Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
Muslimahtimes.com–Sejak tragedi WTC 9/11 2001 di Amerika Serikat, dunia digiring oleh negara adidaya AS untuk memilih satu di antara dua, yaitu War on Terorism (WOT) bersama Amerika atau menjadi teroris versi Amerika yang berseberangan dengannya. Tampaknya umat Islam terbawa oleh opini tersebut, hingga kini isu terorisme terus digoreng bahkan ke dunia pesantren dan masjid. Lalu, benarkah sebenarnya yang dimaksud Amerika adalah perang melawan terorisme atau melawan Islam?
Cukup mengejutkan publik, ketika BNPT memaparkan data pesantren terafiliasi jaringan terorisme. Dilansir dari m.liputan6.com (2/2/2022), saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar, mengungkap ada sejumlah pondok pesantren yang terafiliasi dengan kelompok terorisme. Data pondok pesantren yang terafiliasi jaringan terorisme tersebut ditunjukkan oleh BNPT. Di antaranya, 11 pondok pesantren terafiliasi Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pondok pesantren terafiliasi jaringan kelompok terorisme Jamaah Islamiyah (JI) dan 119 pondok pesantren terafiliasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau simpatisan ISIS.
Namun, penyebutan pondok pesantren yang familiar bagi umat Islam di Indonesia sungguh melukai perasaan kaum muslim. Pasalnya, pesantren yang selama ini dipercaya para orang tua muslim sebagai tempat menimba ilmu agama tiba-tiba dikaitkan dengan terorisme. Harus ada indikator yang jelas, pesantren seperti apa yang dimaksud oleh BNPT terafiliasi jaringan teroris.
Standar ‘Terorisme’ yang Tak Jelas
Baru-baru ini BNPT meminta maaf terkait pernyataanya yang menyebutkan 198 pesantren terafiliasi terorisme. Menurut BNPT yang dimaksud adalah individunya, bukan pesantren secara keseluruhan. Namun, pernyataan BNPT di awal sudah terlanjur sampai ke umat dan meresahkan masyarakat. Hendaknya BNPT menyampaikan ke publik terkait data pesantren yang dimaksud, dan apa indikaktor terorisme yang dimaksud.
Jika melihat kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror.
Adapun di dalam UU 5/2018 tentang Perubahan atas UU 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang dimaksud dengan “teroris” adalah siapa pun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme. Sementara, “terorisme” yang dimaksud adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Menjadi pertanyaan, kekerasan seperti apa yang telah dilakukan ponpes tersebut sehingga menimbulkan ketakutan? Teror apa yang sudah terbukti nyata dan merusak fasilitas publik atau objek vital strategis? Benarkah ponpes yang diduga mengemban ide Khilafah mengancam NKRI? Standar yang digunakan dalam menilai ponpes terafiliasi teroris dan terorisme tidak jelas.
Umat perlu data dan fakta nyata bukan rekayasa, agar pernyataan BNPT terkait ponpes terafiliasi terorisme bisa dipertanggungjawabkan dan tidak dianggap sebagai framing jahat terhadap umat Islam. Serta tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Karena selama ini umat Islam selalu menjadi pihak tertuduh. Seakan-akan permasalahan utama di negeri ini dalangnya adalah umat Islam dan ide Khilafah. Nyatanya, benarkah demikian?
Perang terhadap Islam
Melihat permasalahan di negeri ini, pandemi yang tak kunjung selesai, masalah moral generasi aborsi dan free sex yang terus meningkat, goyahnya benteng keluarga. Selain itu, utang yang kian menumpuk, pajak yang mencekik, pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, serta semua permasalahan yang ada apakah Islam biang keladinya?
Sementara masalah yang muncul saat ini ketika Islam tidak diterapkan dalam sebuah sistem. Rezim seperti menutupi salahnya ri’ayah kepada rakyat dengan terus menggoreng isi terorisme. Semua yang berlabel Islam distigmatisasi negatif, hingga kini dunia pesantren dan masjid menjadi sasaran. Di sisi lain, tempat ibadah agama selain Islam tidak pernah mendapat stigma negatif. Padahal, di India terjadi kekerasan bahkan genosida dari kalangan agama lain terhadap umat Islam.
Menjadi dugaan kuat bahwa yang diperangi musuh Islam dan rezim bukanlah terorisme yang dimaksud apa pun definisi yang dipakai, mealainkan Islam dan kaum muslim yang dianggap menjadi penghalang keserakahan para kapitalis di negeri ini dan dunia. Umat harus membuka mata, bahwa ada upaya stigmatisasi negatif dan framing jahat terhadap semua label Islam. Sepaket dengan ide moderasi beragama yang diembuskan di tengah umat agar pemahaman umat melemah yang akhirnya kebangkitan umat tertunda.
Terkait proyek menangani terorisme, data menyebutkan bahwa dana yang digunakan untuk menangani isu terorisme tidak sedikit. Pada tahun 2018, Polri meminta tambahan anggaran hingga triliunan untuk menangani terorisme. Sedangkan BNPT, untuk anggaran 2021 dan 2022 mencapai ratusan miliar. Dana yang sangat fantastis. Padahal, dalam kondisi pandemi dana ratusan miliar bisa digunakan untuk menangani pandemi agar segera usai.
Umat Harus Kritis dan Fokus
Umat harus paham, apa akar masalah negeri ini. Apakah terorisme dan radikalisme atau salah pengaturan yang dilakukan pemerintah. Aturan yang selama ini diterapkan nyatanya banyak membawa masalah. Namun, Islam selalu dijadikan kambing hitam oleh para penguasa negeri yang menjadi pengekor negara kafir penjajah.
Umat harus kritis terhadap apa pun yang berupaya memojokkan Islam, baik ajaran Islam dan para pejuang Islam. Umat harus menjadi pembela kebenaran di garda terdepan. Aktivitas amar makruf harus terus dilakukan, sekalipun harus berhadapan dengan penguasa. Selain kritis, umat tetap fokus pada perjuangan Islam agar terwujud baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Dakwah harus terus berjalan agar kesadaran politik dan opini Islam terwujud di tengah masyarakat.
Musuh Islam selalu berusaha untuk menyerang Islam, karena mereka tahu bahwa fajar kebangkitan umat Islam sudah di depan mata. Mereka berupaya untuk menghalangi kebangkitan umat Islam, namun apa yang mereka lakukan seperti menghalangi matahari terbit di pagi hari. Allah Swt. berfirman dalam surat Ash Shaf ayat 8, “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.”
Alllahu A’lam Bishshawab.