Oleh : Vivin Indriani
(Anggota Komunitas Revowriter)
#MuslimahTimes — Peradaban Islam memiliki jasa tak ternilai dalam urusan pengendalian air. Kekhilafahan Islam memberi perhatian yang sangat besar bagi tersedianya fasilitas dan teknologi yang berhubungan dengan air. Mereka membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, membangun cadangan logistik sampai melatih masyarakat untuk memiliki kesiapan tanggap darurat.
Pendirian kota Baghdad pada tahun 758 M dipilih pada bulan Juli. Penentuannya dilakukan oleh dua astronom yakni NaubakhtAhvaz dan Masyallah. Mereka melihat kondisi sungai Tigris yang sedang pasang maksimum, sehingga bisa terlihat tanah yang tidak akan tergenang banjir siap untuk dibangun.
Meski demikian, penguasa kekhilafahan tetap membangun bendungan, terusan dan alat peringatan dini. Pada abad 9 M Insinyur Al-Farghani membangun sebuah alat untuk mengukur dan mencatat tinggi air sungai Nil di berbagai tempat. Alat bernama Nilometer ini mampu memprediksi banjir sungai Nil baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Bangunan serupa juga pernah dibangun oleh penguasa Dinasti Umayyah, yakni di masa pemerintahan Sulaiman Abdul Malik. Nilometer yang dibangun sekitar tahun 715 M ini terbilang sangat sederhana dibandingkan Nilometer hasil rancangan Al-Farghani.
Abu Rayhan al-Biruni(973-1048 M) mengembangkan teknik untuk mengukur beda tinggi antara gunung dan lembah guna merencanakan irigasi. Sementara Abu Zayd Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun Al-Hadrami(1332-1406 M) menulis dalam kitabnya berjudul Muqadimah suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi iklim.
Pada 1206 M Al-Jazari menemukan berbagai varian mesin air yang bekerja otomatis. Industri irigasi menjadi perhatian utama di negeri-negeri Islam, baik untuk keperluan air minum, wudhu, kebutuhan rumah tangga maupun pertanian. Alat irigasi yang pertama dikembangkan adalah Shaduf, semacam katrol pemberat dengan ember pada ujungnya untuk menaikkan air dengan mudah.
Alat yang lain untuk menaikkan air adalah Saqiya dan Noria(Na’ura). Saqiya digerakkan dengan tenaga hewan(seperti keledai), sedang Noria dengan tenaga air. Kedua alat ini memiliki roda gigi yang sangat rumit. Al-Jazari membuat 5 jenis pompa air yang berbeda dari rancangan tradisional.
Daerah aliran sungai dan hutan sebagai area pengendali air betul-betul dijaga. Pendangkalan sungai di antisipasi. Sebelum sebuah daerah disulap menjadi kawasan permukiman maka akan dimodelkan dan dihitung terlebih dahulu dampak lingkungannya di masa yang akan datang. Jangan sampai pembangunan malah menciptakan aneka bencana baru seperti banjir dan tanah longsor.
Begitu besar perhatian khilafah terhadap potensi dan pengendalian air. Semua dijalankan semata sebagai sebuah bentuk riayah(pengurusan) kepada rakyat oleh negara. Di mana kepala negara dan sistem khilafah terkoneksi dengan syariat Islam. Ini menjadikan tanggung jawab tertinggi pengaturan urusan masyarakat adalah kepada Allah Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan.