Oleh. Arina Sayyidatus Syahidah
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Muslimahtimes.com–Di tengah harapan baru pada awal tahun ajaran 2023/2024, gambaran yang memilukan muncul akibat meluasnya fenomena tawuran di kalangan pelajar. Terhitung sejak hari pertama pembukaan sekolah, tepatnya pada hari Senin (17-7-2023), berbagai peristiwa bentrokan antarpelajar merebak di berbagai wilayah. Pada tanggal 18 Juli 2023, wilayah Tangerang menjadi saksi atas penahanan 69 pelajar yang berasal dari dua sekolah berbeda oleh pihak kepolisian, karena dugaan rencana mereka untuk terlibat dalam aksi tawuran. Jakarta juga tak luput dari gejolak serupa, ketika dua kelompok pelajar dengan seragam SMA terlibat dalam bentrokan di Penjaringan, Jakarta Utara. Mengerikan, alat tajam dilaporkan digunakan dalam insiden ini. Sementara itu, pada hari yang sama, kabar tawuran pelajar dari sebuah SMK di Purworejo, Jawa Tengah, merebak dengan cepat di berbagai media sosial. (Referensi: Berita Satu, Antara, Tribun Jogja; 18-7-2023)
Sungguh miris, ketika para siswa seharusnya memulai hari dengan semangat menuntut ilmu, namun justru terlibat dalam aksi tawuran antarpelajar. Bahkan, salah seorang siswa dilaporkan mengalami luka parah berupa bacokan akibat serangan menggunakan senjata tajam dalam kejadian tersebut. Insiden tragis ini terjadi di wilayah Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang pada Sabtu, 22 Juli 2023, sekitar pukul 16.00 WIB.
Fenomena ini timbul akibat berbagai faktor. Generasi remaja saat ini, yang tumbuh dalam sistem pendidikan sekuler, tampak kehilangan panduan mengenai moralitas dan etika. Mereka acap kali kurang memahami implikasi dari tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Pendidikan sekuler yang lahir dari sistem sekuler tak mampu membekali mereka dengan pemahaman tersebut, yang menyebabkan perilaku amoral kerap kali muncul di kalangan para remaja. Peristiwa ini mencerminkan lemah dan rusaknya kepribadian anak dan sistem pendidikan hari ini yang berbasis sistem sekuler kapitalisme.
Sekolah yang semestinya menjadi tempat menimba ilmu dan membentuk karakter yang baik seolah hanya jadi rutinitas formal semata. Pendidikan sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan membuat para pelajar tidak tahu-menahu bahwa segala perbuatan yang dilakukan di dunia kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta, bahwa dalam menjalani hidup itu ada aturannya, yang mana aturan-aturan yang berlaku harus dibuat oleh Allah Swt. Tuhan yang menciptakan mereka, bukanlah dari manusia yang lemah dan terbatas.
Dalam hal ini tawuran sama dengan melukai sesama makhluk, membunuh hewan saja ada syarat dan ketentuannya, sementara dalam kasus ini manusia melukai sesama dengan alasan memenuhi ego semata? Naudzubillah min dzalik, sebegitu butanya para pelajar akan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Selain itu, ketakutan terhadap Allah dan rasa wajib menjalani hidup sesuai syari’at masih belum tertanam pada diri mereka.
Tentu saja hal itu sangat bisa terjadi karena kondisi sistem saat ini yang mengusung pemisahan aturan agama dari kehidupan sehari-hari. Para pemuda menjadi terasing dari pandangan akan keberadaan akhirat akibat sekularisme. Konsep tentang pahala dan dosa dari tidak tertanam dalam pikiran mereka, sehingga hal ini tidak memengaruhi arah dan etika perilaku mereka. Mirisnya, tak sedikit pelajar tawuran yang merasa bangga akan tindakan amoral yang dilakukannya. Mereka seringkali melabeli diri dengan istilah-istilah “pemberani”, “jagoan”, dan istilah-istilah serupa. Padahal, hal itu sangat bertentangan dengan aturan sosial dan syari’at. Yang taat pada norma-norma sosial dan syari’at Allah justru dilabeli “cupu” dan “boring”. Begitulah sistem kapitalisme sekuler mengatur pendidikan dan membentuk kepribadian pelajar hari ini.
Sungguh memilukan.
