Oleh. Meitya Rahma, S. Pd
MuslimahTimes.com – Di suatu pagi, seperti biasa emak belanja di warung sayur langganan. Pilih waktu yang tidak banyak orang berkerumun, taat pada protokol kesehatan. Akhirnya ba’da subuh sudah nyari sayur di warung sayur Mbak Wiwin. Seperti biasa, terjadi obrolan di warung sambil pilih-pilih sayur yang mau dimasak. Bingung pilih sayur apa yang mau dibeli, karena bagi emak sayur dan lauk itu harus match, karena kalau tidak match akan mengurangi selera makan. Ya ampun urusan me-match-kan antara sayur dengan lauknya seperti baju saja ya, harus match sama kerudung. Kadang juga mikir, ketika uang yang dibawa tidak cukup buat beli sayur. Di situlah kadang emak lama untuk memilih sayuran, karena banyak pertimbangan.
Menimbang-nimbang antara uang yang dibawa dan me-match-kan lauknya. Apalagi sekarang harga bumbu naik, cabe pun juga ikut naik, tempe yang jadi andalan pun ternyata juga naik harganya. Akhirnya sudah tidak berpikir match atau tidak, sik penting iso mangan (yang penting bisa makan). Mau gimana lagi, kalau uang belanja sudah mepet, akhirnya pakai jurus kepepet agar sekeluarga bisa makan.
Mbak Wiwin yang jual sayur bilang, ” uang belanjaannya untuk kulak sayur (beli sayuran) di pasar pun kurang karena harga sayur mayur serta bumbu bumbu dan lain lainnya juga naik.” Mbak Wiwin juga sambat (mengeluh) karena banyak yang beli di warungnya dengan cara utang dulu. Bukan cuma satu dua orang saja yang utang di warungnya ini, tapi ada 5 orang lebih. Ya, bayangkan saja jika 1 orang utangnya 50 ribu dikalikan 5, kan sudah lumayan itu buat kulakan sayur.
Serba salah kalau buka warung di kampung seperti Mbak Wiwin. Mau nggak boleh diutangi kok ya dikira pelit, kalo boleh kok ya… limit, serba pekewuh. Seperti mbak Wiwin ini orangnya pakewuh kalau nagih utang para pembeli. Mungkin juga masih banyak tukang jual sayur yang bernasib sama seperti Mbak Wiwin ini. Apalagi di masa-masa seperti ini, musim pageblug kalo orang Jogja bilang, apa-apa mahal, apa-apa susah. Selain perekonomian negara yang karut- marut, rakyat pun kena imbasnya.
Akibat utang negara makin banyak, bunganya pun juga makin berkembang. Akhirnya rakyat juga yang terkena imbasnya. Subsidi untuk rakyat perlahan mulai dikurangi. Yu Menik kemarin bayar premi BPJS kaget, kok nambah preminya, ternyata per Januari naik. Lah…., naiknya nggak ngomong-ngomong sih pemerintah itu, jadi kan ya nggak siap duitnya. Mana Yu Menik itu orangnya teliti banget dalam masalah keuangan. Mulai awal bulan sudah diamplopin uangnya, Ini yang untuk biaya sekolah, ini yang untuk tagihan listrik, tagihan BPJS, untuk dapur. Njlimet pokoknya kalau urusan uang! ada yang seperti Yu Menik ini?
Emak kemarin mau ngikutin gaya Yu Menik ini malah bingung. Uang dapur masuk di uang listrik, uang lain-lain masuk di pembayaran sekolah, pusing deh emak. Akhirnya sudahlah tak usah neko-neko yang penting tercukupi semua.
Yu Menik juga ngasih tahu kemarin pas ketemu belanja di warung Mbak Wiwin, “Siap-siap saja ibu-ibu, mungkin nanti subsidi lain menyusul untuk dioangkas.”
Subsidi belanja emak jangan-jangan juga kepotong sama bapak nanti. Duh…,makin lama nanti emak belanja di warung sayur, sudah tidak lagi mikir me -match-kan menu makan, tapi me-match-kan harga sayur dengan isi dompet. Kasihan emak, mikir gimana caranya biar asap dapur tetap mengepul.
Bagi orang elit, ekonomi sulit seperti emak ini, bisa makan tiap hari saja sudah Alhamdulillah. Mungkin banyak perempuan yang seperti emak di negeri ini. Negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi. Gemah ripah loh jinawi yang tidak dinikmati rakyatnya, namun dinikmati para orang kaya, yang punya modal banyak, yang punya kekuasaan. Rakyat cilik seperti emak ini tidak bisa menikmati. Impian emak itu simpel sebenarnya, tak perlu berlimpah harta, cukup dengan hidup tentram, harga sayur dan tetek bengek nggak mahal, anak bisa tercukupi gizi, bisa sekolah (gratis tur apik), sehat, aman, tentram itu sudah cukup. Simpel sebenarnya. Kapan yaa bisa ngerasain seperti ini ya. Pastinya ini juga menjadi harapan semua emak.
Impian hidup di negara tanpa utang, negara yang memikirkan kesejahteraan rakyatnya secara totalitas. Negeri yang dipimpin oleh pemimpin yang amanah, yang memahami bahwa kepemimpinannya kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, karena pemimpin negara itu seperti perisai dan pelindung bagi rakyat.
Tentunya bukan negeri dongeng atau negeri impian, Nyatanya dulu pernah ada negeri seperti ini. Negeri yang dipimpin oleh penguasa yang amanah karena ia memerintah berdasarkan hukum Allah, syariat Islam. Sebenarnya ketika seseorang itu berkuasa dan menyandarkan semua keputusan pada syariat Allah maka ia akan memerintah dengan adil dan bijaksana. Karena ia akan senantiasa berpikir bahwa jabatan adalah amanah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Berat sebenarnya ya kalau dipikir-pikir, tapi herannya banyak orang yang ingin berkuasa, sampai dibela-belain pakai dana ratusan juta.
Membaca bagaimana sepak terjang Harun Arrasyid, Sulaiman Alqonuni, dan para khalifah-khalifah lainnya mengatur kemakmuran rakyatnya ini merupakan salah satu bukti bahwa ketika hukum Allah menjadi landasan dalam bernegara, maka jaminan kesejahteraan pun akan terwujud. Logika sederhananya saja, jika aturan yang dibuat oleh Sang Khalik tentunya akan membawa kemaslahatan bagi makhluk-Nya.
Ini hasil contekan ilmu dari emak, ia sering mengikuti beberapa kajol (kajian online). Kata emak selama pandemi ini banyak tawaran untuk mengikuti kajian online. Hikmah pandemi, di rumah tetep bisa ngaji lewat HP, saat repot pun kita masih bisa dengerin kajian dari HP.
Akhirnya emak jadi semangat tholabul ilmi. Jadi nggak cuma mantengin Mas Al terus di TV tapi emak sekarang rajin dengerin siraman ruhani. Kata emak kalau dengerin pengajian itu rasanya nyess, sejuk dan bisa membuat strong menghadapi hidup. Ini seperti nutrisi agar iman tetap terjaga dan imun tetap mantap. Para emak dimanapun berada pasti juga mengalami hal yang sama seperti apa yang dialami Emak, Mbak Wiwin, Yu Menik, dll pastinya. Tapi hidup terus berjalan, dilakoni kanthi ikhlas (dijalani dengan ikhlas), ikhtiar maksimal, InsyaAllah pahala yang disediakan Allah Swt akan diraih.