Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Komunitas Istri Strong)
MuslimahTimes.com–Pernikahan terkadang tak berjalan mulus. Ada gangguan-gangguan yang mengalihkan perjalanan. Kadang, ada kekhilafan, bahkan maksiat dan khianat, hingga merusak hubungan dalam pernikahan.
Maksiat dan khianat pasangan, memicu kejengkelan, kemarahan dan bahkan kebencian. Berkerak hingga membentuk dendam berkepanjangan dan tiadanya maaf. Bila kondisi ini terus dibiarkan, akhirnya berujung pada saling benci dan bahkan perceraian. Na’udzubillahi mindzalik.
Ini pernikahan suci, seharusnya dijaga sampai mati. Namun begitulah manusia. Adanya pasangan yang maksiat dan khianat dalam pernikahan, sesungguhnya hal itu menyadarkan bahwa dua insan ini hanyalah manusia biasa. Bukan malaikat, bukan Nabi dan Rasul yang maksum. Mereka bisa saja tergoda setan.
Namun, bagaimana agar hal ini tidak merusak pernikahan? Haruskah bertahan dalam suasana kebencian? Bagaimana cara memaafkan pasangan yang sudah terlanjur mengecewakan? Berikut beberapa cara untuk mempertahankan pernikahan:
1. Istighfar
Banyak-banyak mengucapkan istighfar untuk memohon ampun kepada Allah Swt. Baik kita merasa bersalah maupun merasa benar, tetap mohonlah ampun kepada Allah Swt. Barangkali Allah timpakan ujian berupa dosa-dosa dalam pernikahan kita, tak lepas dari kontribusi kita juga.
Bukan berarti kita menyalahkan diri sendiri, tetapi jika memang ada salah, semoga Allah Swt mengampuni. Bukankah dalam pernikahan, baik dan buruknya adalah tergantung dua belah pihak yang menjalani? Janganlah terlalu besar kepala bahwa kita selalu benar dan pasanganlah yang salah. Berbesar hatilah merendahkan diri meminta pertolongan Allah Swt. Minta ampun, agar Allah pun ringan mengampuni kita dan pasangan kita. Bahkan ringan mengangkat masalah dalam pernikahan kita.
2. Memaafkan
Bila pasangan terlanjur maksiat dan kita masih ingin menyelamatkan pernikahan, maka tak ada jalan lain kecuali memaafkan. Kalau Allah saja Maha Pemaaf, mengapa kita manusia begitu sulit untuk memaafkan? Terima dengan ikhlas qodho Allah Swt. Rida bahwa apapun yang terjadi adalah kehendak-Nya. Tidak semua takdir itu indah.
Namun, tentu ada syarat kita memaafkan, yaitu selama pasangan mau bertobat dan menunjukkan tanda-tanda tobat. Bertobat ditandai dengan tidak lagi mengulang kemaksiatannya. Tanda-tanda tobat yaitu senantiasa menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa kembali menjerumuskannya dalam maksiat tersebut.
Misal, ada suami yang tidak ghadul bashar dan bahkan berhubungan mesra dengan wanita lain, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tobatnya, jika dia berjanji tidak begitu lagi, baik dengan wanita itu maupun dengan wanita-wanita manapun yang bukan istrinya.
Tanda-tanda tobatnya, misal memblokir nomor HP-nya, tak lagi berteman di media sosial, tak lagi bermuamalah dengannya, dan jika perlu pindah devisi atau bahkan pindah kerja jika wanita itu satu ruangan dengannya.
Asalkan pasangan mau kita luruskan, kita ajak kembali ke jalan yang benar, insyaallah menjadi ladang dakwah dan ladang amal saleh bagi kita. Tetapi jika pasangan bertahan kepada kemaksiatannya, serahkan urusan ini kepada Allah Swt. Sebab, dalam rumah tangga tidak boleh ada pembiaran kemaksiatan (dayuts).
3. Bermurah Hati dan Penuh Cinta
Menjalani pernikahan di mana pasangan pernah maksiat, tentu berat. Dibutuhkan kebesaran hati untuk menerimanya kembali. Untuk itu, cobalah menjadi pribadi yang murah hati dan penuh cinta. Latih hati ini supaya tidak menjadi pembenci. Latih supaya menjadi orang yang pemaaf dan tidak lagi membesar-besarkan masalah yang sudah menjadi masa lalu. Latih diri ini menjadi orang yang pemurah, lembut dan penuh kasih sayang.
Caranya, buat proyek kemanusiaan untuk menolong sesama. Misal, ada orang yang menolong para mantan pecandu narkoba. Ada yang membuat wadah edukasi untuk mantan wanita tuna susila. Ada yang membentuk komunitas untuk para preman yang telah tobat.
Kegiatan kemanusiaan ini akan mengasah kepekaan kita terhadap warna-warni kehidupan. Bila kita telah sanggup peduli dengan nasib masyarakat seperti ini, maka mudah bagi kita menerima kembali pasangan yang sebenarnya masih kita cintai.
4. Tingkatkan Kesadaran dan Ketakwaan
Terkadang kita terlampau keras terhadap diri kita sendiri, mengharuskan pada kondisi ideal sesuai harapan. Padahal mustahil. Jadi, milikilah kesadaran sesadar-sadarnya bahwa hidup ini memang tidak selalu adil, tidak selalu bahagia dan tidak selalu sesuai harapan.
Nikmat iman, takwa, kesadaran dan kasih sayang Allah sudah lebih dari cukup untuk kita memanjatkan syukur. Hati yang dipenuhi rasa syukur akan lembut, tenang dan tenteram. Bagaimana pun buruknya pasangan, Allah menakdirkan dia sebagai partner kita untuk mengarungi nikmatnya pernikahan. Sebab, pernikahan adalah nikmat yang agung. Allah menjabarkannya di banyak ayat suci. Semoga kita dan pasangan terlepas dari kondisi maksiat kepada Allah Swt.(*)