Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)
Muslimahtimes.com–Beberapa waktu lalu, ramai mencuat di berbagai laman pemberitaan terkait permohonan dispensasi pernikahan dini ke Pengadilan Agama. Ya, sebagaimana dilansir oleh kompas.tv (16/01/2023), sekitar 198 anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mengajukan dispensasi kawin atau menikah usia dini di Pengadilan Agama setempat pada sepanjang tahun 2022. Ada berbagai alasan menikah di usia dini, namun yang paling banyak adalah alasan hamil di luar nikah.
Tak hanya di Ponorogo, remaja di Indramayu pun melakukan hal yang sama. Tak tanggung-tanggung, menurut data dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, sepanjang 2022, terdapat 572 perkara pengajuan dispensasi nikah. Dari jumlah tersebut, yang diputus/dikabulkan oleh hakim ada 564 perkara. (Republika.co.id/16-01-2023)
Begitu juga di Bandung, Pengadilan Agama (PA) Bandung mencatat permohonan dispensasi menikah di tahun 2022 mencapai 143 kasus. Lebih rendah dari tahun sebelumnya yakni mencapai 193 kasus dan tahun 2020 mencapai 219 kasus. Ketua PA Bandung, Asep M Ali Nurdin, mengatakan bahwa alasan pengajuan dispensasi nikah dini 90% karena hamil duluan. (Detik.com/17-01-2023)
Anwar Abbas selaku Wakil Ketua Umum MUI pun angkat bicara, menurut beliau fenomena hamil duluan tersebut dipicu oleh maraknya konten pornografi yang tersebar bebas lewat media komunikasi, baik berupa video, gambar, tulisan maupun suara. Padahal sudah ada UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, namun penegakkannya masih lemah. Maka, Waketum MUI tersebut mengimbau pemerintah agar melakukan penegakkan hukum atas UU tersebut.
Liberalisme Sumber Masalah
Meski Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, namun tak dimungkiri gaya hidup hedonis dan liberal ala Barat menjadi bagian dari generasi muda hari ini. Maka, tak heran jika perilaku seks bebas dianggap biasa, bahkan dianggap wajar sebagai wujud ekspresi rasa cinta.
Liberalisme alias paham yang mengadopsi kebebasan berperilaku inilah yang menumbuhsuburkan seks bebas, termasuk maraknya konten pornografi di negeri ini. Seolah tak bisa diberantas tuntas, konten porno kian menjamur, merusak moral generasi muda.
Benar, jika dikatakan bahwa penegakan hukum soal pornografi masih sangat lemah. Pemerintah seolah tak berdaya dengan serbuan konten pornografi di negeri ini. Hal tersebut tak bisa dilepaskan pula dari adanya kapitalisasi seksualitas, artinya ada begitu banyak bisnis pornografi. Ya, konten porno menjadi sumber cuan di sistem saat ini. Maka, sesuai prinsip ekonomi kapitalis bahwa apa pun akan dijadikan komoditas bisnis selama ada keuntungan di sana. Miris!
Jelaslah selama liberalisme dan kapitalisme masih menjadi bagian dari sistem hidup di negeri ini, maka pornografi dan seks bebas akan sulit diberantas. Karena sejatinya liberalisme-kapitalisme merupakan anak kandung dari sekularisme yakni paham pemisahan agama dari kehidupan. Agama dijadikan sebatas konsumsi di ranah privat individu, sementara urusan publik meminggirkan aturan agama. Yang penting dapat cuan, perkara halal-haram tak jadi timbangan.
Islam Selamatkan Moralitas Remaja
Bobroknya moralitas remaja akibat perilaku seks bebas semestinya membuat kita gerah dan tak diam saja. Sebab sejatinya remaja adalah pilar tegaknya sebuah peradaban. Pada diri remaja tersimpan potensi besar bagi perubahan. Maka, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menyelamatkan remaja dari kehancuran. Apalagi bagi setiap muslim, Allah telah membebankan kepadanya kewajiban melakukan amar makruf nahi mungkar ketika melihat penyimpangan di sekitarnya. Karena visi hidup seorang muslim tak hanya memperbaiki diri sendiri, melainkan juga memperbaiki masyarakat.
Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Jelaslah tidak layak bagi seorang muslim merasa tenang-tenang saja, sementara fenomena seks bebas alias perzinaan merebak mengancam masa depan generasi muda. Padahal, rusaknya sebuah negeri akibat merebaknya perzinaan yang merupakan bentuk kemaksiatan kepada Allah akan memengaruhi seluruh penduduknya, bukan sebatas pelakunya.
Rasulullah saw bersabda:
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Oleh karena itu, kita harus berupaya memberantas perilaku seks bebas yang merupakan buah dari penerapan sekularisme ini sampai ke akar-akarnya. Adapun Islam memiliki mekanisme komprehensif untuk memberantasnya.
Pertama, mengokohkan ketakwaan individu. Tak dimungkiri ketakwaan merupakan fondasi utama bagi setiap individu dalam menjalani kehidupan. Ketakwaan lah yang akan mampu mengarahkan individu dalam menakar benar salah sesuai tuntunan syariat dalam menjalani berbagai perbuatan. Individu yang telah terhujam takwa di dalam hatinya tentu akan takut berbuat dosa sekecil apa pun itu, apalagi sampai berzina.
Allah Swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 35)
Kedua, kontrol masyarakat. Karena sejatinya Islam memerintahkan setiap muslim untuk melakukan amar makruf nahi mungkar, yakni saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Islam melarang kita bersikap acuh terhadap kemungkaran yang terjadi di sekitar kita. Hal ini sangat berkebalikan dengan sistem sekuler hari ini, masyarakat dibuat acuh alias tak perlu peduli dengan lingkungan sekitar. Karakter individualistik atas nama hak asasi manusia, menjadikan setiap orang seolah bebas berbuat, tanpa orang lain perlu ikut campur.
Allah berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Ketiga, penerapan aturan Islam secara sempurna. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh negara, bukan skala individu atau masyarakat saja. Karena negara memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum bagi rakyatnya. Maka, dalam kerangka negara yang menerapkan syariat Islam, negara akan membuat aturan yang dapat mencegah terjadinya seks bebas, di antaranya melarang laki-laki dan perempuan nonmahrom berikhtilat (campur baur) dan bwrkhalwat (berdua-duaan). Selain itu, negara juga melarang kaum perempuan menampakkan auratnya di hadapan umum, termasuk juga melarang tabaruj. Karena kak itu merupakan pemicu bangkitnya syahwat dan terjadinya seks bebas.
Selain itu, negara juga menerapkan sanksi tegas bagi pelaku zina, sesuai dengan tuntunan syariat terhadap persoalan tersebut. Karena Islam mengharamkan zina, meski dilakukan suka sama suka.
Allah Swt berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Oleh karena itu, Islam menjatuhkan sanksi tegas kepada pelakunya yang berfungsi sebagai penebus (jawabir) dan jawazir (pencegah).
Allah Swt menegaskan dalam firman-Nya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari keduanya dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah (dalam melaksanakan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2)
Rasulullah saw bersabda:
“Perawan dengan perjaka (jika berzina) maka dicambuk 100 kali dan diasingkan setahun. Duda dengan janda (jika berzina) maka dicambuk 100 kali dan dirajam.” (HR. Muslim)
Demikianlah Islam sebagai sebuah ideologi memiliki aturan yang lengkap bagi manusia. Andai saja Islam diterapkan secara kaffah dalam wujud institusi negara, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, para Sahabat, dan para Khalifah setelahnya, tentu saja akan tercipta remaja yang bervisi akhirat, inovatif, berdaya juang, bukan remaja pemuja syahwat.
Wallahu’alam bis shawab.