Oleh. Ranita
Muslimahtimes.com–Viral, sekelompok remaja membuli remaja lainnya yang berusia 14 tahun. Mirisnya, salah seorang pelaku yang mengaku keponakan jendral ini menyiarkan aksi brutalnya secara live di TikTok (kompas.com, 28/4/2024).
Bullying memang bukan persoalan baru. Di Indonesia, bullying telah diberi perhatian dengan diterbitkannya payung hukum untuk menghukum pelaku. Pada kasus bullying anak dimana pelakunya orang dewasa, pasal 80 UU 35/2014 menetapkan bahwa hukuman bagi pelaku bully adalah 3 tahun 6 bulan hingga 5 tahun. Jika korban meninggal, pelaku diancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Namun jika pelaku dianggap masih di bawah umur, UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) menetapkan pendekatan yang dilakukan adalah restoratif. Karenanya jika pelaku masih berusia di atas 12 tahun dan di bawah 18 tahun, hukuman akan diringankan.
Menurut hukumonline.com (22/2/2024), pelaku bully dibawah 18 tahun dijatuhi pidana penjara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) jika tindakannya dianggap membahayakan masyarakat, dengan hukuman setengah dari hukuman maksimum orang dewasa.
Ringannya hukuman bagi pelaku bully menunjukkan lemahnya sistem hukum yang ada dan membuat kejahatan ini semakin tumbuh subur. Alih-alih jera dan berhenti, bullying justru disiarkan secara live oleh pelaku. Dipamerkannya aksi kekerasan ini menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang baik-buruk, yang mengindikasikan ada pemahaman yang salah, bahkan mengarah pada gangguan mental. Kejahatan tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang buruk, tapi wajar dan keren.
Si Paling Jadi Pusat Perhatian
Fenomena media sosial saat ini memang membawa arah baru bagi kehidupan manusia. Tak hanya sisi positif, media sosial ternyata juga membawa sisi kelam jika penggunaannya tidak disertai kesadaran yang benar tentang kehidupan.
Salah satu efek negatif penggunaan media sosial adalah makin suburnya Histrionic Personality Disorder (HPD). Pengidapnya memiliki keinginan berlebih untuk diperhatikan orang dan memiliki emosi yang ekstrem. Yang makin menjadi masalah, pengidap kelainan ini seringkali tak menyadari kalau dirinya memiliki pemikiran dan perilaku tak normal. Alih-alih mengobati dirinya, pengidap gangguan ini justru menikmati sensasi “menjadi pusat perhatian” dengan menghalalkan segala cara.
Penyebab munculnya gangguan mental ini bermacam-macam, di antaranya: trauma masa anak-anak ataupun gaya pengasuhan yang terlalu memanjakan dan tidak memberi batasan, atau bisa juga karena hubungan orang tua dan anak yang tidak harmonis. (halodoc.com)
Cara mencegah dan mengatasi gangguan mental ini tentunya dengan mengenali dan menghilangkan penyebab utama. Segala faktor yang menjadi pemicu munculnya gangguan harus dicegah. Mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat dan tentunya negara melalui sistem pendidikan dan pergaulan. Namun, jika pengidap gangguan mental ini melakukan kejahatan bullying atau yang lainnya dengan sengaja karena mengejar perhatian manusia atau kepuasan diri, maka tak ada pilihan lain selain diterapkan hukuman tegas atas mereka.
Sistem Islam Mencegah Gangguan Mental
Islam sebagaimana kapitalisme dan sosialisme, memiliki seperangkat konsep untuk menata masyarakat. Yang membedakan Islam dengan dua ideologi lainnya, sistem aturan Islam berasal dari Allah, pencipta manusia. Karenanya secara konsep, tak akan ditemukan kecacatan di dalamnya.
Untuk menjaga generasi penerus peradaban, Islam membangun karakter generasi melalui sistem pendidikan Islam. Kepribadian Islam setiap anak dibentuk di dalamnya melalui pembentukan pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Setiap anak dididik untuk memili ketrampilan dan pengetahuan agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dan bidang terapan lainnya. (Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah)
Dengan sistem pendidikan ini, kewarasan anak dapat dijaga. Selain itu, melalui penerapan sistem pergaulan dan ekonomi yang oleh negara secara menyeluruh, meniscayakan setiap ibu dapat mendidik buah hatinya tanpa rasa stres dan kekhawatiran finansial. Karenanya faktor munculnya Histrionic Personality Disorder (HPD) dari trauma dan pola asuh yang salah, juga dapat dicegah.
Mekanisme pencegahan bullying berikutnya adalah melalui penerapan sistem sanksi yang tegas tanpa pandang bulu. Beratnya hukuman akan memutus mata rantai kejahatan secara alami. Karenanya, tak ada cara lain untuk menghilangkan bullying dan menyelamatkan generasi selain dengan menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan dengan tegaknya kembali Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah.