Oleh : Dina Evalina
Aktivis Dakwah
MuslimahTimes– Pemindahan ibu kota Indonesia yang sebelumnya telah lama diwacanakan oleh Pemerintah, di tahun ini wacana tersebut terealisasi. Ibukota Indonesia resmi dipindahkan ke Kalimantan Timur, seperti dilansir dalam (cnnindonesia.com, 26/8/2019) Presiden Joko Widodo menyatakan lokasi ibu kota baru terletak di Kalimantan Timur, tepatnya di dua kabupaten yakni Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara.
Pemindahan Ibukota ini memakan biaya yang besar Rp 466 triliun, Presiden Joko Widodo mengatakan pendanaan dalam pemindahan ibu kota akan menggunakan 19 % dari APBN. Sedangkan sisanya adalah pendanaan dari investasi swasta dan BUMN . (Detik.com, 26/8/2019)
Seorang ekonom senior yang juga mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Emil Salim ikut berkomentar tentang pemindahan ibukota tersebut. Ia menilai pemerintah seharusnya tidak lari dari tanggung jawab dengan pindah ibukota, melainkan membenahi Jakarta. Mengenai lokasi Kalimantan yang berada di tengah-tengah Indonesia, Emil mengatakan yang menjadi permasalahan era sekarang bukanlah fisiknya, melainkan bagaimana mengimplementasikan regulasi dan aspek non-fisik, sehingga bisa mengoptimalkan potensi di Indonesia. Selain itu, Emil juga mempertanyakan dana besar untuk pemindahan ibukota yang disebut-sebut mencapai Rp 466 triliun, berkorelasi dengan pemerataan ekonomi.
Keputusan Pemerintah untuk memindahkan Ibukota di saat Indonesia mengalami keterpurukan di berbagai aspek terutama pada aspek ekonomi jelas menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Keputusan yang terkesan tergesa-gesa ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat mengenai urgensi antara pemindahan ibukota atau menyelesaikan kemelut persoalan yang telah melanda negeri.
Tercatat Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir triwulan II 2019 sebesar USD 391,8 miliar atau Rp 5.601, angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi, defisit yang semakin melebar pada anggaran belanja dan neraca perdagangan, defisit juga terjadi pada layanan kesehatan BPJS, biaya kebutuhan rakyat yang terus meroket, ditambah dengan berbagai jenis pajak yang melengkapi penderitaan rakyat serta matinya usaha-usaha retail dalam negeri. Semua itu telah lama menghiasai kondisi ekonomi negeri ini.
Pembiayaan pemindahan ibukota akan menambah defisit APBN, walaupun hanya 19% pembiayaan itu dari dana APBN, akan tetapi keterlibatan pihak swasta dalam proses pembangunan yang dijalankan akan menjadi masalah baru di kemudian hari. Proyek besar yang mendapat campur tangan dari para investor Asing maupun Aseng hanya akan menghasilkan keuntungan di pihak mereka. Karena semua pembangunan fasilitas negara maupun fasilitas untuk rakyat disekitarnya akna menjadi ladang bisnis bagi para investor.
Ketergantungan terhadap para investor Asing maupun Aseng akan mengganggu kedaulatan negara. Yang pada akhirnya akan bermunculan kebijakan-kebijakan baru yang memuluskan langkah para investor untuk semakin mencengkeram negeri ini. Terlebih di Ibukota yang baru Kalimantan Timur kita ketahui bersama memiliki lahan dan Kekayaan Alam yang melimpah ruah. Negara yang sukarela menyerahkan kekayaan alamnya kepada para investor sejatinya telah kehilangan pos pemasukanya yang digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan memenuhi kebutuhan rakyat dalam negeri.
Semua itu tak lepas dari Sistem yang sekian lama bercokol kuat di negeri ini. Sistem sekuler Kapitalis yang menanggalkan peran Tuhan dalam membuat segala kebijakan menghasilkan tatanan kehidupan yang buruk di tengah masyarakat, perlahan namun pasti akan menghancurkan sebuah negeri dan membuat rakyat dalam negara tersebut semakin terpuruk. Sistem ini akan melahirkan rezim yang pro terhadap para kapital dan hanya mementingkan kepentingan pribadinya. Demi meraih kursi kekuasaan dan kekayaan melimpah rezim akan rela mengorbankan kepentingan rakyat.
Pemerintah yang abai akan kondisi masyarakat, membebani rakyat dengan hutang maupun pajak yang mencekik, membiarkan para kapital masuk ke dalam negeri, namun justru memilih sibuk mengurus pemindahan ibukota menjadi bukti bahwa rezim saat ini adalah antek para penjajah, rezim saat ini menjadi penyokong Sistem Sekuler Kapitalis tetap eksis di Indonesia.
Sehingga untuk keluar dari kondisi yang tidak ideal mengharuskan seluruh lapisan masyarakat untuk mencampakkan sistem rusak tersebut kemudian mengadopsi sistem Islam secara menyeluruh. Sebuah negara bernama Khilafah yang menerapkan sistem Islam dalam menjalankan pemerintahan telah terbukti mampu bertahan selama 13 abad lebih menaungi 2/3 dunia dengan Islam. Berhasil mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, dan tak dipungkiri selama masa kekhilafahan pernah terjadi pemindahan ibu kota setelah melakukan pengkajian yang mendalam, dana yang tidak terlalu besar, melihat dari aspek politiknya serta selalu berorientasi pada kemaslahatan rakyat hal tersebut dilakukan.