Oleh : Sunarti PrixtiRhq
#MuslimahTimes — Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantunganpada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.” (HR. Ahmad)
Menilik Hari Keluarga Nasional (Harganas)
Seperti yang diberitakan m.detik.com, latar belakang diperingatinya Hari Keluarga Nasional adalah berdasar pada perjuangan menuju kemerdekaan. Yang mengharuskan mayoritas kepala keluarga zaman dulu berjuang dan meninggalkan keluarganya menuju medan perang. Berdasarkan penelusuran sejarah, Belanda secara de facto baru menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia sepenuhnya pada 22 Juni 1949.
Satu minggu kemudian, tepatnya 29 Juni 1949, para pejuang baru kembali ke keluarganya masing-masing. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi landasan dieringatinya Hari Keluarga Nasional (Harganas), yakni hari kembali ke keluarga.
Hari keluarga Nasional (Harganas) pertama kali dilaksanakan di Provinsi Lampung pada tahun 1993. Pemerintah menetapkan Hari Keluarga Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 39 tahun 2014 menetapkan 29 Juni sebagai peringatan Hari Keluarga Nasional.
Peringatan Harganas tahun 2019 oleh Pemerintah melalui Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menetapkan puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) dipusatkan di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Tahun ini dengan tema ”Hari Keluarga, Hari Kita Semua” dan slogan ”Cinta Keluarga, Cinta Terencana.” Puncak seremoni akan jatuh pada 6 Juli 2019.
Peringatan Harganas merupakan upaya pemerintah dalam mengembalikan fungsi keluarga sebagai pembentuk karakter anak, demikian pernyataan M. Yani, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK).
Berbagai acara menarik juga dipersiapkan untuk meramaikan seperti berbagai seminar, Camping Generasi Berencana (GenRe) BKKBN, bakti sosial Harganas, sunatan massal, donor darah, dan lain sebagainya.
Maksud dari peringatan Harganas adalah untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Dengan harapan keluarga menjadi sumber yang selalu menghidupkan, memelihara, memantapkan, dan mengarahkan kekuatan tersebut sebagai perisai dalam menghadapi persoalan kehidupan dewasa ini.
Peringatan Harganas memiliki tujuan meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera dalam kerangka ketahanan keluarga. Selain itu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam penerapan delapan fungsi keluarga. Delapan fungsi tersebut terdiri dari agama, cinta kasih, perlindungan, ekonomi, pendidikan, reproduksi, sosial dan budaya, serta lingkungan.
Selain delapan fungsi juga untuk mewujudkan penerapan empat pendekatan ketahanan keluarga. Yakni keluarga berkumpul, keluarga berinteraksi, keluarga berdaya, serta keluarga peduli dan berbagi (m. detik.com).
Fakta Kondisi Keluarga yang Jauh dari Ideal
Peringatan hari keluarga seriap tahun rupanya masih belum membawa perubahan terhadap kondisi keluarga di Indonesia. Buktinya masih banyak persoalan yang menimpa keluarga dan mengancam keutuhan keluarga. Persoalah KDRT, perekonomian, perselingkuhan, keluarga miskin, kenakalan anak, putus hubungan dengan orang tua dan lain sebagainya, yang kesemuanya membawa kehancuran keluarga.
Seperti yang disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, (PPPA) Yohana Yembise menyebutkan jika kondisi keluarga di Indonesia nyatanya masih jauh dari kondisi ideal. Salah satu contoh afalah dengan masih banyaknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Hal ini akan menimbulkan dampak buruk untuk anak-anak.
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) termasuk pengaduan yang paling banyak diterima oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Terakhir, tercatat ada sebanyak 5.834 kasus KDRT di tahun 2018 yang terdata oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Ditambah lagi, fakta bahwa angka perceraian di Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2016, meningkat hingga 20 persen (Republika.co.id).
Menguak di Balik Keruntuhan Keluarga Muslim
Keluarga adalah satu-satunya institusi penjaga shalat. Saat ini simpul hukum (Islam) yang ditegakkan negera sudah tidak ada, semenjak runtuhnya Daulah Khilafah 1924. Jadi penjaga Islam terhadap simpul terakhir (shalat) di ranahnya negara sudah sirna. Saat ini satu-satunya institusi yang masih tegak adalah keluarga. Jadilah keluarga sebagai penjaga shalat (simpul terakhir). Karenanya shalat memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan Islam.
Rupanya hal ini sangat dipahami oleh musuh Islam. Dalam banyak cara mereka melakukan propaganda. Dengan dalih berbagai penawaran sebagai solusi persoalan hidup, yang sejatinya mereka menginginkan kehancuran keluarga muslim. Dan sejatinya kerusakan itu adalah buah dari penerapan sistem sekuler. Sistem buatan manusia yang lahir dari mereka pula.
