DARI SEKULER SAMPAI KESETARAAN GENDER
OLEH: Jayanti, S Pd
(Pendidik dan Pemerhati Masalah Sosial)
Hari Perempuan Internasional adalah hari untuk merayakan, memperingati, merefleksikan, dan menyerukan agar perempuan memperoleh kesetaraan di segala bidang. Kesetaraan gender, dikenal juga sebagai keadilan gender, adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka.
Hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan pada tanggal 28 Februari 1909 di New York dan diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika Serikat. Demonstrasi pada tanggal 8 Maret 1917 yang dilakukan oleh para perempuan di Petrograd memicu terjadinya Revolusi Rusia. Hari Perempuan Internasional secara resmi dijadikan sebagai hari libur nasional di Soviet Rusia pada tahun 1917, dan dirayakan secara luas di negara sosialis maupun komunis.
Pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia. CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women) adalah sebuah Kesepakatan Hak Asasi Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan .
Konvensi ini mendefinisikan prinsip prinsip tentang hak hak manusia, norma-norma dan standar-standar kelakuan dan kewajiban dimana Negara-negara peserta konvensi sepakat untuk memenuhinya.
Konvensi ini juga bicara tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang memungkinkan setiap individu/kelompok yang tidak puas atas pelaksanaan CEDAW di negaranya dapat mengajukan langsung permasalahannya kepada pemerintah bahkan sampai PBB. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut menandatanganinya.
CEDAW ditetapkan oleh sidang umum PBB tanggal 18 Desember 1979 dan berlaku pada 3 September 1981.
Indonesia termasuk salah satu negara yang turut serta menandatangani dan menyokong konvensi ini. Sedangkan ratifikasi CEDAW oleh Indonesia adalah berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Melihat dari fakta di atas, sejatinya CEDAW merupakan buah pemikiran kaum feminis Barat yang sarat nilai-nilai sekularisme. Sebagai solusi terhadap problematika perempuan dunia yang hidup dalam jeratan kapitalisme global. Di mana sistem kehidupan ala kapitalisme meningkatkan diskriminasi pada perempuan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam CEDAW inilah yang ingin ditransfer oleh Barat ke dunia Islam, tak terkecuali Indonesia. Maka jangan heran, jika desakan untuk mengesahkan RUUP-KS tak hanya datang dari Komnas Perempuan sebagai penggagasnya. Tapi juga datang dari kancah internasional.
Kentalnya agenda sekularisasi agama dalam CEDAW pernah diungkapkan Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, Rita Soebagio. Menurutnya meskipun sekilas terkesan positif. Namun tujuan CEDAW yang paling utama adalah menyerang nilai-nilai agama khususnya Islam secara langsung maupun tidak langsung.
Masih menurutnya, setelah gagal mengajukan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) beberapa waktu yang lalu. Kini kaum feminis radikal berupaya meloloskan nilai-nilai sekularisme dalam CEDAW di RUUP-KS ini. Perjuangan untuk memasukkan ide gender sangat gencar dilakukan. Di balik perjuangannya, disusupi pula upaya menjauhkan peran agama dari kehidupan.
Islam memberikan pengaturan yang jelas mengenai peran pria dan wanita. Keduanya berkewajiban untuk taat terhadap hukum Allah secara keseluruhan. Allah berfirman dalam Qur’an Surat Annisa 59:
ياأيها الذين آمنوا أطيعوا الله و أطيعوا الرسول و أولي الأمر منكم ، فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ، ذلك خير وأحسن تأويلا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul (Nya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.”
Di ayat yang lain disebutkan
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)
Di antara hal-hal yang disyari’atkan untuk kaum pria adalah kepemimpinan.
1. Laki-laki adalah pemimpin. Diantaranya adalah sebagai Al-Khilafah dan Al-Imarah (kepemimpinan), Al-Qodho (sebagai hakim), kepemimpinan dalam tentara, pengaturan urusan ummat semua ini adalah hak dan kewajiban laki-laki. Selain itu juga pemimpin bagi wanita. Wajib untuk menafkahi keluarganya sehingga menjadi hak laki-laki juga dalam hal waris mendapatkan bagian yang lebih dibanding wanita.
2. Perwalian terhadap perempuan pada akad nikah, dimana perwalian ini hanyalah pada laki-laki, seorang perempuan tidak dapat menjadi wali bagi dirinya sendiri pada akad nikah dan tidak juga dapat menjadi wali untuk perempuan selainnya.
3. Diutamakannya laki-laki atas perempuan dalam aqiqah, dimana diaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing adapun untuk anak perempuan satu ekor kambing.
4. Perbedaan dalam diyat (denda, penggantian nyawa/luka dan lain-lain) dimana diyat-nya perempuan adalah setengah diyat laki-laki.
5. Diutamakannya laki-laki atas perempuan dalam persaksian, dimana kesaksian seorang laki-laki setara dengan dua orang perempuan, bahkan ada beberapa perkara dimana persaksian perempuan tidak diterima padanya, seperti persaksian terhadap jinayat (kejahatan pidana).
6. Laki-laki berhak untuk memperbanyak istri mereka (berpoligami) sampai empat, sementara perempuan tidak punya hak untuk membilangkan (memperbanyak) suami. Pengutamaan (untuk laki-laki ini) berlaku pula bahkan sampai di akhirat.
Islam telah memberikan kepada perempuan hak-hak yang lebih banyak daripada kewajiban-kewajiban atasnya. Kewajiban-kewajiban yang berat dan sulit yang diantaranya kewajiban yang padanya terdapat pengerahan harta dan jiwa, semua itu diwajibkan oleh Islam terhadap laki-laki, adapun perempuan, dibebaskan darinya, maka aturan manakah, baik yang lampau maupun yang sekarang yang memberikan kepada perempuan seperti pemberian (yang diberikan oleh Islam) ini.
Di antara kewajiban-kewajiban perempuan, diataranya adalah, Taat kepada suaminya pada selain maksiat kepada Allah. Ridho Allah adalah ridho suami, sehingga ijin dari suami adalah wajib didapat istri untuk melakukan aktivitas. Termasuk harus meminta ijin suami jika hendak berpuasa sunnah ataupun keluar rumah.
Hak laki-laki (suami) terhadapnya (perempuan) lebih besar dari hak kedua orang tuanya. Sebagai istri wajib untuk mengontrol rumah dan keluarga. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.
Pemikiran gender adalah upaya menyerang Islam. Dengan mengikis akidah kaum muslim untuk menuntut kesetaraan wanita dengan pria.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa Islam memberikan hak dan kewajiban kepada pria dan wanita sesuai porsinya. Diatur langsung dari nash Alquran Allah yang mengetahui secara pasti aturan yang terbaik bagi makhlukNya.
Allah berfirman:
عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مَّ جَعَلْنَاكَ ثُ
“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”. (QS Al Jatsiyah : 18)
Wallohu a’lam bishowwab.