Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute, Pemred Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Salah satu kebutuhan pokok yang sangat sulit dipenuhi oleh kepala keluarga adalah rumah. Ya, memiliki hunian sendiri adalah mimpi setiap keluarga. Namun, impian itu kian sulit untuk diwujudkan. Baik di pedesaan maupun di perkotaan, harga tanah dan rumah sangat mahal. Sementara nilai uang semakin hancur.
Butuh ratusan juta untuk mewujudkan rumah impian. Bagi masyarakat menengah ke bawah, hal itu sangat sulit diwujudkan. Pasalnya, pendapatan bulanan untuk makan saja kurang, boro-boro bisa membeli rumah. Gaji hanya numpang lewat, malah sering habis sebelum akhir bulan. Boro-boro bisa menabung untuk mewujudkan rumah impian.
Lantas, bagaimana kepala keluarga dapat mengakomodasi kebutuhan istri dan anak-anaknya akan hunian yang layak saat ini, ketika peradaban Islam belum tegak? Inilah realita yang dihadapi para keluarga muslim:
1. Terpaksa Tinggal di Rumah Orang Tua
Bukan hal aneh, pasangan yang sudah menikah, tetap tinggal di rumah orang tua salah satu pihak. Di orang tua istri, atau orang tua suami. Hal Ini disebabkan kemampuan pengantin baru, untuk segera mewujudkan rumah impian, belum ada. Jangankan beli, sewa pun tak sanggup.
Tentu sangat tidak mudah dalam satu atap ada lebih dari satu rumah tangga. Pada akhirnya akan ada peran yang tersingkirkan. Misal peran istri yang tidak bisa maksimal, karena ada ibu atau mertua perempuan yang mendominasi tugas rumah tangga. Demikian pula peran suami sebagai kepala keluarga, juga tidak bisa dijalankan karena masih ada ayah atau mertua laki-laki yang mengambil segala keputusan. Dari sinilah konflik bermunculan.
Belum lagi jika sudah ada anak, pola asuh antara ibu dan neneknya, sering menjadi sumber prahara. Tidak baik untuk tumbuh kembang anak. Juga, untuk memaksimalkan peran sebagai orang tua. Terkecuali jika rumah orang tua memang sangat besar dan layak, di mana masing-masing rumah tangga mendapatkan area yang cukup untuk aktivitasnya. Namun, berapa banyak keluarga yang seperti itu?
Tetaplah bersyukur. Setidaknya masih ada tempat berteduh. Siapa tahu, malah bisa menabung karena tidak perlu bayar sewa. Kelak bisa membeli rumah sendiri, jika bersabar menghadapi orang tua atau mertua.
2. Menyewa Rumah
Ada keluarga-keluarga yang sampai beranak-cucu, tak sanggup membeli rumah. Sejak menikah sampai anak-cucu lahir, hanya mampu menyewa. Entah karena manajemen keuangannya yang tidak baik, hingga tidak bisa menabung, atau memang pendapatannya benar-benar tidak tersisa sedikit pun untuk bisa mewujudkan rumah impian.
Terhadap keluarga seperti ini, tentu harus tetap bersyukur menerima kenyataan. Alhamdulillah masih bisa berteduh, meski bukan rumah milik sendiri. Masih bisa tidur dan beristirahat setiap hari. Tetap bersabar, meski rumah sewa ini tidak ideal, baik dari sisi desain maupun jumlah ruangannya. Tetap bersabar, meski harus menerima kenyataan pahit seperti capeknya pindah-pindah, ketika pemilik tak memperpanjang sewa.
3. Dapat Rumah dari Pemberian Orang Tua
Sebagian pengantin beruntung mendapatkan hadiah rumah oleh orang tuanya, atau mendapatkan bagian warisan. Ada yang mendapatkan uang dalam jumlah besar, hingga cukup untuk dibelikan rumah. Ada yang mendapatkan warisan berupa tanah, lalu tinggal membangunnya. Ada yang benar-benar mendapatkan bagian tanah dan rumah lengkap.
Alhamdulillah, bersyukur memiliki orang tua yang kaya. Harapan untuk hidup dalam hunian yang layak, masih bisa diwujudkan. Namun jika orang tua saja miskin dan rumahnya kecil, apa yang bisa diharapkan? Karena itu, banyak pasangan pengantin yang tidak bisa sama sekali berharap pada pemberian orang tuanya. Tak mengapa. Memang tidak boleh juga kepala keluarga tergantung pada orang tua. Harus berjuang sendiri.
4. Membeli Tanah Dulu atau Rumah Bekas
Untuk menyiasati mahalnya harga tanah dan rumah, bisa dengan membeli rumah sesuai anggaran yang ada dulu. Misal beli tanahnya saja, nanti membangun pelan-pelan. Atau membeli rumah bekas, dan direnovasi kemudian.
Ketimbang selamanya menghuni pondok mertua, atau menyewa rumah orang lain, pilihan ini diambil setelah memiliki cukup tabungan. Atau ketika mendapatkan pinjaman tanpa riba, misal dari orang tua, kerabat atau sahabat dekat yang menaruh kepercayaan. Memang, utang sangat tidak dianjurkan. Tetapi khusus membeli properti, masih dimaklumi, mengingat kecepatan menabung tidak sebanding dengan kecepatan naiknya harga properti. Yang penting tanpa riba dan mampu bayar. Begitu anjuran para pakar property yang dipilih sebagian keluarga.
5. Kredit Property Syariah
Saat ini sudah cukup banyak perumahan yang menawarkan skema syariah. Banyak keluarga yang mengambil kredit tanpa riba, demi mewujudkan rumah sendiri. Meskipun belum sesuai impian, yang penting kepala keluarga beritikad baik untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi anggota keluarganya. Tetapi, harus tetap mengukur kemampuan.
Demikianlah realitas yang harus dihadapi para keluarga muslim. Semoga tahun ini, Allah mampukan untuk memiliki hunian impian kalian semua. Aamiin.(*)