Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
(Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik)
muslimahtimes.com – Aktual – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan tetap berjalan sesuai mandat Undang-Undang (UU). Hal ini disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024. (Tempo.co, November 2024)
Di sisi lain, pengamat mewanti-wanti sederet dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun depan. Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action, Institution Ronny P Sasmita, mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berdampak kepada konsumsi rumah tangga. Kenaikan PPN tentu akan membuat harga-harga jual barang dan jasa ikut naik. (CNNIndonesia, November 2024)
Kenaikan pajak sama dengan kenaikan beban hidup. Bagaimana tidak, pada tataran fakta, kenaikan pajak akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang berarti akan berdampak pada penurunan daya beli. Dan jika terus dibiarkan akan berdampak pada stagnasi ekonomi hingga resesi.
Namun demikianlah yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai pilar utama pendapatan negara. Alhasil, rakyat dijadikan sebagai sapi perah bagi keberlangsungan hidup negara dan kesejahteraan para pejabat, bukan untuk rakyat. Sebab nyatanya kenaikan pajak tidak berbanding lurus dengan penurunan jumlah kemiskinan dan penurunan beban hidup masyarakat. Namun, kenaikan pajak semakin menambah beban hidup masyarakat sehingga jumlah penduduk miskin bertambah banyak. Alhasil, kenaikan pajak sangat tidak manusiawi, sebab mayoritas rakyat pada kenyataannya tetap hidup dalam kemiskinan dengan jumlah yang semakin hari semakin bertambah. Seiring dengan bertambahnya beban hidup akibat kenaikan pajak.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam yang menjadikan syariat Islam sebagai landasan dalam membuat perundang-undangan termasuk di dalamnya terkait dengan sumber-sumber pendapatan negara. Di mana pajak adalah alternatif terakhir jika kas negara betul-betul kosong. Dan pajak diambil dari kalangan orang-orang kaya saja dengan besaran nilai pungutan hanya sebesar dua setengah persen dari harta simpanan yang dimiliki oleh orang kaya. Pajak tidak dipungut dari kalangan miskin. Sebaliknya kalangan miskin akan mendapatkan santunan dari negara yang diambil dari pos harta zakat, hingga terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan sempurna.
Pajak dalam Islam tidak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan negara.
Pajak dipungut dari orang-orang kaya dalam kondisi jika negara harus menunaikan kewajiban tugas kenegaraannya sedangkan kas Baitulmal dalam kondisi kosong. Pendapatan negara dalam sistem Islam sangat beragam, berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam, zakat, fai, khumus, ghanimah, kharaj. Yang seluruhnya digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya dan untuk belanja negara berupa penunaian gaji para pegawai negara atau untuk membangun gedung-gedung pemerintahan, dan membangun seluruh infrastruktur yang diperlukan negara dalam mengurusi urusan rakyatnya.
Sehingga masyarakat atau rakyat dalam sistem Islam betul-betul merasakan pengurusan negara atas seluruh kebutuhan hidupnya, berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, sehingga mengantarkan pada terwujudnya keberkahan hidup dalam masyarakat, hilangnya kemiskinan dan lenyapnya gap sosial ekonomi dalam masyarakat. Masyarakat tetap mampu belanja sehingga pasar tetap hidup dan ekonomi tetap stabil. Ekonomi umat terus berputar.
Demikianlah keberkahan hidup saat diatur oleh sistem Islam.
Rakyat tidak akan dijadikan sebagai sapi perah untuk memenuhi gaya hidup para pejabat. Namun, rakyat betul-betul diurusi kehidupannya oleh negara. Dipenuhi kebutuhan hidupnya mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan sumber dana yang berasal dari harta kepemilikan umum berupa hasil pengelolaan seluruh jenis sumber daya alam yang dikelola oleh negara, dan harta zakat. Sedangkan untuk urusan belanja negara, berupa gaji pegawai atau membangun gedung-gedung pemerintahan dan bandara, adalah menggunakan harta milik negara yang berasal dari pos fai, khumus, kharaj, ghanimah, dan yang sejenisnya yang telah ditetapkan oleh syariat.
Demikianlah betapa Allah Swt dan Rasul-Nya telah mengatur sedemikian sehingga ketika aturan yang Allah Swt buat dijalankan dengan benar akan menghasilkan pada kelapangan dan keberkahan hidup. Karenanya sudah saatnya kita kembali pada Islam pada aturan Islam pada ideologi Islam yang telah jelas dan nyata terbukti sepanjang sejarah peradaban hidup manusia akan senantiasa mengantarkan pada kebaikan dan keberkahan hidup. Allah Swt berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya : “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [al-Mâ`idah/5:50] Wallahualam.