keluarga Nabi Ibrahim//
Ketaatan seperti itulah yang dicontohkan oleh keluarga Nabi Ibrahim kepada umat Islam seluruh dunia. Ketaatan itu pula yang dijadikan puncak keteladanan dalam menjalankan agama Islam. Hingga puncak rukun Islam adalah napak tilas perjalanan keluarga Nabi Ibrahim.
Kota Mekkah adalah kota yang didirikan oleh Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail. Di Mekkah ada Ka’bah sebagai rumah ibadah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Di sana ada maqom Ibrahim, ada Hijr Ismail, sumur zam-zam, ada bukit shafa dan marwah. Semua itu adalah petilasan keluarga Nabi Ibrahim.
Sebuah petilasan yang sudah berusia ribuan tahun yang mengajarkan ketaatan tiada tara. Ketaatan keluarga Ibrahim kepada Allah, dengan keikhlasan dan kesabaran. Ketaatan yang diiringi dengan pengorbanan setulus hati.
Ketaatan tanpa ada keberatan sedikit pun.
Jika Allah yang memerintahkan, tiada jawaban kecuali hanya melaksanakan semua perintah dengan tunduk, taat, dan ikhlas karena Allah. Karena yang mereka pahami, Allah hanya menghendaki kebaikan dari hamba-Nya.
Sekarang, teladan ketaatan itu masih terus diaplikasikan sebagai bentuk rangkaian ibadah haji. Pada bulan dzulhijjah seperti ini, semua umat muslim berkumpul di baitullah untuk menunaikan ibadah Haji.
Sebagai simbol ketaatan, mereka mengucapkan kalimat talbiah.
Labbaik Allahummalabbaik
Labbaika laa syarika laka labbaik
Innal hamda wanni’mataka
Laka wal mulk laa syarika laka
Kami penuhi panggilan-Mu yaa Allah. Kami penuhi panggilan-Mu.
Kami penuhi panggilan-Mu.
Tiada sekutu bagi-Mu
Kami penuhi panggilan-Mu
Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan hanyalah milik-Mu
Demikian pula segala kerajaan
Tidak ada serikat bagi-Mu.
Kehidupan adalah sebuah perjalanan menuju Allah. Untuk kembali kepada Allah. Allah yang menciptakan dan melihara kita semua, dengan mencukupi segala kebutuhan kita. Suatu saat Allah akan mematikan kita dan meminta pertanggungjawaban atas semua yang kita lakukan selama hidup di dunia.
Tugas kita selama hidup di dunia hanyalah menjalankan perintah Allah dengan penuh ketundukan. Menjalankan ibadah dengan penuh ketaatan tanpa sedikitpun ada keraguan di hatinya. Sebagaimana ketaatan yang dicontohkan oleh keluarga Nabi Ibrahim. Suatu bentuk ketaatan yang tiada tara. Ketaatan yang sepenuh hati. Ketaatan totalitas kepada Allah semata. Tiada Tuhan selain Allah.
=======================
Sumber Foto : wehearit