Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Kelas Bengkel Istri)
Muslimahtimes.com– Di dunia hiburan, saat ini sedang heboh dengan tayangan berjudul Layangan Putus yang menggambarkan hancurnya pernikahan akibat kasus perselingkuhan. Kendati kisah fiksi, namun dampak tayangan ini luar biasa membius pemirsa. Para istri jadi curiga dan bahkan memata-matai suaminya. Bagi yang masih lajang, mereka jadi takut menikah karena khawatir pernikahannya akan berakhir tragis seperti nasib Kinan, tokoh istri setia yang dikhianati pasangannya.
Ancaman Perselingkuhan
Tak bisa dimungkiri, potret rumah tangga yang digoda dengan perselingkuhan memang ada, bahkan semakin hari semakin marak. Perselingkuhan juga menjadi penyebab ketiga perceraian, yakni sebesar 11,89%, setelah perselisihan 60,57% dan ekonomi 24,41% (data BPS 2020).
Hal Ini terjadi karena semakin terbukanya model rumah tangga, di mana baik suami maupun istri saling memiliki hubungan intensif dengan lawan jenis, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Misal dalam dunia kerja, hubungan bisnis, pertemanan di masa lalu, dan interaksi di media sosial.
Sarana komunikasi juga sangat memudahkan interaksi antarlawan jenis ini, hingga terjadilah saling tarik menarik. Apalagi jika masing-masing tidak mau menerapkan konsep ghadul bashar atau menundukkan pandangan dan menahan hawa nafsunya. Hubungan yang bermula dari muamalah, berubah menjadi hubungan jinsiyah (seksual).
Siapa yang paling sering berselingkuh atau mengkhianati pasangannya? Laki-laki atau perempuan? Dilansir dari The Ladders, Kamis (1/10/2018), mengacu pada survei di Amerika Serikat pada 2018, ditemukan bahwa pria menikah mengaku selingkuh lebih sering daripada perempuan.
Sementara data dari survei YouGov Survei iFidelity pada 2019, menemukan bahwa 20 persen pria menikah pernah selingkuh dan wanita 10 persen. Survei iFidelity ini melibatkan 1.282 orang yang pernah menikah.
Sementara itu, sebuah aplikasi pencari teman kencan, JustDating, menempatkan Indonesia sebagai negara kedua kasus perselingkuhan terbanyak di Asia Tenggara, setelah Thailand (50%). Disebutkan, 40% lelaki dan perempuan di Indonesia pernah mengkhianati pasangannya. Singapura dan Taiwan 30% dan Malaysia 20% yang nekat selingkuh. Hasil survei ini juga menunjukkan, perempuan di Indonesia lebih banyak yang selingkuh dibanding pria (suara.com).
Potret Masyarakat Liberal
Perselingkuhan adalah potret masyarakat liberal yang tidak punya konsep pengaturan interaksi laki-laki dan perempuan secara mendetail. Mereka tidak punya konsep ghadul bashar (menundukkan pandangan), pemisahan jamaah laki-laki dan perempuan, menutup aurat dan larangan khlawat serta ikhtilat. Mereka juga tidak punya aturan tegas tentang tata cara pemenuhan syahwat.
Model masyarakat disetir oleh paradigma berpikir bahwa hubungan laki-laki dan perempuan itu dimotivasi oleh hubungan syahwat. Oleh karena itu, sarana pemuas syahwat diumbar di ruang publik. Bagi mereka, pernikahan bukanlah cara tunggal untuk memenuhi kebutuhan syahwat. Seks bebas, hidup tanpa ikatan pernikahan, pernikahan sejenis, pernikahan dengan benda atau boneka pun biasa saja di sana.
Perselingkuhan, meski dinilai sebagai hal buruk karena mengkhianati pasangan, namun juga bukan hal aneh. Akibatnya, angka perceraian menghantui rumah tangga. Sebab, selingkuh adalah salah satu kesalahan paling tak termaafkan dalam hubungan pernikahan yang dibangun atas dasar kepercayaan dan kasih sayang.
