Oleh : Lita Lestiani
Dalam tulisan berjudul ” Why Asia Future is Female” untuk World Economic Forum di Hanoi, Vietnam 11-13 September lalu, menteri keuangan Sri Mulyani berpendapat bahwa Asia adalah kekuatan besar dalam perekonomian.Tetapi untuk merealisasikan potensi sesungguhnya, negara-negara di Asia perlu lebih memanfaatkan salah satu sumber daya terbesarnya yaitu perempuan.
Riset Mckinsey Global Institute juga mengatakan bahwa kesenjangan gender berpotensi menyebabkan perekonomian global kehilangan US$ 4,5 triliun per tahun dalam bentuk PDB pada 2025.
Dan Indonesia sendiri dikatakan akan menjadi negara dengan tingkat ekonomi terbesar ke tujuh pada 2030, jika bisa meningkatkan pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi. Berdasarkan data Mckinsey, peningkatan pemberdayaan perempuan akan menyumbang Produk Domestik Bruto global sebesar US$12 triliun pada 2025.(beritasatu.com)
Kiprah perempuan dalam dunia kerja mungkin bisa dianggap sebagai investasi yang menjanjikan dalam masa depan pertumbuhan ekonomi di Asia. Tetapi jangan lupa bahwa yang namanya keberhasilan harus menghasilkan kebaikan. Bukan sekedar mengalami peningkatan secara nominal pendapatan yang sekaligus menimbulkan masalah tanpa kita sadari.
Logika timpang kapitalisme
Dalam ideologi kapitalisme, pencapaian materi adalah tolok ukur keberhasilan. Di sinilah nampak jelas logika timpang kapitalis sekuler yang hanya menyoroti bagaimana perempuan bisa menghasilkan dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Mengabaikan, bahwa kiprah vital kaum ibu dan anak perempuan yang sesungguhnya adalah membangun generasi peradaban. Mendorong kaum perempuan sebagai tenaga kerja, sama saja dengan menumbalkan perempuan itu sendiri bahkan generasinya.
Mari kita amati bagaimana kondisi negara-negara penganut paham kapitalisme sekuler di Barat yang mungkin telah mengalami kemajuan pesat secara ekonomi. Mereka mungkin berhasil meningkatkan pendapatan penduduk per kapitanya tetapi dalam waktu yang sama juga telah mengalami kerusakan peradaban.
Krisis sosial mengiringi pertumbuhan ekonomi mereka. Seperti runtuhnya tatanan keluarga, meningkatnya angka kriminalitas, rusaknya moral generasi, kekerasan, hingga penurunan angka kelahiran dan pernikahan. Dan ini terjadi diantaranya sebagai akibat dari massifnya keterlibatan perempuan dalam dunia kerja.
Kapitalisme telah menghancurkan peran utama perempuan. Akibatnya penyakit sosial merajalela. Hancurnya moral generasi diantaranya terjadi karena banyak kaum ibu fokus mencari nafkah dan abai dalam mendidik generasi peradaban.
Maksimalisasi peran perempuan melalui program-program pemberdayaan perempuan sebenarnya juga hanya akan menjerumuskan kaum perempuan dalam jurang eksploitasi. Peningkatan taraf hidup untuk mengurangi kemiskinan hanya dalih untuk lebih menguatkan kepentingan para kapitalis.
Karena jika dilihat Indonesia sendiri memegang peranan dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan pasifik. Pasar domestiknya sangat menjanjikan keuntungan besar, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara dan lembaga kapitalis dalam memasarkan produknya.
Perempuan ikut mencari nafkah maka taraf hidup akan naik. Tapi kaum perempuan jangan melupakan bahwa mereka didorong masuk di dunia kerja sebenarnya hanya untuk menguatkan daya beli di masyarakat. Jika demikian yang untung siapa lagi kalau bukan para kapitalis.
Perempuan penjaga peradaban
Kontradiktif dengan kapitalisme, Islam tidak memandang perempuan sebagai mesin pencari uang. Tetapi sebagai insan yang harus dilindungi dan dipenuhi kebutuhan finansialnya oleh suami, atau kerabat laki-laki bahkan oleh negara. Kesejahteraan terjamin. Sehingga perannya sebagai pendidik yang utama tidak terabaikan.
Meskipun demikian bekerja dibolehkan tanpa melanggar syariat dan mengabaikan peran utamanya sebagai ibu dan istri. Pekerjaan dilakukan bukan atas dasar tekanan ekonomi yang mengharuskannya berperan ganda sebagai pencari nafkah dan pengurus rumah tangga.
Adapun pemberdayaan perempuan yang utama dalam Islam adalah memaksimalkan perannya sebagai penjaga peradaban dan pendidik generasi. Menjaga nilai-nilai Islam dalam keluarga dan masyarakat dengan selalu melakukan amar makruf nahi munkar. Sehingga bisa menjadi benteng pertahanan dalam melawan gempuran dan dominasi budaya barat.
Perempuan adalah pendidik generasi dan penjaga peradaban. Jika kaum perempuan menyadari tugas utamanya, maka darinya akan lahir generasi-generasi berkualitas yang akan berjuang memperbaiki kondisi umat islam dan peradaban.