Mereka tidak menginginkan keutuhan muslim dan tegaknya kembali Islam. Atas dasar inilah mereka juga memahami bahwa institusi keluarga adalah benteng terakhir penjaga shalat. Mereka juga hendak menghancurkan shalat melalui rusaknya keluarga muslim. Sehingga kekuatan mereka tidak akan tersaingi dengan kekuatan Islam.
Propaganda Musuh Islam
Dalam keluarga alaminya terdiri dari keluarga inti, yaitu ayah, ibu dan anak-anak. Dari sini musuh-musuh Islam menyusun berbagai rencana dengan sangat rapi dan halus, sehingga propaganda mereka sama sekali tidak tercium oleh kaum muslim khususnya dan penduduk bumi pada umumnya.
Dari sisi ibu (perempuan), mereka menggencarkan opini kesetaraan gender. Dengan alasan posisi laki-laki dan perempuan adalah sama, memiliki hak azasi yang sama dan alasan lain yang dipermanis agar memperoleh pembenaran. Adanya hak azasi yang sama, memunculkan
Propaganda berikutnya adalah menggelontorkan pemikiran pemberdayaan perempuan. Melalui peran para perempuan diharapkan bisa meningkatkan perekonomian. Dengan demikian peningkatan ekonomi bisa ditopang oleh kaum perempuan. Jadilah pemberdayaan ekonomi perempuan.
Dengan propaganda ini, para perempuan fokus terhadap pekerjaan dan semakin meningkatkan aktivitasnya di ranah publik. Dengan diberdayakan di berbagai lini pekerjaan, maka hari-harinya utuh untuk bekerja. Meninggalkan urusan rumah dan keluarga (suami dan anak-anaknya).
Sementara perempuan berkarir tinggi, bekerja sepenuh hari hingga yang ke luar negeri, mengakibatkan renggangnya hubungan dengan suami. Resiko perselingkuhan dari pihak perempuan atau laki-laki lebih berpeluang besar terakibat intensitas pertemuan yang jarang, bahkan sama sekali tidak bertemu.
Sisi anak-anak, mereka dibawa ke arah generasi yang rusak. Pandangan kemajuan peradaban mengarah ke Barat. Dengan dalih kebebasan, musuh Islam membungkus racun ini dengan manis. Ketika kedua orang tua tidak dapat mengendalikan anak-anaknya. Baik secara pemikiran maupun akhlak. Anak lelaki dan perempuan berhak pergi kemana saja yang dikehendakinya. Mereka berhak duduk dengan siapa saja yang dikehendakinya. Bahkan tiidur dengan siapa saja yang dikehendakinya, atas nama kebebasan dan memberikan haknya. Keluarga berantakan. Anak-anak lahir tanpa ada pernikahan.
Belum lagi penghancuran generasi dari ranah pendidikan. Mereka terjerembab dalam kurikulum dan kebijaksanaan yang merusak. Tumpang tindihnya kebijakan membuat anak didik menjadi enggan untuk bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Muncullah generasi malas.
Dari sisi suami/ayah, tersibukkan dengan pemenuhan nafkah. Bagaimana memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pelengkap dengan bekerja keras. Alam kapitalis yang menggilas, menjadikan lapangan pekerjaan bagi laki-laki juga kesulitan memperoleh pekerjaan. Jadilah dilema sebagai seorang ayah/suami.
Bagi yang sudah bekerja fenomena persoalan dalam pekerjaan juga bermunculan. Perselingkuhan dengan rekan kerja, budaya suap, korupsi, perebutan jabatan/kekuasaan yang juga tak kunjung usai. Jadilah hukum timba berlaku “siapa yang kuat, dia yang menang.”
Ada sisi lain yang musti menjadi perhatian juga. Para orang tua di usia tidak produktif, akan disisihkan dari kehidupan anak cucunya. Mereka yang manula dianggap penghalang dalam mengumpulkan harta. Banyak manula yang anak-anak mereka sukses (materi dan jabatan) lebih memilih membayar orang atau menaruh di panti jompo. Menyedihkan.
Sementara, masyarakat tiada peduli dengan apa yang terjadi. Mereka tersibukkan dengan kehidupan masing-masing. Alam kapitalisme membawa masyarakatnya lebih sibuk dengan urusan pemenuhan kebutuhan materi. Hingga mereka melupakan bahkan menumbuhkan sikap apatis pada lingkungan dan munculnya sikap individualis. Akibatnya tidak ada lagi kontrol untuk perbaikan dari masyarakat.
