Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimahtimes.com–Mengaku belum melihat langsung tayangan video viral Gus Miftah dengan seorang penjual teh di dalam sebuah kajian, namun Presiden Prabowo Subianto menghormati keputusan Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Bahkan presiden menyebutnya sebagai seseorang yang memiliki sikap kesatria. Jarang di Indonesia ketika sudah merasa bersalah kemudian bertanggung jawab dengan cara mengundurkan diri (tv.republika.co.id, 6-12-2024). Tanggapan yang cenderung ambil situasi aman saja, sebab, apa yang ditampakkan di vedoe sangatlah keterlaluan. Tak pantas keluar dari lisan seorang pendakwah. Namun inilah Indonesia, setiap peristiwa diambil FOMO ( Fear of Missing Out) nya saja.
Sehingga ada beberapa kajian yang Gus dan kyainya berebut borong jualan para pedagang asongan, seolah menunjukkan bahwa mereka bukan golongan pendakwah yang kurang adab, merangkul wong cilik dan lainnya. Di sisi lain, setelah tahun 2019 diinisiasi MUI, muncul kembali usulan sertifikasi dai. Kali ini diajukan oleh Maman Imanulhaq, anggota Komisi VIII DPR RI.
Menurut Maman ini sebagai respons atas video viral yang menampilkan ucapan dai Miftah Maulana. Maman berpendapat bahwa sertifikasi juru dakwah dapat memastikan para pendakwah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyampaikan nilai-nilai agama kepada masyarakat.
Dan seperti biasa, pro dan kontra mencuat hingga jauh dari akar persoalan kaum muslim yang sebenarnya. Dr. Iswahyudi, M.Ag., Wakil Dekan 3 Fakultas Usuluddin Adab dan Dakwah IAIN Ponorogo berpendapat, wacana sertifikasi harus dipilah-pilah pada problem apa, di keilmuan mubalighnyakah, pada metode penyampaiannya atau pada wawasan kebangsaannya. Masalahnya juga, siapa yang bisa melakukan ketiganya?
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ngawi, KH. Moh. Wahib juga turut berpendapat, menurutnya sertifikasi dai belum diperlukan pada tahap ini. Ada yang lebih penting lagi, yaitu melakukan standarisasi kompetensi penceramah (mubaligh) untuk memastikan kualitas dakwah yang sesuai dengan ajaran Islam.
Secara sosiologis, menurut KH. Moh.Wahib dai di Indonesia jutaan dan sangat heterogen termasuk masyarakat yang mereka hadapi. Bisa jadi sertifikasi justru menghambat misi dakwah itu sendiri karena cocok di satu tempat tidak cocok di tempat lain. Maka butuh standarisasi kompetesini dai daiah yang baku (RRI.co.id, 17-12-2024).
Wahib menekankan bahwa keberagaman dai di Indonesia, baik dari segi latar belakang pendidikan maupun daerah, menjadi tantangan tersendiri dalam penerapan sertifikasi. Ia menilai bahwa jika sertifikasi diterapkan secara ketat, ada kekhawatiran bahwa sebagian dai akan kesulitan memenuhi persyaratan tersebut, sehingga berpotensi menghambat penyebaran dakwah.
Proyek Lagi Proyek Lagi
Video Gus Miftah memang fatal, meski sebetulnya sebelumnya sudah banyak dai atau daiah yang adabnya kurang ketika menyampaikan Islam, namun tidak mendapat perhatian yang selayaknya dari pemerintah. karena Gus Miftah menjadi orang penting, sebagai utusan khusus presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan maka kasus ini bergolak menyentuh berbagai lini, setidaknya menunjukkan bahwa masyarakat pun tahu mana yang penyampaiannya santun dan tidak.
Inilah bukti kapitalisasi pendakwah sebagai konsekwensi penerapan sistem sekuler di negeri ini. Cara pandang kapitalisme terhadap peran dai, hanya sebagai sosok pekerja yang jenis pekerjaannya berhubungan dengan agama. Padahal sebagaimana dijelaskan di kitab Nizam Islam karya Syekh Taqiyuddin An Nabhani, tidak ada profesi pendakwah, sebab setiap muslim diberi kewajiban sama yaitu amar makruf nahi mungkar.
Ini juga membuktikan negara ini masih sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Sertifikasi juga bisa diartikan upaya pemerintah memilah mana dai yang sesuai kriteria mereka, tentu yang tunduk dengan aturan sekuler dan mana yang lurus untuk kemudian dijadikan sasaran setiap kali ada persoalan bangsa dan negara. Padahal satu saja akarnya, sekularisme.
Islam Rahmatan Lil Aalamin
Umat Islam hari ini sudah terlalu jauh dari pemahaman terhadap agamanya sendiri. Semua ini diperparah dengan dijauhkannya Islam sebagai sebuah sistem aturan hidup oleh musuh-musuh Islam.
Sebagai agama yang sempurna, jelas Islam mengatur secara detil bagaimana seharusnya dakwah kepada Islam, selain yang terutama diemban oleh negara sebagai bentuk politik luar negerinya, yaitu jihad dan dakwah. Masyarakat juga disuasanakan dengan ruh keimanan dengan aktifitas amar makruf nahi mungkar.
Sertifikasi dai atau daiah tak lebih dari proyek barat dengan menggunakan tangan kaum muslim. Tujuannya tak lain untuk menciptakan bias antara kaum muslim sendiri atas agamanya dan bahkan menciptakan monsterisasi Islam, yang harus kita tolak sebelum terlambat.
Terlebih Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, hendaklah ia mengubah dengan tangannya (kekuasaannya). Apabila tidak mampu, maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaklah mengubah dengan hatinya. Itu adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim). Maka tak ada alasan apapun untuk memilah dakwah berdasar sertifikasi. Wallahualam bissawab.