
Oleh. Yuli Ummu Raihan
(Aktivis Muslimah Tangerang)
Muslimahtimes.com–Pemilu 2024 baru saja dilaksanakan. Perhitungan masih berjalan meski ada pihak yang mengeklaim telah meraih suara terbanyak, sementara pihak lain masih berjuang membuktikan suara mereka unggul dan ada dugaan telah terjadi kecurangan dalam pemilu kali ini.
Semua berjuang demi satu kata yaitu perubahan. Masyarakat sudah banyak yang merasakan Indonesia saat ini tidak baik-baik saja. Kondisi negara kita semakin terpuruk hampir di semua aspek kehidupan. Lebih dari 10 juta warga hidup dalam kemiskinan ekstrem. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-2 prevalensi stunting tertinggi di ASEAN. Utang luar negeri semakin menumpuk hingga menembus Rp8 ribu triliun. Ketimpangan ekonomi semakin nyata, yang kaya semakin kaya sementara yang miskin kian nelangsa. Pendidikan, sosial, hukum, budaya, hingga politik pun tidak luput dari masalah. Maka sangat wajar gelombang untuk terjadinya perubahan semakin besar. Namun sayang, perubahan yang diinginkan tidak akan bisa terwujud karena ditempuh dengan jalan yang salah.
Pemilu dalam sistem demokrasi berbiaya tinggi. Sebagaimana dilansir oleh detik.com (14-02-2024) bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran mencapai Rp71,3 triliun. Dengan anggaran sebanyak itu, pemilu tetap tidak bisa berjalan jujur dan adil (jurdil). Politik uang sangat nyata terjadi, dan tentunya hasilnya hanya akan membuat pilu rakyat. Kebijakan demi kebijakan yang dibuat penguasa tidak semanis janji politik mereka saat ingin menjabat. Maka, jangan pernah berharap kondisi akan berubah. Pemilu hanya akan melahirkan sosok penguasa pelayan pengusaha, bukan rakyatnya. Ini adalah politik balas jasa karena untuk bisa menduduki kursi kekuasaan butuh modal yang banyak. Pada akhirnya penguasa akan berhitung untung rugi dalam hal pelayanan kepada rakyat.
Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam
Perubahan tidak akan pernah terjadi meskipun figur pemimpin terus berganti. Indonesia sudah pernah dipimpin oleh seorang proklamator, militer, ulama, professor, perempuan, hingga sosok yang terlibat sederhana dan merakyat. Namun, kondisi kehidupan kita tetaplah sama malah semakin buruk. Semua itu karena umat telah meninggalkan aturan Allah dan memilih hukum-hukum buatan manusia. Maka, siapa pun kelak yang menjadi presiden atau yang memimpin negeri ini, selama tidak menggunakan hukum Allah untuk mengatur kehidupan ini niscaya tidak akan pernah ada kebaikan apalagi keberkahan.
Perubahan suatu kaum ditentukan oleh kemauan kaum itu sendiri. Allah telah berfirman dalam QS Ar- Ra’du ayat 11 yang artinya: “Sungguh Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang akan pada diri mereka sendiri.”
Melakukan perubahan haruslah mengikuti aturan yang telah terbukti dan teruji yaitu apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. yaitu menerapkan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Bukan tetap bertahan, kompromi, setengah-setengah, atau meyakini bahwa sistem selain Allah akan mampu membawa perubahan. Penerapan syariat Islam itu adalah wajib bukan pilihan. Ini adalah sikap yang menentukan keimanan seorang hamba. Allah Swt berfirman dalam QS An-nisa ayat 65: “Demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan. Mereka menerima (keputusan tersebut) dengan sepenuhnya.”
Di sinilah keimanan kita diuji, apakah kita menerima dengan seyakin-yakinnya atau malah ragu dan menolak syariat Islam? Nabi Muhammad saw. mengingatkan bahwa kesempurnaan iman seseorang itu ketika hawa nafsunya tunduk mengikuti apa yang dibawa Rasulullah saw. Aturan yang dibawa oleh nabi bukan sekadar untuk diketahui dan dipelajari, tapi untuk diterapkan di dalam kehidupan.
Masih banyak lagi dalil yang menjelaskan dan menegaskan tentang wajibnya menerapkan aturan Allah. Allah adalah Sang Pencipta dan Pengatur, maka sebagai seorang hamba kita wajib taat agar Allah rida dan memberikan keberkahan pada hidup kita. Dalam QS Al-A’raf ayat 96 Allah berfirman: “Andai saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan keberkahan kepada mereka dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan ayat-ayat Kami, karna itu Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu.”
Tidakkah kita telah melihat berbagai kerusakan di negeri ini? Semua itu karena ulah kita sendiri, karena kemaksiatan kita telah mencampakkan hukum Allah. Kita terlalu sombong tidak mau diatur oleh Allah yang Maha Tahu tentang kehidupan kita.
Masih berharap adanya perubahan dengan sistem saat ini? Rugi dong!
Direktur Pamong Institute, Drs. Wahyudi Al- Maroky, mengatakan bahwa pemilu dirancang untuk melakukan perundingan kepemimpinan, yakni aktornya, bukan selainnya. Untuk memilih aktor ini butuh dukungan suara untuk melegitimasi bahwa seseorang sudah dipilih oleh rakyat. (YouTube UIY Official, 11/2/2024).
Berharap perubahan melalui Pemilu 2024 ini hanya harapan yang sia-sia. Karena sejatinya pemilu ini dirancang untuk melanggengkan kepentingan oligarki dengan berbagai trik dan intrik serta drama untuk meloloskan siapa saja yang dianggap bisa mengamankan kepentingan mereka. Inilah tabiat politisi sekuler. Ada adagium yang sangat terkenal yakni cara mendapatkan kekuasaan, mengelola, mempertahankan, bahkan memperbesar kekuasaan. Jika tidak bisa diperbesar, maka diperpanjang, tidak bisa juga mama mencari orang baru yang bisa melanjutkan apa yang sudah menjadi kebijakannya. Wallahua’lam bishawab.