Tak heran bila saat ini, angka perceraian begitu tinggi. Tak hanya di negara-negara liberal, di negeri-negeri muslim juga terus meningkat. Ah, tentu kita sudah terlalu sering membaca data-data perceraian ini.
Dampak Perceraian
Pasangan suami istri harus paham bahwa perceraian adalah salah satu proyek iblis yang paling prestisius. Memisahkan suami istri adalah prestasi terpenting mereka. Sebab, perceraian adalah pembuka pintu gerbang kerusakan sosial selanjutnya. Misal, buruknya akhlak laki-laki dan wanita akibat perceraian, seperti rasa saling benci, saling membuka aib, merebaknya fitnah, hingga terjerumusnya dalam perzinaan.
Memang tidak semua pasangan setelah bercerai melakukan hal-hal buruk tersebut, namun realitas menunjukkan, tak sedikit hal-hal buruk itu dimulai dari terjadinya perceraian. Misal, ketika menduda, laki-laki cenderung mencari pelampiasan syahwat kepada wanita lain yang bisa diajaknya suka sama suka atau kalau tidak ada, membayar pada jasa layanan seksual.
Adapun janda, karena tak tahan beratnya menanggung beban hidup sendiri, lama-lama berbagi dengan laki-laki lain. Tentu saja kebanyakan adalah laki-laki yang juga sudah beristri. Menggoda dengan cara yang tidak sesuai syariat, sehingga merusak rumah tangga orang lain. Akhirnya suami orang tergoda, lalu diceraikanlah istri sahnya. Menjandakan istri, demi janda.
Begitulah buruknya lingkaran setan akibat rusaknya rumah tangga. Inilah proyek iblis yang harus kita sadari, sehingga jangan sampai pasangan suami istri memberi celah bagi iblis untuk merusak hubungan mereka. Jika sudah ada tanda-tanda perselisihan, segera berbaikan dan jangan menuruti bisikan setan. Jangan bermudah-mudah mengatakan pisah, padahal sebetulnya masih bisa diperbaiki.
Nabi Muhammad saw bersabda, sesungguhnya iblis itu meletakkan singgasananya di atas lautan lalu mengutus bala tentaranya ke seluruh penjuru dunia. Yang paling besar fitnahnya kepada manusia maka dialah yang paling dekat kedudukannya dengan iblis. Satu anak buah iblis datang, melaporkan bahwa dia senantiasa bersama si Fulan untuk menggodanya sampai melakukan banyak dosa.
Lalu iblis pun berkata, “Demi Allah, engkau belum melakukan apa-apa”. Kemudian datang lagi tentara iblis yang menyampaikan laporan bahwa dia telah membuat pasangan suami-istri bercerai. “Saya tidak meninggalkan pasangan suami-istri kecuali telah aku pisahkan mereka,” katanya. Mendengar itu, iblis pun mengungkapkan, “Kau adalah sebaik-baiknya tentara”.
Proyek Liberalisasi
Hancurnya rumah tangga, khususnya rumah tangga muslim, juga menjadi agenda ideologi sekuler Barat. Mereka tidak suka keluarga muslim tempat bersemainya generasi terbaik, utuh dan kokoh. Mereka tak menghendaki lahirnya generasi muslim terus menerus. Mereka berusaha merusak institusi keluarga dan menghancurkannya, agar umat semakin jauh dari kebangkitan Islam.
Mereka lebih suka keluarga muslim hancur, sebagaimana hancurnya struktur sosial mereka di Barat. Keluarga adalah institusi terpenting dan strategis dalam melahirkan generasi calon pemimpin. Keluarga adalah tempat menanamkan akidah Islam yang mereka musuhi dan mereka takuti.
