Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S(Redaktur Pelaksana Muslimah Times)
Muslimahtimes.com – Berita penangkapan seorang artis dan suaminya yang anak seorang pengusaha ternama karena terciduk menggunakan narkoba, menggegerkan publik. Tak sedikit yang menyayangkan hal tersebut.
Betapa tidak, sosok pasutri tersebut dikenal publik sebagai kalangan tajir melintir. Rumah mewah, mobil mewah, bisnis mentereng, anak-anak yang sehat dan menggemaskan, bahkan popularitas sudah mereka miliki. Kehidupan glamour pun kerap mereka pertontonkan di layar kaca maupun media sosial mereka. Siapa sangka, jika ternyata di balik semua itu, ada sisi kelam dalam diri mereka sehingga mereka harus terperosok ke dalam pusaran barang haram narkoba.
Begitulah hakikatnya kekayaan materi, tak menjadi jaminan seseorang bahagia. Bahkan banyak di luar sana yang tetap merasa hampa dan merana meski segala kemewahan dan pernah-perniknya telah ada dalam genggaman. Akhirnya kehidupan bebas menjadi pelampiasan, termasuk mengonsumsi narkoba. Mereka menganggap, mengonsumsi narkoba akan menjadikan mereka sejenak melupakan segala kepenatan hidup.
Ya, karena sejatinya narkoba merupakan zat adiktif yang dapat memberikan efek ketenangan bagi penggunanya. Dalam UU Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.
Namun demikian, daya rusak narkotika ini jauh lebih besar dibandingkan dengan secuil ketenangan yang didapat dengan mengonsumsinya.Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan dehidrasi, penggunanya akan kehilangan banyak cairan tubuh, akibatnya akan muncul halusinasi, kejang-kejang, perilaku lebih agresif, bahkan rasa sesak di dada.
Tak hanya itu, penyalahgunaan narkoba juga dapat berdampak pada terganggunya kualitas hidup, seperti sulit berkonsentrasi, hilangnya kesadaran, kecemasan yang terus-menerus, dan depresi. Bahkan risiko yang paling fatal dari penggunaan narkoba ini adalah kematian.
Di sisi lain, ditilik dari sudut pandang syariat Islam, narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan zat haram yang terlarang untuk dikonsumsi, karena terkategori sebagai zat yang memabukkan (khamr).
“Khamar adalah segala sesuatu yang menutup akal.” (HR Bukhari Muslim)
Meskipun penggunaan narkoba tidak sampai membuat mabuk pemakainya, namun efeknya adalah membuat tubuh lemah. Sedangkan Islam mengharamkan yang demikian. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah mengatakan, “Rasulullah Saw melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah).” (HR Abu Daud)
Lebih lanjut, Islam mengharamkan kita mendatangkan bahaya (dharar) terhadap diri kita sendiri maupun orang lain. Sedangkan penggunaan narkoba jelas akan mendatangkan bahaya terhadap diri sendiri maupun orang lain. Ya, begitu banyak fakta seseorang yang meninggal karena over dosis narkoba, bahkan orang yang berada di bawah pengaruh narkoba dapat membahayakan orang lain, seperti membunuh, memperkosa, dan lain-lain.
Rasulullah Saw juga bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain.” (HR Ahmad, Ibnu Majah).
Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap muslim menjauhi narkoba karena ditopang oleh keimanannya kepada Allah Swt. Keharaman narkoba sebagaimana yang ditetapkan oleh syariat, menujukkan konsekuensi dosa bagi pengguna maupun pengedar atau penjualnya. Karena pengedar atau penjual merupakan fasilitator sampainya barang haram tersebut kepada pengguna. Oleh karena itu, wajar jika sistem Islam memiliki sanksi yang tegas bagi pengguna narkoba, yakni ta’zir, kadar dan jenis hukumannya ditentukan oleh ijtihad Khalifah. Hukumannya bisa dicambuk, kurungan penjara, diasingkan, bahkan hingga hukuman mati, semua bergantung berat atau ringannya kejahatan yang dilakukan.
Sayangnya, sistem Islam tak diberlakukan hari ini. Maka wajar, kejahatan narkoba terus berkembang biak. Bahkan narkoba dijadikan komoditas bisnis dengan keuntungan yang menggiurkan.
//Bahagia dengan Taat//
Jika kebanyakan orang merasa tak bahagia meski bergelimang harta, hingga harus lari ke narkoba, maka perlu dievaluasi kadar kedekatannya dengan Sang Maha Pencipta. Karena sejatinya, kedekatan kita dengan Allah merupakan kunci kebahagiaan hakiki.
Hati yang senantiasa terpaut dengan cinta-Nya akan merasa tentram, meski hidup dihimpit masalah. Sebab ada keyakinan bahwa Allah selalu membersamai. Tidaklah ada permasalahan, kecuali Allah hadirkan jalan keluarnya. Pikiran tak mudah tersandera oleh kesulitan urusan dunia, karena jiwa yang dekat dengan Rabbnya akan senantiasa qona’ah dan tawakal kepada-Nya.
Maka, penentu bahagia dalam Islam bukan seberapa banyak seseorang memiliki harta, tetapi seberapa rida Allah atas hidupnya. Oleh karena itu, kewajiban kita sebagai muslim adalah berusaha mengejar rida Allah. Caranya dengan tunduk kepada segala perintah Allah dan menjauhi larangannya. Wallahu’alam…