Nay Beiskara
(Komunitas Pena Islam)
Muslimahtimes. “HIV AIDS masih menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat dunia. WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia menaruh perhatian besar terhadap masalah ini. Segala upaya dilakukan tuk menanggulangi penyakit mematikan ini. Namun, upaya itu ‘jauh panggang dari api’. Tak pernah sekalipun menyentuh akar masalah yang sejati. Yakni, peradaban sekular liberal yang mengusung kebebasan bertingkah laku. Alih-alih penyakit HIV-AIDS teratasi, justru kian meningkat dan merusak generasi.”
***
Peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini mengangkat tema menarik, yakni “Global Solidarity, Resilient Services” atau “Solidaritas Global” mempertahankan layanan penting untuk HIV selama COVID-19. Tema ini diusung sebagai seruan kepada seluruh pihak -pemimpin global dan warganya- untuk melindungi dan mencegah kehancuran pelayanan pengobatan HIV AIDS selama Covid-19 berlangsung. Tirto.id (30/11) melansir, WHO telah menyerukan kampanye HIV pada kelompok rentan yang sudah berisiko dan memperluas cakupan ke anak-anak dan remaja.
Dalam cuitannya, UNAIDS menginfokan setiap pekannya, ada sekitar 5.500 perempuan muda berusia 15-24 tahun di seluruh dunia yang terinfeksi HIV. Sekitar 1,7 juta orang terinfeksi HIV pada 2019 karena tidak dapat mengakses layanan kesehatan esensial. Selain itu, terdapat 12 juta orang penderita HIV di seluruh dunia saat ini yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan perawatan kesehatan (Kompas.com, 1/12). Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima. Byanyima menambahkan bahwa menjelang akhir tahun 2020 ini, dunia berada dalam kondisi berbahaya, dan bulan-bulan mendatang takkan mudah.
Di Indonesia sendiri, seperti dikutip dari laman resmi Kemenko PMK, 7 Maret 2020, Ketua Panli HIV AIDS PIMS, Samsuridjal Djauzi mengatakan, kasus HIV pertama di Indonesia teridentifikasi pada 1986. Pada tahun itu, ada laporan kasus seorang perempuan Indonesia di sebuah rumah sakit yang menderita HIV. Kemudian pada 1987 di Bali, terdapat seorang wisatawan asal Belanda yang meninggal karena HIV.
Sejak saat itu, kasus HIV-AIDS di negeri ini kian meningkat tiap tahunnya. Kemenkes melalui Info Datin Kemenkes 2017 menunjukkan kasus HIV tiap tahun mengalami peningkatan, terhitung dari 2005 hingga 2017. Walaupun, kasus AIDS terbilang stagnan. Wilayah tertinggi ditempati 5 Provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua. Kebanyakan dari mereka yang terinfeksi HIV adalah laki-laki dengan angka mencapai 62%. Sedang kasus AIDS, penderita terbanyak merupakan laki-laki dengan kisaran 64%.
/ Gaya Hidup Faktor Utama /
Virus ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada 1981 pada pria gay. Penyebarannya melalui pertukaran cairan tubuh. Pria gay yang melakukan seks anal dan oral tanpa kondom memiliki risiko tinggi tertular virus. Fakta ini menunjukkan bahwa gaya hidup menjadi faktor yang paling memengaruhi seseorang tertular HIV.
Sebagai masyarakat yang peduli akan kesehatan, tentu beberapa perilaku yang dapat meningkatkan penularan virus HIV harus diketahui. Liputan6.com (01/12) membagi informasi terkait penularan HIV-AIDS. Penyakit penurunan kekebalan sistem tubuh ini dapat ditularkan dengan melakukan beberapa perilaku antara lain :
1. Berhubungan seksual dengan orang yang belum diketahui status HIV-nya. Termasuk dengan pekerja seks komersil dan pecandu narkoba suntik.
2. Kerap bergonta-ganti pasangan.
3. Berbagi jarum suntik dengan orang yang positif HIV.
4. Menggunakan jarum yang tak steril untuk mentato.
Dari keempat perilaku di atas, seks di luar nikah ditengarai menjadi penyebab utama penyebaran virus HIV. Hal ini senada dengan data yang diungkap oleh Dinas Kesehatan Sumbar (Harianhaluan.com, 28/01/2015). Ini kemudian dibuktikan dari data Ditjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Kemenkes RI Tahun 2017, sebagaimana dilansir oleh Detik.com (27/11). Sebanyak 72.4 persen dari kejadian HIV di Indonesia disebabkan oleh aktivitas seksual yang berisiko.