Keluarga muslim harus menyadari ini, sehingga tidak menurutkan egomisme dan mengutamakan kesenangan pribadi. Benar, kebahagiaan pribadi berhak untuk diperjuangkan, namun kejayaan akan peradaban Islam akan menjadi rumah besar tempat kebahagiaan itu kelak akan kita raih.
Bukan saja kebahagiaan dalam rumah tangga, tapi juga bahagianya kita dalam bermasyarakat dan berbangsa. Tidak hanya kebahagiaan dunia, tetapi juga akhirat. Karena itu, keluarga muslim hendaknya serius mempertahankan rumah tangganya, karena ia bagian dari tonggaknya peradaban mulia.
Jika satu keluarga hancur, maka peradaban akan melemah dan rapuh. Lihat saja, bagaimana anak-anak korban broken home. Pentingya membangun keluarga yang kokoh ini, harus ditanamkan. Keluarga muslim sibuk memikirkan visi lebih besar dibanding terjebak pada problem-problem kecil dalam rumah tangga yang sebenarnya masih sangat bisa diatasi. Jadi, jangan lupakan tujuan besar yang mulia ini.
Pentingnya Pernikahan yang Kokoh
Pernikahan adalah sunah Rasul. Membangunnya berarti menegakkan sunahnya. Menggenapi setengah agama dan sebagai sarana melengkapi ibadah. Dari Anas Bin Malik RA, Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang menikah maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah,” (HR Abu Ya’la).
Dari aspek politik, pernikahan sangat strategis. Lembaga pernikahan adalah institusi sosial terpenting yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan secara komprehensif: fungsi religi, edukasi, ekonomi, afeksi, reproduksi, rekreasi, sosial dan keamanan.
Ya, di rumahlah kita mendapatkan pembekalan tentang hidup yang menyangkut aspek spiritual, pendidikan, kesejahteraan, kesenangan, keamanan, komunikasi dan kasih sayang. Rumah tangga adalah institusi terpenting tempat lahirnya generasi. Institusi terkecil pembentuk peradaban mulia. Oleh karena itu, membangun pernikahan yang kokoh sangatlah penting. Jangan bermudah-mudah menghancurkan rumah tangga, apalagi jika dihancurkan oleh perselingkuhan.
Rumah tangga harus berdiri kokoh. Dimulai dari niat menikah yang benar, yakni untuk ibadah dan mendekatkan diri pada Allah Swt. Membangun pernikahan bervisi akhirat. Mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Dilandasi kepercayaan dan amanah memegang akad. Bertekad menjalankan kewajiban semaksimal kemampuan.
Pernikahan ini akan lebih terjaga, jika ada peran negara. Sebab, keluarga adalah elemen pembangun masyarakat dan bangsa. Negara tidak boleh lepas tangan begitu saja. Misal, ketika terjadi fenomena tingginya angka perceraian, apa yang dilakukan negara untuk mengantisipasi dan mengatasi dampaknya? Ketika marak perselingkuhan, apa peran negara untuk mencegahnya?
Negara hendaknya menerapkan sistem sosial yang menjaga pergaulan laki-laki dan perempuan, agar tercegah hubungan syahwat yang haram. Negara juga wajib menjamin kebutuhan pokok keluarga yang tidak mampu. Negera melalui kurikulum pendidikannya mampu mengedukasi calon pengantin agar membangun pernikahan yang kuat. Mencegah perceraian dengan edukasi pernikahan secara luas.
Misal, dibanding membiarkan seks bebas dan perzinaan, lebih baik negara memfasilitasi pernikahan yang mudah dan murah. Negara wajib memberantas tayangan porno dan konten pembangkit syahwat. Jangan biarkan tayangan yang membius penonton hingga membawanya ke dunia nyata. Membawa dampak buruk, seolah-olah semua pernikahan seburuk layangan putus. Merusak filosofi dasar sebuah pernikahan yang semestinya merupakan akad suci yang agung, yang membawahagiakan dunia dan akhirat.(*)