Oleh. Anisa Yulaifah
muslimahtimes.com – Aktual – Sebuah kasus terjadi di Konawe Selatan, Wibowo Hasyim, seorang orang tua murid yang berstatus polisi dengan pangkat ajun inspektur dua, melaporkan Supriyani ke Polsek Baito. Aipda Wibowo menuduh Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, memukul paha anaknya dengan sapu ijuk pada 24 April lalu. Akibatnya, tuduh Wibowo, anaknya mengalami luka. Sementara Supriyani dan para guru di sekolah itu telah berulang kali membantah tuduhan Wibowo, baik kepada Majelis Hakim maupun kepada pers.
Terlepas dari persidangan kasus Supriyani yang masih berlangsung, persoalan terkait kenakalan atau ketidaktertiban serta upaya guru mendisiplinkan murid seharusnya tidak masuk ke urusan pidana. Pendapat ini dikatakan Asep Iwan Iriawan, mantan hakim yang kini menjadi dosen di Universitas Trisakti. Menurutnya, guru berhak merespons sikap dan perbuatan peserta didik dalam batas wajar.
Asep berkata, kalaupun orang tua murid tidak sepakat dengan cara mendidik yang diterapkan guru, persoalan itu semestinya diselesaikan di sekolah, bukan di kantor polisi atau pengadilan. (BBC News Indonesia, 1 November 2024, Kasus guru Supriyani di Konawe Selatan, ‘guru semakin rentan dipidanakan’).
Guru yang menerapkan disiplin dalam batas yang bisa dikatakan wajar sesuai norma dan aturan yang berlaku bagi muridnya, malah sering dituduh melakukan tindakan kriminal. Ada 3 kasus kriminalisasi terhadap guru yang terjadi di Indonesia di antaranya ada yang sampai buta.
Guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, Sambudi diperkarakan oleh orang tua murid pada 2016. Sambudi kala itu mencubit murid berinisial SS karena tak melaksanakan kegiatan salat berjemaah di sekolah. Karena dicubit, SS disebut-sebut mengalami luka memar bekas cubitan. Melihat itu, orang tua SS yang merupakan anggota TNI tidak terima, dan melaporkan Sambudi ke Polsek Balongbendo, Sidoarjo. Singkatnya, dalam persidangan pad Kamis, 14 Juli 2016, Jaksa Penuntut Umum menuntut Sambudi dengan pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Jaksa menyatakan Sambudi bersalah dan melanggar pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perlindungan anak. Jaksa juga menambahkan bahwa tindakan mencubit itu tidak dibenarkan.
Guru SMAN 7 Rejang Lebong, Zaharman mengalami kebutaan setelah diketapel orang tua murid pada Selasa, 1 Agustus 2023 lalu. Kejadian ini bermula saat guru olahraga tersebut memergoki siswanya merokok di kantin sekolah. Zaharman kemudian menegur dan memberikan hukuman. Usai menerima hukuman, seorang siswa berinisial PDM kemudian pulang dan mengadu kepada orang tuanya. Orang tua murid itu kemudian terpancing emosi dan pergi ke sekolah. Perdebatan antara Zaharman dan orang tua murid ini tak bisa terhindari, hingga terlepas ketapel yang tepat mengarah ke bola mata kanan guru tersebut.
Guru SD Plus Darul Ulum, Jombang, Khusnul Khotimah dilaporkan orangtua murid ke polisi lantaran dituding lalai mengawasi siswa saat jam kosong. Sang guru dilaporkan pada Februari 2024 lalu. Khusnul Khotimah kemudian ditetapkan sebagai tersangka lantaran siswanya ada yang terluka. Siswa tersebut terluka di bagian mata kanan akibat lemparan kayu saat bermain di ruang kelas. Akibat lemparan tersbeut, mata sebelah kanan siswa itu mengalami pendarahan. Saat kejadian Khusnul tak berada di kelas sehingga dianggap sebagai kelalaian guru. Khusnul Khotimah dijerat Pasal 360 ayat 1 KUHP atau Pasal 360 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP. Walaupun berstatus tersangka, Khusnul Khotimah tidak ditahan oleh polisi. Penyidik mempertimbangkan kondisi tersangka yang memiliki anak kecil yang masih membutuhkan pengasuhan. (Viva.co.id, 1 November 2024)
Guru dalam sistem hari ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU perlindungan anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi. Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru dan masyarakat serta negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Akibatnya muncul gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan peran guru khusunya dalam menasihati siswa.
