Oleh : Andriani
#MuslimahTimes — Virus corona atau Covid-19 masih saja betah menjangkiti masyarakat Indonesia, juga dunia. Entah sampai kapan virus ini ada di negeri ini. Bukannya reda atau berkurang, malah angka kematian akibat virus corona ini makin melonjak. Kasus positif virus corona mencatatkan rekor dengan peningkatan 29.745 perhari dan 555 pasien meninggal dunia. Hingga saat ini kasus positif virus corona di Indonesia menjadi 2.313.829 sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada awal Maret 2020 lalu. (bisnis.com)
Sampai saat ini sudah berbagai macam cara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dari mengampanyekan protokol kesehatan, vaksinasi dan baru-baru ini pemerintah berupaya melakukan PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Kebijakan PPKM ini berlaku dari mulai Sabtu, 3 Juli sampai 20 Juli 2021 mendatang. Salah satu kebijakannya adalah menutup sarana publik termasuk rumah ibadah dan kegiatan konstruksi. Sedangkan kegiatan proyek konatruksi berjalan 100 persen.
Jadi masyarakat sekarang ini dibatasi untuk melakukan kegiatan di luar seperti melakukan ibadah di masjid pada waktu yang ditentukan. Artinya, melakukan ibadah hanya di rumah saja. Manteri desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mandes PDTT ), Abdul Halim Iskandar, mengirimkan surat resmi kepada kepala desa dan warga desa supaya menggelar do’a bersama. Dalam surat resmi tersebut Halim mengimbau agar seluruh pihak do’a bersama sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Adapun do’a ini dilakukan guna menyikapi kondisi melonjaknya angka Covid-19 di Indonesia. ”Do’a bersama dilakukan bersama keluarga di rumah masing-masing.’’ ujarnya dalam keterangan tertulis (detik.com 3/7/2021).
Apakah dengan berdo’a saja tanpa memperhatikan kausalitas berdo’a atau syarat terkabulnya dan diterimanya do’a tidak dihiraukan?
Do’a merupakan ibadah, bahkan merupakan inti ibadah. Berdasarkan firman Allah yang artinya, “Dan tuhanmu berfirman berdo’alah kepadaKu niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari ibadah kepadaKu akan masuk neraka dalam keadaan hina dina.” (TQS. Ghafir (40) :60)
Allah telah menjelaskan agar kita berdo’a kepada-Nya disertai dengan memenuhi seruanNya, terikat dengan syariat-Nya dan mengikuti RasulNya. Allah berfirman yang artinya, “Dan hendaklah kamu memenuhi seruanKu dan berimanlah kepadaKu agar kamu mendapatkan petunjuk.” (TQS al-Baqarah (2) : 186)
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Saw dengan sabdanya yang artinya, “Ia berdoa kepada Allah, tetapi makanan dan minumannya dari barang yang diharamkan, maka bagaimana mungkin akan dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)
Jadi do’a itu bukan hanya dengan salat lalu mengangkat tangan dan bermunajat kepada Allah, tetapi perlu juga diperhatikan syarat terkabulnya do’a seperti firman Allah dan sabda Rasulullah di atas. Contoh nyatanya adalah seperti: tidak menyombongkan diri untuk memenuhi seruan-Nya, terikat dengan syriat-Nya dan mengikuti ajaran Rasul-Nya. Karena kita juga perlu memperhatikan kaidah kausalitas. Ketika kita ingin agar do’a kita terkabul, maka perhatikanlah syarat-syaratnya. Ketika terjadi bencana atau wabah, kemudian kita adakan do’a bersama padahal sebelumnya kita tidak menjalankan aturan dari Allah, mengerjakan apa yang diharamkan oleh Allah, lantas bagaimana bisa do’a tersebut dikabulkan?
Lalu bagaimana dengan sistem yang dianut negara atau masyarakat sekarang ini?
Sepertinya bertolak belakang, karena sistem yang diterapkan saat ini sistem buatan manusia, yaitu Kapitalisme Sekularisme. Sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama. Dalam sistem ini segala sesuatunya harus berorientasikan materi. Tidak peduli halal dan haram. Agama tidak berhak mengatur urusan negara. Maka dari itu, jangan heran jika kita melihat perekonomian negara ditopang oleh pajak dan riba. Riba yang sudah jelas hukumnya haram tak berlaku dalam sistem Kapitalisme Sekularisme. Halal haram sama sekali tidak diperhatikan, yang terpenting adalah keuntungan materi. Ketika utang riba yang digunakan untuk mendanai berbagai proyek telah menggunung, langkah selanjutnya adalah menzalimi rakyat dengan menarik pajak di berbagai sektor.
Sistem Kapitalisme, sistem buatan manusia yang pastinya tidak dapat memuaskan akal pikiran manusia. Standarnya hanyalah materi semata, yang sudah jelas bisa kita lihat bahwa semua sarat akan kepentingan. Penguasa hanya akan mengutamakan pribadi dan kelompoknya saja. Jadi, tidak heran negeri ini penuh dengan permasalahan. Berbeda dengan aturan Islam. Aturan Islam berasal dari Sang Pencipta dan diturunkan langsung kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad Saw yang telah membawa risalah Islam tersebut dan mendakwahkannya kepada orang-orang di sekitarnya. Bukan saja sebagai agama ritual, tetapi Islam mengatur segala lini kehidupan.
Bagaimana mungkin Allah dengan cepat mengabulkan do’a kita, sedangkan kezaliman-kezaliman yang dilakukan oleh penguasa telah tampak jelas di depan mata kita. Telah kita ketahui bersama, bagaimana hukum di negeri ini berat sebelah. Banyak ulama yang dipersekusi, dana bansos yang dikorupsi, kenaikan pajak di tengah pandemi, insentif nakes yang belum cair sejak Januari, dan permasalahan lain yang begitu banyak dalam negeri ini.
Coba kita bandingkan dengan pemimpin-pemimpin Islam terdahulu, Rasulullah beserta khalifah-khalifah setelahnya. Mereka cepat menyelesaikan masalah karena mereka terikat dengan syariat Islam. Sosok pemimpin yang taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Bukankah Rasulullah pernah bersabda, “Ada tiga orang yang do’anya tidak akan ditolak yaitu; orang yang berpuasa sampai dia berbuka, imam atau pemimpin yang adil, dan do’a dari orang yang teraniaya.” (HR. Tirmidzi)
Maka pantas saja umat Islam dibawah naungan Khilafah berjaya 1.300 tahun lamanya, karena aturannya aturan Islam dan pemimpin-pemimpinnya sangat adil dan taat.
Untuk itu, jika kita ingin do’a yang kita panjatkan terkabul, dalam hal ini berakhirnya pandemi, taatilah Allah dan Rasul-Nya dengan menjadikan seorang pemimpin yang adil untuk mengatur kehidupan sesuai dengan syariat Islam yang Allah perintahkan, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Wallahu a’lam.