Mengupas Tatanan Keluarga Muslim
Tatanan keluarga yang berasal dari tatanan manusia akan mudah rapuh. Pasalnya aturan manusia yang dipakai saat ini adalah aturan yang lemah. Dengan sekulerisme justru keluarga akan jauh dari ketenteraman. Dampak nyata sudah sangat jelas. Seperti yang sudah diulas di atas, bahwa semua rencana dan kebijakan, bukan untuk kebaikan keluarga. Melainkan itulah propaganda jahat terhadap keluarga khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Tatanan keluarga dalam Islam adalah untuk menjaga kekokohan keluarga dan melindunginya dari gangguan, menjaga kelurusannya serta memberikan peran penting bagi setiap anggota keluarga dalam kehidupannya.
- Peran Perempuan/Ibu
Islam memuliakan perempuan, baik ibu, anak perempuan maupun saudara perempuan. Islam mengangkat harkat wanita, menyamakan antara dia dengan lelaki pada banyak hukum. Dalam hal keimanan, perempuan diperintahkan dengan perintah yang sama dengan laki-laki. Dan memilik hak yang sama dalam pemberian pahala dari Allah kelak di akherat.
Sebagai seorang perempuan dalam perannya sebagai seorang ibu, dialah pengatur urusan rumah tangga. Dia bertanggung jawab atas keseluruhan urusan rumah dan menjaga kehormatan dirinya, keluarganya dan harta suaminya. Mendidik dan mencerdaskan anak-anak menjadi generasi yang unggul, berakhlak mulia dan berperadaban mulia pula.
Dalam urusan muamalah perempuan memiliki hak berpendapat, mengoreksi penguasa, memberikan nasehat, memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran (amar makruf, nahi munkar)dan berdakwah kepada Allah.
Di dalam ajarannya, Islam menjadikan setiap individu dalam keluarga mempunyai peran penting. Ayah dan ibu adalah yang pertama menjaga dan mengajarkan pendidikan Islam. Ayah dan ibu memiliki peran dan fungsi yang saling menopang satu sama lain.
- Peran Ayah/Laki-laki
Seorang ayah bertanggung jawab atas pemenuhan nafkah, juga sebagai kepala keluarga yang berperan sebagai imam. Yaitu pemimpin yang menjaga keselamatan seluruh anggota keluarganya di dunia dan di akherat. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. At Tahrim : 6
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
- Peran Anak-anak
Anak-anak mendengarkan, mentaati dan melaksanakan segala kebaikan dari nasehat dan bimbingan orang tua. Anak-anak menjaga hak para ayah dan ibu berlandaskan kecintaan dan pengagungan mereka. Mereka memiliki peran untuk menjaga dan merawat orang tua mereka. Tanpa kenal apakah orang tua masih produktif atau sudah tidak. Semua didasarkan pada kebaktian anak kepada orang tua. Islam mengajarkan untuk berbakti kepada orang tua. Sebagai penghormatan dan pemuliaan terhadap ayah dan ibu dengan memelihara dan taat terhadap perintahnya hingga meninggal dunia. Allah subhanaahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra: 23)
Penjagaan Islam Terhadap Keluarga
Islam juga menjaga kehormatan, kesucian dan nasab dalam keluarga. Pelaksanaannya dengan menganjurkan untuk menikah dan melarang ikhtilat (campur baur) antara lelaki dan perempuan, juga larangan zina. Adanya dosa besar dan hukuman berat atas zina, juga membuktikan Islamlah penjaga pergaulan dan peradaban.
Dari sisi negara, sebagai penjaga rakyatnya, maka kebijakan yang diambil oleh negara juga dengan rujukan kebaikan untuk seluruh anggota keluarga dan masyarakat. Penyediaan kebutuhan pokok (kebutuhan hajat) dan kebutuhan penunjang difasilitasi dan disediakan oleh negara.
Kebutuhan sandang, pangan, papan dan kebutuhan hajat lain difasilitasi dengan kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Demikian juga kebutuhan pendidikan, kesehatan dan sarana ibadah juga difasilitasi negara. Sehingga seluruh anggota keluarga akan fokus terhadap peran dan fungsi masing-masing dalam rangka ketaatan kepada Allah Swt. Tidak ada lagi yang sibuk mengejar materi, mengejar karier, sibuk maksiat, lalai pada tugas dan kewajibannya.
Simpul terakhir kekuatan Islam tinggal dalam keluarga. Jika keluarga Muslim hancur, maka ikatan Islam akan hancur pula. Namun, kita yakin, Allah akan menjaga Islam dengan caraNya. Kita sebagai hambaNya, berusaha agar menjadi bagian penjaga diennulNya.
Waallahualam bisawwab.