Islam memuliakan guru, dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan baik. Dalam sejarah Islam, posisi guru bukan sekadar pekerja sertifikasi dan Pegawai Negeri Sipil biasa yang menjalani rutinitas transfer ilmu buku cetak, ngasi PR, dan pergi ke pusat perbelanjaan atau café di sebagian waktu kerja. Mereka adalah tauladan pribadi yang murid-muridnya ingin berkepribadian seperti mereka. Ingin rasanya mereka senantiasa duduk dan mengisi wadah kosong di hati dan pikirannya dengan tetesan adab dan Ilmu yang menetes dari dedikasi, keikhlasan, tauladan pribadi yang konsekuen antara Iman, Ilmu dan amal yang melekat pada sang guru.
Sebagai contoh agung, ketika Shalahuddin Al Ayyubi membebaskan Palestina dari kuasa pasukan Salib, ia dengan berani dan tidak takut adanya ketersinggungan dari segenap pasukannya, yang telah berdarah-darah, kelelahan, kehausan, dan kedinginan di medan perang bersamanya. Lantas ia berteriak, “Jangan kalian menyangka bahwa kami menguasai negara ini dengan pedang-pedang kalian. Namun kami menguasainya dengan Pena Qadhi Al Fadhil “Siapa Qadhi Al Fadhil ? Ia adalah Al Allaamah (Guru dan rujukan yang menguasai banyak cabang ilmu). Al-Imad berkata : “Ia menghabiskan hidupnya dengan bahagia, tidak tersisa amal saleh, melainkan telah dipersembahkannya, tidak ada suatu perjanjian di surga, melainkan telah disempurnakannya, dan tidak ada janji ketaatan, melaikan telah dipenuhinya”. (Siyar A’lam An-Nubala’, Juz 21, hal.340)
Ia dimuliakan oleh negara dengan gaji setahun 50.000 dinar (Rp193.022.675.000), namun ia dikenal “mengurangi makan dan memakai pakaian sederhana Ia banyak mengantar jenazah dan mengunjungi orang sakit. Lemah perawakannya, halus rupanya, para ilmuwan ramai mengunjunginya, saya tau betul terdapat 22 jilid tulisannya ditangan ibnu Sina’ Al Malik dan 20 jilid lagi ditangan Ibnu Al Qaththan” (Siyar A’lam An-Nubala’, Juz 21, Hlm. 343)
Isi Perpustakaan Qadhi Al Fadhil mencapai 100.000 koleksi buku. Nah, bagaimana masyarakat di zaman ini bisa digambarkan mengalami kemunduran dengan kenyataan seperti ini ? Tokoh ini bukan hanya seorang administrator atau politisi saja, tetapi dia seorang professor (Guru besar) di antara guru-guru besar yang ada di masanya. Ia memanfaatkan waktu senggang untuk mengajar dan membuat generasi setelahnya jadi pintar. (Syaikh Muhammad Ali Ash-Shalabi, Shalahuddin Al-Ayyubi, Hal. 404)
Bisa kita renungkan betapa mulianya kedudukan para Guru di masa kejayaan Islam, bahkan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi yang bertempur bersama pasukannya selama berbulan-bulan dengan menelan banyak korban nyawa, harta, serta jauh dari keluarga bisa rida, tidak tersinggung, serta tidak merasa lebih banyak pengorbanannya dibanding Jihad ilmiah para Ulama dengan pena-pena mereka. Di sini negara memahamkan semua pihak akan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas, dan meniscayakan adanya sinergi semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya.