Oleh. Asha Tridayana
muslimahtimes.com – Aktual – Terbatasnya lapangan pekerjaan di negara ini menjadikan masyarakat beralih pandangan untuk bekerja di luar negeri. Namun, tidak semuanya memiliki keahlian dan persyaratannya pun cukup rumit sehingga tidak sedikit yang melanggar hukum. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, terdapat pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI ilegal yang digagalkan keberangkatannya oleh pihak berwenang.
Menurut Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung telah menangkap tiga tersangka yang sebelumnya akan mengirim TKI ke Erbil/Arbil, Kurdistan, Irak dengan iming-iming gaji sebesar USD 300 sebagai asisten rumah tangga. Pengungkapan ini turut dibantu oleh BP2MI dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Berdasarkan pasal 69, tersangka terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 15 miliar rupiah. (detik.com 12/11/24)
Sementara itu, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, menyebutkan lebih dari lima juta warga negara Indonesia menjadi pekerja migran ilegal di luar negeri diantaranya Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, dan Hong Kong. Hal ini disampaikan dalam forum diskusi publik bertajuk “Peluang dan Tantangan Bekerja ke Luar Negeri” di Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (16/11).
Padahal PMI ilegal rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki keterampilan. Negara tidak dapat menjamin nasibnya karena tidak terdaftar dalam SISKOP2MI yakni Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian PPMI berupaya memperkuat kemampuan PMI, terutama terkait kompetensi yang dibutuhkan di negara tujuan dan kemampuan bahasa asing. (cnnindonesia.com, 16/11/24)
Selain menjadikan marak PMI, tingginya angka pengangguran akibat sedikitnya lowongan kerja juga meresahkan bagi berbagai kelompok usia terlebih Gen Z. Banyak lulusan perguruan tinggi ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA) yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Kondisi ini direspon oleh Bank Central Asia (BCA) melalui Direkturnya Antonius Widodo Mulyono, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sekitar 22 persen dari 44 juta Gen Z di Indonesia adalah pengangguran dan ini sangat mengkhawatirkan. Kemudian BCA berupaya dengan memberi beasiswa kepada 700 mahasiswa di seluruh Indonesia melalui program Beasiswa Bakti BCA 2024. Selain bantuan pendidikan, juga terdapat pelatihan selama satu tahun untuk membekali mahasiswa dengan berbagai keahlian dan wawasan yang dibutuhkan agar dapat berkontrubusi dalam pembangunan. (kompas.com, 16/11/24)
Sungguh disayangkan, niat hati ingin memperbaiki nasib dengan bekerja ke luar negeri ternyata disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Hingga marak TKI ilegal atau PMI yang melanggar hukum. Terjadinya hal tersebut masih erat kaitannya dengan tingginya angka pengangguran, minimnya penghasilan sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Belum lagi, kemampuan yang terbatas dan sulitnya prosedur birokrasi. Pada akhirnya tidak sedikit yang nekat menjadi PMI sekalipun ilegal karena tertarik dengan gaji besar dan harapan dapat hidup lebih baik. Nasib menjadi rakyat yang hidup dalam naungan negara yang abai dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Keberadaan negara tidak lagi bertanggung jawab atas hajat hidup masyarakat. Negara hanya memprioritaskan pemilik modal demi mengamankan kekuasaan dan kekayaannya. Sementara rakyat memperjuangkan sendiri hidupnya di tengah himpitan ekonomi dan bermacam persoalan lainnya. Hal ini terjadi karena negara menerapkan sistem kapitalisme, yakni sistem yang berasaskan manfaat sehingga negara hanya condong pada mereka yang memberi keuntungan termasuk dalam membuat kebijakan. Lebih pro pada pengusaha sementara rakyat ditelantarkan.
Di samping itu, negara juga berlepas tangan dengan nasib dan keselamatan PMI di luar negeri. Padahal rawan terjadi tindak kejahatan yang dapat mengancam PMI seperti adanya eksploitasi dan TPPO. Semestinya negara memudahkan prosedur PMI agar tidak ada kasus ilegal. Atau membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya di dalam negeri agar tidak ada yang menjadi PMI. Namun, sampai saat ini negara tidak mampu merealisasikannya karena pada dasarnya kepentingan rakyat bukanlah prioritas yang mesti diupayakan.
Belum lagi, kegagalan negara dalam memberantas oknum atau individu lemah iman dan rakus yang tega melakukan kejahatan terhadap sesama manusia dengan memberangkatkan PMI secara ilegal. Demi keuntungan sanggup menjebak masyarakat yang sangat membutuhkan pekerjaan. Sementara dalam aturannya PMI ilegal diluar tanggungjawab negara. Sudah jatuh tertimpa tangga, nasib para PMI yang benar-benar ingin mengubah nasib justru dipermainkan. Semestinya negara yang berwenang dapat menghukum oknum tersebut sehingga tidak ada lagi PMI ilegal yang menjadi korban.
Oleh karena itu, sudah saatnya sistem kapitalisme yang menjadi sumber masalah diganti dengan sistem shohih. Tidak lain sistem Islam yang didalamnya terdapat aturan terkait ekonomi berdasarakan hukum syarak. Yakni sistem ekonomi Islam dengan mekanisme yang sangat jelas dan rinci dalam mengatur pembiayaan negara baik pemasukan maupun pengeluaran.
Adanya aturan kepemilikan sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Seperti kepemilikan umum yang berupa sumber daya alam semestinya dapat dikelola oleh negara secara maksimal. Sementara hasilnya diperuntukkan untuk kemaslahatan seluruh rakyat, termasuk membuka lapangan pekerjaan yang besar dan beragam.
Di samping itu, negara juga berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusianya menjadi tenaga ahli dengan keterampilan khusus melalui perguruan tinggi ataupun vokasi. Sehingga seiring negara menyediakan lapangan pekerjaan juga menyiapkan SDM dalam negeri yang berkualitas. Terlebih bagi laki-laki termasuk Gen Z, yang memang diwajibkan oleh hukum syarak sebagai penanggung jawab nafkah.
Dengan demikian, masyarakat tidak perlu jauh-jauh bekerja ke luar negeri apalagi mesti bertaruh nyawa sebagai TKI ilegal. Hal ini hanya akan terwujud ketika negara menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan dengan kepemimpinan yang amanah dan bertanggungjawab. Rasulullah saw bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Wallahu’alam bishowab.