Oleh. Helmiyatul Hidayati
(Blogger Pro, Pengasuh Kajian Online Muslimah Perindu Jannah)
#MuslimahTimes –– Tentu kita ngeri bila mendengar kasus pemerkosaan. Seperti yang kita ketahui ini adalah tindakan bejat dalam ranah seksual yang dipaksakan oleh seseorang kepada orang lain (lawan jenis). Dari dulu, bila kita mendengar kata pemerkosaan kita akan membayangkan perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang bejat yang tidak terikat dalam pernikahan, karena itu kadang pemerkosaan sering disandingkan dengan pembunuhan hingga mutilasi.
Namun, baru-baru ini frase pemerkosaan mulai masuk dalam ikatan pernikahan. “Ide” ini muncul ketika dicetuskan oleh komnas perempuan, yang menyatakan bahwa memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual adalah bentuk pemerkosaan terhadap istri atau lebih tepatnya marital rape (megapolitan.com).
Pernyataan yang sekilas tampak ‘baik’ ini sebenarnya adalah pernyataan yang membahayakan keluarga bahkan kaum perempuan. Di dalam Islam –dan dimanapun-, salah satu fungsi pernikahan adalah melegalkan hubungan intim. Jadi, bila ada pembatasan maka fungsi pernikahan batal demi hukum.
Pernyataan ini mengesampingkan kenyataan bahwa ketika suami dan istri memiliki dorongan seksual, maka secara hukum –apalagi hukum Islam- satu-satunya orang yang sah untuk diajak melakukan hubungan badan adalah pasangan yang dinikahinya. Bila pada segi ini terjadi pembatasan, apalagi secara kontinue, maka apa yang harus dilakukan suami atau istri untuk melampiaskannya? Bagaimana standar “memaksa” itu dan berapa batasan penolakan yang bisa ditolerir?
Sebenarnya dengan memahami hak dan kewajiban suami dan istri di dalam Islam, maka seharusnya tidak ada yang namanya drama “memaksa hubungan badan” oleh suami atau istri (jangan salah, istri juga butuh nafkah batin). Kesalahan komnas perempuan dalam pernyataan tersebut adalah menempatkan hubungan seksual sebagai hak yang dimiliki oleh suami dan istri sehingga baik suami atau istri memiliki pilihan ketika diajak melakukan hubungan badan oleh pasangannya.
Soal hak dan kewajiban memang tidak bisa selesai bila dipecahkan dengan cara akal-akalan ala manusia. Pas bicara uang belanja, beli rumah dan pulsa, beli kosmetik, ongkos ke salon, mungkin sebagian perempuan akan bilang itu kewajiban para suami. Tapi begitu melayani suami, punya anak, mereka akan teriak itu harus sesuai kesepakatan (muslimahnews.com).
Karena itu ada baiknya kita pahami dulu apa itu hak dan kewajiban suami istri dalam berumah tangga. Kewajiban adalah tugas yang harus ditunaikan, sementara hak adalah sesuatu yang harus diberikan. Kewajiban suami merupakan hak bagi istri dan kewajiban istri adalah hak bagi suami. MasyaAllah begitu indah pengaturan dari Tuhan Sang Khalik.
Berikut ini beberapa hal yang merupakan tugas atau kewajiban suami :
1. Membayar mahar
2. Menafkahi berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal
3. Menggauli (nafkah batin) istri dengan cara ma’ruf
4. Melindungi dan mengayomi istri dengan menjaga keamanannya, ketenangan hati dan ketentraman jiwanya.
5. Memperlakukan istri secara baik, tidak kasar, tidak membentak apalagi memukul, tidak cuek kepada istri
6. Menutup aib istri
7. Menjaga kehormatan istri
8. Meringankan bebannya sesuai kondisi istri.
Adapun tugas atau kewajiban istri adalah sebagai berikut :
1. Taat pada suami
2. Melayani permintaannya di atas ranjang
3. Melayani keperluannya di rumah
4. Menutupi aibnya
5. Menjaga kehormatan suami
6. Tidak bersedekah dengan harta suami tanpa izin
7. Meminta izin ketika keluar rumah
8. Meminta izin ketika akan berpuasa sunnah
9. Menjaga kepemimpinan suami
10. Merawat dan menjaga anak-anaknya.
11. Tidak menerima tamu tanpa seizin suami
12. Berdandan dan tampil menarik di hadapan suami.
Jadi jelas, adanya akad nikah menjadikan persetubuhan menjadi halal. Istri diwajibkan taat pada suami termasuk dalam memenuhi urusan ranjang, itu adalah merupakan suatu kewajiban dan tanda sayang kepada suami. Bagi istri itu adalah pahala, sekaligus menyelamatkan pria yang dicintainya dari gejolak birahi karena rangsangan dari luar rumah. Dengan demikian pahala didapat dan rumah tangga berjalan serta akhlak suami terjaga.
Suamipun memiliki kewajiban menggauli istri secara ma’ruf, artinya ia diharamkan melakukan kekerasan terhadap istrinya, seperti dalam hadits, “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik pada istrinya.”
Drama tentang marital tape ini sebenarnya tidak akan ada bila setiap rumah tangga baik suami dan istri memahami dengan benar hak dan kewajibannya. Juga menyingkirkan paradigma pernikahan yang selama ini banyak disusupi oleh paham sekuler dimana pernikahan hanya formalitas atau penyatuan cinta, padahal di dalam Islam, pernikahan itu adalah bentuk ibadah, hanya untuk meraih Ridho Allah.
Wallahu A’lam..