Oleh. Tari Ummu Hamzah
Muslimahtimes.com–Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan standar hidup layak di Indonesia meningkat menjadi Rp12,34 juta atau sekitar Rp1,02 juta per bulan pada 2024. Dalam data BPS, standar hidup layak yang digambarkan dengan pengeluaran riil per kapita Indonesia terus mengalami peningkatan sejak 2020. Pada 2020, rata-rata pengeluaran per kapita tercatat sebesar Rp11,01 juta per tahun atau Rp917,5 ribu per bulan. (18/11/2024, cnbcindonesia.com)
Standar kelayakan hidup ini ditetapkan sebagai acuan pemerintah dalam mengukur indeks pembangunan manusia. Jika rata-rata pendapatan perkapita itu naik, maka ini mencerminkan kenaikan kebutuhan akan barang dan jasa. Sejatinya jika perhitungan kelayakan hidup dihitung dengan rata-rata per kapita, maka kita tidak akan bisa melihat secara terperinci kemiskinan dan kelayakan hidup di Indonesia itu sebenarnya benar-benar sudah layak apa tidak.
Karena sebenarnya tidak semua masyarakat bisa mendapatkan pendapatan yang sama. Jika ada masyarakat yang pendapatannya dibawah satu juta, tapi tempat tinggalnya dekat dengan masyarakat kelas menengah ke atas, maka masyarakat dengan penghasilan rendah akan tertutupi dengan masyarakat kelas menengah. Jadi perhitungan per kapita itu malah akan menyamarkan kondisi masyarakat kecil.
Lalu bagaimana angka kemiskinan yang telah dicatat oleh pemerintah? Bisa jadi angka-angka didapatkan didaerah Plosok atau wilayah yang dengan kemiskinan ekstrem. Sedangkan masyarakat miskin yang ada ditengah pemukiman masyarakat kelas menengah, maka perhitungan perkapita soal kelayakan hidup itu malah menyamarkan keberadaan masyarakat miskin.
Kelayakan hidup yang dihitung dengan cara perkapita adalah contoh penyesatan pemerintah untuk mencoba menurunkan angka kemiskinan, agar perekonomian Indonesia nampak ada kenaikan. Padahal kenyataannya masih banyak polemik perekonomian yang terjadi. Seperti PHK, gizi buruk, kenaikan bahan pokok dll.
Lalu mengapa Indonesia dikatakan perekonomiannya tetap naik setiap tahunnya? Kita harus pahami bahwa di Indonesia ini ada fenomena konsumerisme musiman. Seperti saat bulan puasa, hari raya idhul fitri, hari raya Iduladha, Natal, dan Tahun Baru. Fenomena musiman ini membuat masyarakat mengeluarkan uang lebih banyak. Sehingga banyak sektor perdagangan bertumbuh. Sedangkan pemerintah memukul rata pertumbuhan kenaikan perekonomian sepanjang tahun. Bukankah dalam satu tahun ada bulan-bulan dimana masyarakat minim akan konsumerisme? Sekali lagi perhitungan perkapita ini amat menyesatkan.
Lalu apa yang melatarbelakangi pemerintah untuk tetap menggunakan hitungan perkapita sebagai patokan untuk menetapkan kelayakan hidup dan indeks pembangunan manusia?
Kita harus pahami bahwa negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Dimana perhitungan perekonomian sering menggunakan hitungan kolektif untuk menentukan ketetapan ekonomi. Namun hasil yang didapatkan tidak mampu mendapatkan data secara menyeluruh, detail, dan transparan. Sehingga negara tidak mampu menyentuh dan memelihara masyarakat miskin secara menyeluruh.
Bukankah adanya masyarakat miskin itu juga ada karena kemiskinan secara struktural? Ya, sistem ini jugalah penyebab utama masyarakat itu jauh dari kata sejahtera. Karena masih banyak PHK dimana-mana, bahan pangan mahal, kebutuhan seperti listrik, air, internet pun juga mahal. Belum lagi isu kenaikan pajak. Ini semua adalah ulah sistem kapitalisme, tapi mereka jugalah yang cuci tangan akan nasib masyarakat miskin.
Inilah wajah sistem kapitalisme yang sejatinya abai terhadap urusan rakyat. Sistem ini memandang rakyat dalam pandangan ekonomi. Tidak memandang rakyat sebagai amanah. Bahkan memandang masyarakat miskin hanyalah kaum marginal. Mereka dibutuhkan kala pemilu, tapi diabaikan saat jabatan sudah dipangku.
Islam sebagai Solusi
Jika kapitalisme sudah tidak mampu lagi diharapkan, maka sudah selayaknya sistem ini ditinggal dan beralih pada sistem yang benar-benar terbukti menyejahterakan manusia. Yaitu sistem Islam. Islam bukan hanya sebagai agama ritual saja, tapi juga sebagai mabda yang memancarkan seperangkat aturan kehidupan. Termasuk aturan dalam menjalankan roda perekonomian negara. Maka ada empat hal yang dilakukan oleh pemerintah Islam dalam mengentaskan kemiskinan.
Pertama, negara akan memenuhi kebutuhan primer rakyat dengan harga yang terjangkau. Hal ini juga diikuti dengan mewajibkan para laki-laki untuk bekerja menafkahi keluarganya. Jika tidak ada pihak laki-laki yang menafkahi maka kewajiban diserahkan kepada kerabat, jika kerabat tidak mampu maka negara yang menanggung.
Kedua, Islam akan membagi kepemilikan menjadi tiga. Kepemilikan individu, umum, dan negara. Individu dibolehkan mendapatkan harta dengan cara yang halal. Kemudian melarang sumberdaya alam dipelihara oleh swasta. Hanya negara saja yang berhak mengelola kekayaan alam.
Ketiga, Islam akan mendistribusikan harta dengan merata. Seperti membagikan tanah kepada rakyat untuk dikelola, memberikan modal berwirausaha, membuka lapangan kerja seluasnya bagi laki-laki. Sehingga semua lapisan masyarakat bisa merasakan kekayaan negara. Sebab negara tidak akan menghalangi individu untuk mendapatkan harta dan merasakan kekayaan alam dari negara.
Keempat, memperkuat ekonomi di sektor riil agar perputaran ekonomi itu nyata adanya.
Untuk itu, sebagai seorang muslim, wajib bagi kita untuk mencampakkan hukum kufur dan senantiasa terikat pada hukum syarak secara menyeluruh. Penerapan hukum Islam secara menyeluruh hanya ada pada negara yang berbasis Al Qur’an dan Sunnah.