Oleh: Tari Ummu Hamzah (Anggota Revowriter Tangerang)
Dimasa lalu Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor gula terbesar di dunia. Tapi saat ini keadaan berbalik. Indonesia menjadi negara pengimpor gula terbanyak. Didunia. Dilansir dari laman cnbc.com, Sabtu (12/1/2019), melalui twitter pribadinya, Pakar Ekonomi senior Faisal Basri menyebutkan bahwa, Indonesia duduk di urutan pertama dengan mengimpor sekitar 4,45 juta metrik ton gula selama periode 2017/2018. Volume ini melebihi impor gula China sebesar 4,2 juta metrik ton dan AS yang mencapai 3,11 juta metrik ton. “Praktek rente gila-gilaan seperti ini berkontribusi memperburuk defisit perdagangan,” Kata Faisal Basri.
Bukan hanya gula saja yang harus impor, tapi jagung dan Padi pun ikut-ikutan impor. Kementerian Perdagangan memastikan Indonesia akan kedatangan 60 ribu ton jagung impor hingga Maret 2019. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, kebijakan itu diputuskan setelah rapat koordinasi terbatas yang dilakukan tahun lalu saat pemerintah membuka keran impor jagung sebanyak 100 ribu ton. Angka yang fantastis bukan? Padahal menurut Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional Anton Muslim Arbi, menampik bila Indonesia tengah membutuhkan impor jagung. Sebab pada 2019, produksi jagung diperkirakan mencapai 29,9 juta ton dan konsumsi 21,6 juta ton. Jumlah ini diprediksi naik dibanding tahun 2018 dengan jumlah produksi 28,6 juta ton dan konsumsi 20,3 juta ton. Keduanya memiliki neraca jagung surplus sebanyak 6,7 juta ton. (Tirto.com)
Tidak hanya jagung saja yang mengalami surplus padi juga mengalami surplus di tahun 2018. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumarjo Gatot Irianto meyampaikan, produksi padi tahun 2018 mencapai 83,04 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara dengan 48,3 juta ton beras. Angka ini tercatat masih surplus dibandingkan dengan angka konsumsi sebesar 30,4 juta ton beras. (iNews.com). Tapi di sepanjang tahun 2018 pemerintah melakukan impor beras, total sebanyak 2,25 juta ton.
Data diatas membuktikkan bahwa, sebenarnya Indonesia sangat mampu untuk mencapai swasembada pangan. Sebab sebagai negeri yang agraris, sudah sewajarnya negeri ini berlimpah akan hasil pertanian. Akan tetapi akibat kebijakan kerjasama dibidang perdangan dengan negara asing, dimana pemerintah harus memenuhi kuota impor, maka mau tidak mau perintah harus memenuhi kuota tersebut, meskipun ketersedian bahan pangan di dalam negeri melimpah.
Hal inilah yang mengakibatkan petani merugi. Termasuk petani tebu, atau produsen gula domestik. Mereka menjerit disebabkan harga gula domestik menurun. Sebab para konsumen banyak yang menginginkan gula impor yang jauh lebih bagus kualitasnya. Terutama industri besar yang memproduksi makanan dengan brand ternama. Alasan para pelaku industri tidak memilih gula domestik adalah, olahan makanan hasil industri mereka akan menurun kualitasnya jika menggunakan gula domestik. Jadi untuk menjaga kualitas produk, mereka lebih memilih gula impor. Inilah salah satu alasan pemerintah melakukan impor gula. Sebab dari awal saja para pelaku industri sudah bergantung pada bahan baku impor. Jadi permintaan pelaku industri untuk gula impor meningkat.
Sebagai negara agraris yang subur, Indonesia tidak hanya mampu menghasilkan hasil pangan yang melimpah, tapi juga mengolahnya dan juga menetukan standart kelayakan pemakaian gula untuk industri dan gula untuk konsumsi sendiri. Akan tetapi untuk mempercepat hasil produk para pelaku industri, maka dilakukan langkah yang praktis, yaitu dengan impor.
Lagi dan lagi pemerintah menetapkan kebijakan yang lebih pro terhadap asing dan para pemilik modal. Sedangkan rakyat kecil yang menggantungkan rezeki lewat pertanian, terpaksa harus menelan pil pahit akibat jatuhnya harga hasil pertanian mereka. Pemerintah yang menerapkan sistem ekonomi neo liberal, menjadikan Indonesia terjun ke dalam kancah perdangan bebas. Sehingga sangat mungkin bagi pemerintah untuk membuka kran impor yang mengakibatkan anjloknya harga produk dalam negeri.
Sebagai agama yang paripurna, Islam tidak hanya sebagai ibadah Ritual semata, tapi juga memiliki serangkaian peraturan hidup, yanh jika dijalankan akan menjadi solusi berbagai permasalahan khidupan manusia. Dalam islam juga mengatur masalah ketahanan pangan. Mekanisme ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah dan Umar Bin Khattab. Rasulullah memahami bahwa untuk menjadi ketahanan mata rantai pangan Ummat, maka suplai makanan haruskah terkontrol dengan baik. Maka dari itu beliau memerintahkan Huzhaifah Allah Yaman untuk mencatat hasil pertanian Khaibar.
Metode penjagaan suplay makanan juga di praktekkan pada masa Ummar Bin Khattab. Ketika kepemimpinan beliau, wilayah Hijaz pernah mengalami masa paceklik dan kekeringan. Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al–‘Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, “saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut”.
Demikianlah nilai dan konsep syariat islam yang memberikan kontribusi untuk permasalahan pangan.
Jadi solusi di dalam Islam mengenai ketahanan pangan ialah, memaksimalkan sumber daya alam di dalam negeri serta menjaga distribusi dan suplainya agar tidak terjadi penimbunan dan ketimpangan jumlah pangan di setiap wilayah dalam negeri. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim wajib melaksanakan syariat Allah. Akan tetapi syariat Allah haruslah dilaksanakan secara menyeluruh. Maka haruslah ada institusi negara yang menjadikan Islam sebagai asas. Sehingga kemakmuran rakyat akan terwujud.