Oleh. Kholda Najiyah
(Pemred Muslimahtimes.com dan Founder Salehah Institute)
Muslimahtimes.com– Dunia pernikahan lagi-lagi diguncang oleh kejadian di luar nalar. Bak kisah dalam sinetron atau film, tapi ini nyata. Seorang wanita mengisahkan hubungan suami dengan ibu kandungnya. Ya, menantu laki-laki, diketahui melakukan hubungan cinta terlarang dengan mertua wanita. Konon sudah dipergoki berzina. Na’udzubillah. Jika ini benar terjadi, bagaimana pandangan Islam?
Mertua adalah Mahram
Perlu diketahui, setelah terjadi akad nikah, mertua yang semula orang asing dan tidak dikenal, kini telah menjadi mahram bagi sang menantu. Mahram dari jalur pernikahan ini, disamakan kedudukannya ibarat orang tua sendiri. Oleh karena itu, seharusnya diperlakukan sebagai orang tua. Dalam artian, ketika menjalin hubungan dengan keduanya, dilandasi rasa kasih sayang berbasis hubungan orang tua dan anak. Bukan menumbuhkan cinta kasih berbasis syahwat biologis (jinsiyah) layaknya laki-laki dan wanita.
Mahram ini bersifat abadi, baik suami dan istri sudah melakukan hubungan biologis maupun belum. Jadi, mertua perempuan, menjadi mahram abadi bagi menantu laki-laki. Haram mereka berdua menikah, baik saat istrinya masih belum dicerai (berpoligami dengan mertua), sudah dicerai hidup, maupun sang istri sudah meninggal. Status mertua, baik masih dalam ikatan nikah atau pun mantan mertua, tetap mahram. Demikian pula mertua laki-laki juga tidak boleh menikah dengan menantu perempuannya, baik masih jadi menantu atau mantan menantu.
Firman Allah Ta’ala:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An Nisa: 23).
2. Haram Berzina
Jika menantu dan mertua saling jatuh cinta lalu berzina, hukumnya jelas haram. Apa pun kondisinya, baik sepasang suami-istri itu sudah bercampur maupun belum, haram antara mertua dan menantu menjalin hubungan cinta terlarang sampai berzina. Na’udzubillah.
Jika keduanya mengakui atau ada empat saksi yang terpercaya, maka hukumnya rajam sampai mati. Sebab, keduanya adalah pezina mukhshon, yaitu pelaku zina yang sudah pernah menikah. Demikian tegasnya hukum Islam, agar tidak ada hubungan terlarang yang melanggar syariat-Nya.
3. Rajam atau Cerai
Saat ini tidak ada hukuman rajam yang ditegakkan. Akibatnya, bila terjadi hubungan zina antara menantu dan mertua, keduanya masih tetap hidup. Tetap bisa berhubungan. Padahal bila ada khalifah, keduanya tidak berhak hidup. Oleh karena itu, tidak ada jalan keluar selain perceraian.
Seorang istri yang sudah dikhianati suaminya sampai berzina, terlebih pasangan zinanya ternyata ibu kandung sang istri itu sendiri, berhak meminta talak. Laki-laki pezina seperti itu tidak pantas dipertahankan sebagai suami. Ia tak hanya merusak harga dirinya, tetapi juga tidak mampu memuliakan para wanita, yaitu istri dan mertuanya. Mertua yang seharusnya diperlakukan layaknya seperti ibu sendiri, malah dizinahi. Mertua yang seharusnya dijaga kehormatannya dan dimuliakan, malah dinodai. Istri dan ibunya sama-sama harus dimuliakan, malah diinjak-injak harkat dan martabatnya.
Sementara itu, keberadaan mertua seharusnya menjadi pelindung, pengayom dan penasihat bagi pernikahan putra-putrinya. Tidak tergoda pesona menantu, walaupun diperdaya sedemikian rupa. Menolak ajakan berzina dan melindungi putrinya. Namun, demikianlah jika kita hidup di peradaban sekuler yang rusak dari segala segi. Termasuk rusaknya tatanan sosial akibat tidak diterapkannya sistem Islam. Na’udzubillahi mindzalik.(*)