Anak Kandung Dicabuli, Kapitalisme Merusak Fitrah Ibu
Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)
Â
Muslimahtimes.com–Belakangan ini jagad maya dihebohkan dengan video pencabulan seorang ibu kandung terhadap anaknya sendiri yang masih balita di Larangan, Tangerang Selatan. Ibu muda berusia 22 tahun tersebut mengaku membuat video asusila bersama anaknya tersebut adalah demi mendapatkan uang sebesar 15 juta rupiah sebagaimana yang dijanjikan akun FB Icha Shakila. (Kompas.com/03-06-2024)
Tak lama berselang, muncul kembali video asusila ibu terhadap anaknya kandungnya yang berusia 10 tahun di Bekasi. Sang ibu merekamnya dan mengupload ke media sosial. Video tak senonoh itu direkam pada Desember 2023 dan menjadi viral di media sosial akhir-akhir ini. (liputan6.com/06-06-2024)
Sungguh memprihatinkan! Bagaimana mungkin seorang ibu yang telah mengandung dan melahirkan malah tega mencabuli juga anaknya itu. Ini sungguh petaka yang sangat nyata, buah dari penerapan sistem kapitalisme.
Demi Materi, Naluri Mati
Sistem kapitalisme telah menghadirkan kesulitan ekonomi di tengah masyarakat yang pada akhirnya juga menciptakan sosok-sosok individu pemuja cuan instan. Ya, saking sulitnya hidup di era kapitalisme hari ini, banyak orang yang rela melakukan apa saja demi mendapat uang. Tak lagi peduli atas cara pendapatannya, halal-haram ditabrak saja, yang penting dapat cuan.
Jika sebelumnya, kasus pelecehan seksual anak dilakukan oleh orang asing, kini justru oleh orang terdekat seperti paman, tetangga, kakak, bahkan lebih miris lagi oleh orang yang mengandungnya yakni ibu. Impitan ekonomi akibat sistem kapitalisme memang telah menggerus habis naluri keibuan. Hanya demi lembaran rupiah, ibu rela merusak anaknya sendiri.
Padahal secara fitrahnya, seorang ibu selayaknya memiliki naluri berkasih sayang dengan anaknya yang implementasinya adalah merawat, mendidik dan menjaga agar anaknya terjauhkan dari segala hal yang membahayakan bahkan merusak masa depannya. Tapi di sistem kehidupan yang rusak hari ini, naluri itu tercerabut. Selain karena faktor impitan ekonomi, juga karena minimnya pemahaman agama.
Kapitalisme Rusak dan Merusak
Sistem kapitalisme memang telah menciptakan penderitaan rakyat akibat negara tidak menjalankan perekonomian dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Seperti contohnya dalam pengelolaan SDA, negara tidak mengelolanya sesuai konsep kepemilikan yang telah ditetapkan syariat.
Dalam Islam, sumber daya alam yang depositnya tidak terbatas, misalnya tambang emas, batu bara, nikel, migas, dan lain-lain merupakan harta yang statusnya adalah milik umum. Artinya, haram harta tersebut diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta, karena milik umum. Negara wajib mengelola harta tersebut untuk hasilnya dikembalikan kepada umat demi memenuhi kemaslahatan hidup mereka.
Rasulullah saw bersabda:
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Inilah dalil haramnya menswastanisasi harta kepemilikan umum. Wajarlah jika dalam kehidupan saat ini hal itu dilanggar, maka kesempitan hidup pun terjadi. Terjadi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin karena harta kekayaan tidak terdistribusi secara merata. Rakyat jelata tidak mampu memenuhi kebutuhannya, karena negara berlepas tangan dalam mengurusi urusan rakyat kecuali ala kadarnya saja. Negara lebih mementingkan swasta para pemilik modal ketimbang rakyatnya sendiri. Bagaimana tidak, harta kepemilikan umum yang diswastanisasi pada akhirnya hanya memberi keuntungan pada pra kapitalis saja. Rakyat pun morat-marit bertahan hidup sendiri.
Akibatnya banyak yang terjerumus pada perbuatan criminal bahkan amoral seperti kasus ibu mencabuli anaknya hanya demi mendapatkan keuntungan materi di tengah sulitnya kehidupan hari ini. Ditambah lagi minimnya pemahaman agama pada individu, menjadikan kemaksiatan kian kaffah. Sistem pendidikan yang sekuler yakni tidak menjadikan akidah Islam sebagai basis pengajaran, telah menjadikan individu muslim jauh dari kepribadian Islam. Mereka tidak memiliki standar yang benar dalam melakukan perbuatan. Satu-satunya standar yang digunakan adalah keuntungan materi atau kepuasan pribadi, bukan rida dan murka Allah.
Kembalikan Fitrah Ibu dengan Islam
Ibu adalah madrasatul ula alias sekolah pertama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, sosok ibu haruslah mampu menampilkan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya. Perbuatan dan perkataan haruslah memancarkan kebaikan yang dapat membentuk karakter anak yang berkualitas . Untuk itulah, para ibu harus terdidik dengan Islam, karena dengan itulah kepribadian Islam akan terwujud.
Ibu harus memiliki ketakwaan yang sempurna kepada Rabbnya karena menjadi benteng diri dari perbuatan maksiat. Dengan ketakwaan itu pulalah ibu akan memahami peran hakikinya sebagai pencetak generasi cemerlang, bukan hanya mengandung, melahirkan dan membesarkan. Seorang ibu juga harus paham dengan ajaran Islam karena akan menjadi bekalnya dalam mendidik anak-anaknya.
Sungguh, fitrah ibu yang sejati akan terwujud manakala Islam diterapkan dalam kehidupan, baik skala individu, masyarakat, bahkan dalam bernegara. Karena semuanya saling terintegrasi tak bisa dipisah-pisahkan. Dengan ibu yang memahami fitrah dan perannya itulah akan terwujud generasi emas yang berkualitas. Bukankah pada generasi hari inilah nasib masa depan peradaban ditambatkan? Maka, sudah saatnya kita menyadari bahwa hanya dengan sistem Islamlah kehidupan yang sejahtera, penuh kebaikan dan rahmat akan terwujud nyata. Allahu Akbar!!!