Oleh : Fauziyah Ali
Dadaku sesak…
Bibirku terdiam kaku…
Melihat rakyat berdesak-desakan turun ke
jalan
Demi menyuarakan keadilan tentang UU Omnibuslaw yang cilaka…cilaka…
Bapak, Ibu, Mas, Adik, Kakak
Ini masih pandemi, jangan berkerumun
Kataku dan katanya…
Tapi kata kalian.
Lantas apa kami punya pilihan?
Kami punya pemimpin yang dzalim
Yang selalu mengantarkan kami pada penderitaan yang tak berujung
Apa kami lantas diam saja, di rumah saja agar tak tertular virus?
Ya, apa kami punya pilihan?
Tentu kami telah memilih
Kami akan sabar di parit-parit perjuangan ini
Tahukah kalian,
Di telinga kami berhari-hari terdengar nyanyian
Buruh itu kontrak bukan karyawan tetap
Pesangon itu 25x gaji bukan 32x gaji
Jika pegawai kontrak tak kan dapat pesangon
Apa kami akan hidup hanya dengan 1-2 tahun bekerja dengan upah minimum?
Ya upah minimum itu berarti kami tak berhak kaya
Kami harus miskin dan semakin miskin
Sementara cukong-cukong itu mereka kaya semakin kaya
Tak bisa cuti ini dan itu
Tapi bisa cuti melahirkan karena dianggap tak menghasilkan
Kau tahu rasanya sakit melahirkan?
Kau tahu darimana kau dilahirkan dan bisa berdigdaya
Dari rahim yang merasakan sakitnya melahirkan
Tapi lihat kau sekarang, kau larang kami cuti, bahkan cuti karena ingin pulih dari sakitnya melahirkan
Semua ada di draf
1028 halaman?
905 halaman?
1028 halaman?
1052 halaman?
812 halaman?
Kami tak peduli.
Yang kami peduli semua rencana kedzaliman ini dihapuskan.
Draf UU Omnibuslaw Cilaka yang berantakan itu harus dihapus dengan
Terbit Perpu bukan melenggang ke MK