Oleh : Yulida Hasanah
#MuslimahTimes — Bulan Ramadan, mengingatkan umat Islam akan peristiwa agung, peristiwa yang menjadi titik awal perjalanan Nabi Saw mengemban misi dari Rabbnya, yaitu peristiwa Nuzulul Qur’an. Allah SWT telah mewahyukan Alquran kepada Rasul-Nya sebagai manhajul hayah atau metode hidup bagi kaum Muslim. Metode atau pedoman hidup yang menjelaskan seluruh aspek kehidupan, sekaligus sebagai pemisah antara kebenaran dengan kebatilan. Atas dasar itu, setiap Muslim diperintahkan untuk selalu berjalan sesuai dengan al-Qur’an, dan siapa saja yang berjalan sesuai dengan Alquran tentu mereka akan mendapatkan petunjuk, penjelas, sekaligus akan diberi furqân (kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah).
Benar, Alquran wajib dijadikan sebagai pedoman hidup kaum Muslim di seluruh aspek kehidupannya. Sebab, Alquran telah menjelaskan seluruh masalah hidup, baik yang berhubungan dengan ekonomi, politik, kenegaraan, dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman: “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-An’âm [6]: 38).
Imam al-Qurthubi, “Yang dimaksud al-Kitab di sini adalah ketetapan Allah yang ada di dalam Lauh al-Mahfudz. Sesungguhnya semua kejadian yang ada di muka bumi ini telah tertulis di Lauh al- Mahfudz. Ada yang menyatakan, bahwa yang dimaksud ‘al-Kitab’ di atas adalah al-Qur’an. Artinya, tak satupun perkara agama yang kami biarkan kecuali semuanya telah kami jelaskan di dalam al- Qur’an; kadang-kadang dengan dilalah (petunjuk) yang jelas, kadang-kadang hanya dijelaskan secara global, sedangkan penjelasan rincinya dijelaskan oleh Rasulullah Saw; atau dijelaskan oleh ijma’, atau qiyas yang didasarkan pada nash-nash al-Qur’an. Allah SWT berfirman di ayat yang lain: “Sesungguhnya, kami telah menurunkan Alquran kepada kamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (Qs. an-Nahl [16]: 49).
Allah SWT juga berfirman: “Kami telah menurunkan kepadamu Al-Dzikr untuk menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (Qs. an-Nahl [16]: 44).
Allah SWT juga berfirman: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya.” (Qs. al-Hasyr [59]: 7).
Oleh karena itu, ayat ini dan surat an-Nahl mencakup juga apa-apa yang tidak disebutkan di dalam Alquran. Benarlah informasi Allah SWT yang menyatakan, bahwa tidak ada satupun yang dilupakan di dalam Alquran, kecuali pasti Ia akan menyebutkannya di dalam Alquran, baik dalam bentuk rinci maupun pokok-pokoknya saja. Allah SWT juga menegaskan: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian, agama kalian.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 3).
Surat al-An’âm [6] di atas, dan masih banyak ayat-ayat yang lain, menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa Islam adalah agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk menjelaskan dan mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Islam bukan sekedar agama ritual, akan tetapi ia adalah agama sempurna yang berisikan aturan-aturan multidimensional untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam juga mengatur urusan ekonomi, sosial budaya, negara, kemasyarakatan, politik, dan sebagainya.
Seorang Muslim tidak boleh mencukupkan diri hanya mengerjakan dan melaksanakan ibadah-ibadah ritual saja, akan tetapi berdiam diri atau tidak mau melaksanakan perintah-perintah Allah yang lain; misalnya menegakkan muamalat yang Islami, menegakkan peradilan yang Islami, pemerintahan Islami, dan sebagainya. Alasannya, Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk masuk ke dalam Islam secara kâffah. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Ibn Katsir menyatakan, “Allah SWT telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya agar mengadopsi sistem keyakinan Islam (‘aqidah) dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.”
Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa, ayat ini diturunkan pada kasus Tsa’labah, ‘Abdullah bin Salam, dan beberapa orang Yahudi. Mereka mengajukan permintaan kepada Rasulullah Saw agar diberi ijin merayakan hari Sabtu sebagai hari raya mereka. Selanjutnya, permintaan ini dijawab oleh ayat tersebut di atas.
Imam ath-Thabari menyatakan, “Ayat di atas merupakan perintah kepada orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam.”
Ayat di atas merupakan penjelasan yang sangat gamblang, bahwa kaum mukmin diperintahkan untuk menjalankan perintah Allah secara menyeluruh; baik yang menyangkut ibadah ritual maupun sosial. Dengan kata lain, al-Qur’an dan as-Sunnah wajib dijadikan sebagai manhaj hidup (way of life) bagi kaum Muslim. Alasannya, Alquran dan As-Sunnah telah menjelaskan segala sesuatu dengan aturan dan solusi yang tuntas, memuaskan akal dan menentramkan hati.
Jadi, kewajiban bagi seluruh umat Islam, memperjuangkan dan melanjutkan misi Rasulullah Saw menjadikan al Qur’an sebagai way of life dengan tidak sekedar membaca, menghatamkan, menghafalkan dan mempelajarinya. Namun juga menjadikan Alquran sebagai sumber hukum bagi solusi permasalahan hidup manusia. Sebab inilah kunci bagi keselamatan kita dan keselamatan negeri ini, dunia dan akhirat. Allaahu a’lam.