Seks bebas memang telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Barat. Namun, gaya hidup ini banyak diadopsi oleh masyarakat di negeri-negeri muslim kini. Terutama oleh generasi mudanya. Padahal, dampak seks bebas telah jelas bahayanya.
/ Solusi Tuntas Hanya Pada Syariat/
Selama satu dasawarsa ini, pemerintah bukannya tak berupaya menanggulangi penyebaran HIV. Segala upaya telah coba dilakukan. Baik pengobatan secara medis maupun dalam bentuk penyuluhan-penyuluhan. Namun, upaya itu ‘jauh panggang dari api’. Tak pernah menyentuh akar masalah sebenarnya.
Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah selain dengan melakukan tes HIV, adalah dengan menjalankan program ABCD (Abstinentia, Be Faithfull, Condom, No Drug). Dengan logika berpikir liberal dan pragmatis, alih-alih dapat menurunkan angka pengidap HIV. Pemerintah justru memfasilitasi penyebaran virus ini.
Misalnya, melihat seks bebas menjadi penyumbang utama virus HIV, pemerintah justru menganjurkan menggunakan kondom dan melakukan hubungan hanya pada satu pasangan saja. Pertanyaannya, pasangan yang mana? Pasangan yang sudah halal atau belum halal? Lalu, apakah penggunaan kondom efektif? Sedang di lain pihak, pemerintah tak menghilangkan seks bebas atau perzinaan itu sendiri. Padahal, seks bebas itulah yang menjadi biang permasalahan.
Seks bebas merupakan gaya hidup yang terlahir dari sistem hidup berasaskan paham sekularisme dan liberalisme yang digadang-gadang Barat. Gaya hidup ini telah terbukti berhasil menjadi alat perusak generasi muda. Baik di tempat lahirnya paham-paham tersebut maupun di negeri-negeri muslim. Karenanya, perlu adanya solusi alternatif tuk mengatasi penyebab utama penularan penyakit HIV-AIDS. Tak lain dan tak bukan solusi itu ada pada syariat.
Islam sebagai Dien yang sempurna dan paripurna, diturunkan oleh Allah Swt. tuk menjadi solusi setiap problema kehidupan, termasuk masalah HIV-AIDS. Islam memiliki seperangkat aturan tuk mencegah meluasnya penyakit ini dan mengobati para pengidapnya.
HIV-AIDS bersumber dari aktivitas yang diharamkan hukum syara, yakni seks bebas. Baik dengan sejenis atau heteroseksual. Maka, upaya untuk membendung seks bebas ini harus dilakukan. Dalam Islam, bagi pelaku seks bebas ini akan dikenakan hukuman mati. Artinya, Islam memiliki cara tuk menghilangkan sumber penyakitnya, yakni memberikan sanksi yang tegas. Hal ini sesuai sunnatullah. Ketika sumber penyakitnya hilang, maka penyakitnya pun takkan ada.
Negara juga tak membiarkan pergaulan bebas terjadi di masyarakatnya. Misalnya, dengan melarang campur baur, berkhalwat antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Melarang laki-laki dan perempuan keluar dri kehidupan khususnya tanpa menutup aurat. Menutup tempat-tempat pelacuran dan hiburan malam, serta pertunjukkan musik. Tak lupa melarang beredarnya minuman beralkohol beserta pabrik-pabriknya. Juga menutup media-media yang menayangkan pornoaksi dan pornografi. Karena semua hal itu yang akan mendorong terjadinya rangsangan seksual.
Sedangkan untuk pengidap, metode karantina akan dilakukan oleh Negara. Karantina di sini dimaksudkan agar tidak membuka peluang orang lain tuk tertular dan menularkan. Sebagaimana sabda Nabi Saw., “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat” (HR Bukhori ). “Apabila kamu mendengar ada wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit sedangkan kamu berada dalam negeri itu , janganlah kamu keluar melarikan diri” (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim dan Nasa’i dari Abdurrahman bin ‘Auf).
Karena penyakit HIV-AIDS ini merupakan penyakit yang belum ada obatnya hingga saat ini, maka yang harus dilakukan adalah memutus mata rantai penyebaran dengan upaya pencegahan. Upaya pencegahan ini haruslah dilakukan secara sistemik oleh Negara. Bila upaya ini dilaksanakan, in syaa Allah penyakit ini bisa ditekan penyebarannya. Wallahua’lam bishshowwab.