(Oleh : Rani binti Sulaeman)
#MuslimahTimes — Bayangkan Anda pergi ke sebuah restoran di hotel bintang lima. Anda me-resevasi semua tempat. Meski Anda hanya mengundang satu teman Anda saja. Ya, Anda hanya berdua bersama teman Anda. Anda betul-betul menginginkan privasi. Tidak boleh ada yang mengetahui apa yang akan Anda diskusikan dengan teman Anda.
Seorang pelayan menghampiri Anda, memberikan sebuah buku menu. Namun Anda menolak. Anda hanya berkata “Berikan menu terbaik dari olahan daging dan minuman terbaik”. Pelayan mendekati teman Anda, namun teman Anda berkata ; “Berikan saya menu yang sama” Pelayan mengangguk lalu pergi.
Anda mulai berbincang dengan teman Anda. Sesuatu yang menurut Anda sangat serius. Teman Anda mendengarkan dengan seksama. Lalu menanggapi dengan serius pula. Di tengah perbincangan, dua orang pelayan datang menghampiri. Untuk anda dan teman Anda, tersaji masing-masing sepinggan daging tanpa tulang dengan penampilan sajian yang sederhana. Anda menatap pelayan dengan ragu. Pelayan memotongkan secuil daging & memberikannya kepada Anda. Anda menerima kemudian mencicipinya. Anda mengangguk dengan raut muka yang bersinar bahagia. Seolah hidangan itu adalah sajian terlezat yang pernah Anda nikmati. Melihat sikap Anda, teman Anda pun antusias. Seolah kenikmatan yang anda rasakan menular.
Berbincang sambil menikmati hidangan adalah suasana yang menyenangkan bagi sapapun. Ada dua kenikmatan yang dirasakan, lezatnya makanan, dan hangatnya topic pembicaraan. Kadang hidangan sepingganpun tak cukup. Hingga Anda bersama teman Anda pun memesan kembali menu yang sama. Untuk sebuah hidangan yang lezat, sepertinya kata kenyang terasa jauh. Namun segala yang ada di dunia ada batasnya. Termasuk batas waktu.
Waktu sudah menujukan akhir kontrak reservasi Anda. Anda pun harus pulang. Anda memanggil pelayan, meminta tagihan Anda. Tanpa menunggu waktu, pelayan datang menghampiri. Membawa kertas tagihan Anda di atas sebuah nampan kecil. Tertulis dalam tagihan :
- Menu : Daging bangkai saudara sendiri
- Harga cash : Bertaubat dan meminta maaf kemudian terus berbuat baik
- Non cash : Pahala kebaikan Anda akan diambil di akhirat nanti.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Betapa Maha Sempurna Allah yang telah mengibaratkan orang yang menggunjing atau ghibah sebagai orang yang memakan daging bangkai saudara sendiri. Jangankan memakan, membayangkannya saja sudah membuat mual, jijik, dan muntah.
Apa yang dimaksud dengan menggunjing atau ghibah? Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rosulullah saw bersabda : “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu.’” (HR. Muslim no. 2589)
Ghibah adalah menceritakan saudara kita dengan sesuatu yang tidak disukainya. Apabila yang kita ceritakan itu tidak ada padanya, maka disebut buht (fitnah). Keduanya sama-sama diharamkan.
Dari Abu Bakrah ra., Rosulullooh saw bersabda ketika berkhutbah pada haji wada: “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram atas kalian sebagaiama keharaman hari ini, dalam bulan ini, di negri ini. Ingatlah, bukanlah aku telah menyampaikan? (Mutafaq ‘alaih)
Dalam Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 58, Allah swt berfirman : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
Bagaimana dengan orang yang mendengarkan ghibah? Hal tersebut juga sama-sama diharamkan oleh Allah, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat al Mukminun ayat 3 : “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.”
Dalil-dalil di atas menjelaskan agar setiap muslim menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek, akhlaq yang sangat buruk. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah. Orang-orang yang melakukan ghibah, dituntut untuk bertaubat.
Akan tetapi, para ulama membolehkan ghibah karena enam alasan yaitu : Mengadukan kezaliman, menjadikan ghibah sebagai jalan untuk mengubah kemungkaran, meminta fatwa, memberikan peringatan kepada kaum muslimin dari kejahatan (hal ini termasuk kategori nasehat), melakukan kefasikan dan bid’ah, dank arenamemperkenalkan ciri-ciri seseorang.
Al-Qarafi berkata dalam adz-Dzakirah “Sebagian ulama berkata, ada lima perkara yang dikecualikan dari ghibah yaitu nasehat, mencari rawi dan saksi yang cacat atau yang sehat, orang yang terang-terangan melakukan kefasikan, para pelaku bid’ah, pengarang-pengarang yang menyesatkan, dan ketika orang yang menggunjingkan dan yang digunjingkan telah sama-sama mengetahui topic yang digunjingkan”
Demikianlah islam memandang betapa pentingnya menjaga kemuliaan dan kehormatan sesama. Menjaga agar tidak ada diri yang terzalimi, dan tidak ada hati yang tersakiti. Semua karena Allah yang Maha Penyayang ingin agar manusia hidup dalam kebahagiaan. Itulah kenapa Allah berikan jalan, Allah berikan “way of life”yaitu dienul Islam. Islam kaffah yang indah dengan kesempurnaan syari’atnya.