Lantas bagaimana tanggapan dan tindakan yang diambil oleh penguasa ketika melihat fenomena memilukan tersebut? Seperti yang kita ketahui, aksi tawuran ini tidak terjadi sekali dua kali saja, kasus ini terus terulang setiap tahunnya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Tidak lain dan tidak bukan tentu saja karena konsekuensi atau sanksi yang diberikan oleh penguasa tak memberi efek jera. Para pelajar yang terlibat tawuran hanya dikenakan sanksi remeh temeh saja, belum lagi adanya keringanan sanksi karena usia mereka masih dibawah 18 tahun. Hasilnya, tindakan mereka yang melanggar hukum dan menyebabkan luka pada orang lain tidak dapat ditindak dengan ketegasan. Maka, tak heran bila aksi tawuran terjadi berulang kali setiap tahunnya. Selain tak mampu mengentaskan masalah, sistem kapitalisme sekuler justru menjadi biang masalah.
Islam Membentuk Karakter dan Kepribadian yang Mulia
Pandangan Islam mengenai tawuran antarpelajar begitu tegas, lengkap dan terperinci. Landasan yang paling pokok adalah menjadikan aqidah Islam sebagai asas kehidupan dan fondasi bagi negara, sehingga semua peraturan kehidupan dibangun berdasarkan keyakinan iman, standar baik buruk hanya dengan halal haram, bukan asas manfaat atau dengan kacamata manusia yang penuh ego dan hawa nafsu, yakni lemah dan terbatas. Ini berdampak pada semua tindakan warga negara, termasuk pemuda, yang terikat oleh pemikiran Islam. Setiap individu akan menyadari bahwa segala yang dilakukan di dunia kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt., sehingga akan terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang.
Islam begitu adil dan tegas dalam menyelesaikan masalah. Apabila terbukti terlibat dalam aktivitas kriminal, individu tersebut harus menjalani hukuman sesuai dengan jenis pelanggarannya. Dalam kasus ini, individu yang melukai atau membunuh seseorang akan dikenakan hukuman qisas yang kelak akan memberi efek jera para pelaku dan sebagai pengingat bagi masyarakat lainnya.
Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi yang bukan hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat berlandaskan standar Islam. Islam tak hanya mengatur urusan sholat, zakat, puasa dan haji atau ibadah-ibadah mahdoh saja, tetapi Islam memiliki aturan yang kaffah (menyeluruh) salah satunya dalam aspek pergaulan dan pendidikan. Islam menciptakan lingkungan belajar yang memadukan aspek akademis dengan pembentukan karakter Islami yang kokoh. Melalui pendidikan ini, para pelajar tidak hanya diberikan pengetahuan intelektual, tetapi juga diajarkan tentang adab dalam cakupan akhlak, serta idrak sillah billah yakni kesadaran penuh akan hubungan langsung manusia dengan Allah Swt seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Keutamaan pendidikan Islami terletak pada penerapan nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari, membentuk generasi yang memiliki landasan akidah dan mentalitas yang kuat. Pendidikan Islami berperan dalam membentuk individu yang memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islami) yang kokoh, siap menghadapi kompleksitas dunia modern, serta mampu memberikan kontribusi positif untuk umat. Bukan malah merusak masa depan, melukai sesama saudara, dan menjadikan tindakan-tindakan amoral sebagai standar kebahagiaan yang mana dalam hal ini melakukan aksi-aksi tak berdasar seperti tawuran. Karena pemuda di bawah pendidikan Islam tak lagi menjadikan hal-hal remeh temeh seperti itu sebagai standar kebahagiaan mereka, melainkan menjadikan akhirat semata-mata sebagai tujuan dan rida Allah sebagai standar kebahagiaan mereka.
Dengan semua ini, para pemuda jadi memiliki arah hidup yang jelas, tak lagi buta dan terombang-ambing di lautan kehidupan. Sehingga tujuan dan visi-misi hidupnya pun hak (benar) dan mulia. Para pemuda kelak akan menjadi generasi pembebas, tidak hanya generasi emas. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an tentang sosok pemuda bernama Ashabul Kahfi yang mampu membangun negeri, “Mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan Mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi : 13)
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabb-nya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, “Aku takut kepada Allah”, dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
Namun, pendidikan Islam tak bisa diterapkan di bawah sistem kapitalisme sekuler yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Untuk mewujudkan kepribadian pemuda yang Islami serta pendidikan Islam yang mulia dan solutif tentu dibutuhkan adanya ‘wadah’ yang mampu menampungnya, yakni berupa negara yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), sehingga aturan hidup serta kurikulum pendidikan pun akan sesuai dengan syariat Islam.