Oleh. Asha Tridayana
Muslimahtimes.com–Tahun baru telah datang, pemerintah pun telah menyiapkan kado bagi masyarakat yang tidak lain kenaikan PPN hingga 12%. Kenaikan yang signifikan menjadikan masyarakat kalang kabut dalam memenuhi kebutuhan hidup. Namun, pemerintah berupaya meredamnya dengan skema penerimaan bantuan sosial (bansos) yang saat ini datanya tengah dimatangkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini disampaikan oleh Menteri Sosial Saefullah Yusuf, adanya data agar penyaluran bantuan tepat sasaran kepada masyarakat kelas menengah yang terdampak kenaikan PPN 12%. Sebelumnya Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko Pemmas), Muhaimin Iskandar, mengatakan masyarakat rentan terjun ke jurang kemiskinan sehingga perlu adanya bantuan dari pemerintah. (https://katadata.co.id 01/12/24)
Tidak hanya bansos, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga menyampaikan terkait diskon listrik sebesar 50 persen selama 2 bulan untuk kelompok menengah ke bawah dengan daya 450 volt ampere (VA) hingga 2.200 VA. Direktur Utama PLN Darmawan pun mengapresiasi kebijakan tersebut karena dapat mengurangi beban masyarakat. Total jumlah pelanggan rumah tangga saat ini sebanyak 84 juta, sehingga yang bebas dari PPN tarif listrik sebesar 99,5 persen. Termasuk pelanggan prabayar juga langsung menyesuaikan dalam pembeliannya mendapat diskon 50 persen. (viva.co.id 16/12/24)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengumumkan terkait Paket Kebijakan Ekonomi untuk kesejahteraan. Diantaranya pemerintah membebaskan PPN atas listrik dan air dengan nilai Rp14,1 triliun dengan rincian untuk listrik mencapai Rp12,1 triliun dan air mencapai Rp2 triliun (cnbcindonesia.com, 16/12/24)
Pemerintah juga berupaya memperhatikan nasib pekerja atau buruh, khususnya di sektor padat karya dan yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah menyiapkan bermacam program dalam rangka menanggulangi dampak kenaikan pajak bagi masyarakat. Dijelaskan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli bahwa pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan di sektor padat karya akan mendapatkan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Kemudian iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan mendapat potongan 50 persen selama enam bulan.
Sementara bagi pekerja yang terkena PHK, pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Meliputi manfaat tunai sebesar 60 persen flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja. Langkah-langkah tersebut dalam rangka memastikan kesejahteraan masyarakat masih terjaga. Sekaligus menunjukkan kebijakan pemerintah tersebut tidak hanya fokus pada penerimaan pajak tetapi tetap berpihak pada pekerja dan buruh (merdeka.com, 21/12/24)
Kenaikan PPN menjadi 12% bukanlah kali pertama kebijakan pemerintah yang memperburuk kondisi perekonomian masyarakat. Sehingga untuk mengendalikan situasi, pemerintah cepat-cepat memberikan kompensasi berupa bansos dan diskon biaya listrik untuk rakyat terdampak. Padahal adanya bantuan tersebut tidak dapat meringankan beban rakyat yang telah bertumpuk-tumpuk. Pemerintah seolah memahami kesulitan rakyat dan berusaha membuat kebijakan untuk menyelesaikannya. Namun faktanya, hanya kebijakan populis otoriter atau kebijakan dari pemerintah yang mengeklaim pro rakyat padahal untuk melanggengkan kekuasaan otoriternya. Sehingga tidak dimungkiri jika solusi yang diberikan tidak dapat menyelesaikan masalah, hanya tambal sulam ala kapitalisme.
Kapitalisme merupakan sistem berasaskan manfaat. Segala sesuatu dinilai berdasarkan materi hingga sanggup menghalalkan berbagai cara demi tercapainya tujuan. Sekalipun harus memalak rakyat yang tengah kesulitan. Tidak lain menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara untuk membiayai proyek pembangunan, selain melalui utang dan investasi. Seperti kenaikan PPN saat ini menjadi konsekuensi atas sistem kapitalisme yang diterapkan negara.
Mirisnya, anggaran negara yang bersumber dari uang rakyat tersebut tidak benar-benar untuk pembangunan. Tidak sedikit yang dikorupsi atau disalahgunakan. Belum lagi, hasil pembangunan tidak sepenuhnya dinikmati oleh semua rakyat. Hanya segelintir orang yang dapat merasakan manfaatnya dan kebanyakan dari kalangan elit penguasa dan pengusaha. Karena sistem kapitalisme memang berpihak pada mereka. Melalui regulasi yang dibuat, semakin memudahkan mereka untuk senantiasa menduduki kekuasaan dan memupuk kekayaan. Sementara rakyat cukup menjadi korban dan dimanfaatkan.
Dari sini dapat dipahami, kesulitan hidup yang dialami rakyat saat ini tidak akan pernah berakhir selama negara menerapkan sistem kapitalisme yang menjadi sumber masalah. Oleh karena itu, sudah semestinya masyarakat berupaya menggantikan sistem rusak tersebut dengan sistem shohih yang mampu mensejahterakan. Sistem yang tidak hanya meredam tapi benar-benar meringankan beban. Bukan sekadar tambal sulam tapi tuntas terselesaikan.
Tidak lain, sistem Islam yang bersumber pada wahyu Allah swt Maha Pencipta alam semesta beserta seluruh isinya termasuk manusia. Sehingga hukum dan aturan Allah swt sangat memahami kebutuhan manusia dan memberikan yang terbaik untuk kelangsungan hidupnya. Tidak mencari keuntungan apalagi memandang manusia sebagai komoditas yang dapat dimanfaatkan layaknya sistem kapitalisme.
Dalam Islam, pajak bukanlah sumber pendapatan negara. Karena Islam memiliki skema pemasukan negara melalui Baitul mal. Salah satunya bersumber pada harta kepemilikan umum yakni sumber daya alam (SDA) yang pengelolaannya diatur negara sementara peruntukkannya untuk kepentingan seluruh rakyat. Pajak hanya diberlakukan saat kondisi kas negara kosong, itupun bersifat sementara dan hanya dibebankan pada rakyat yang mampu atau benar-benar kaya. Disamping itu, pembangunan dalam Islam pun akan direalisasikan sesuai kebutuhan rakyat sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh rakyat.
Hal ini dapat diwujudkan karena Islam mewajibkan penguasa berbuat baik dan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Penguasa merupakan raa’in atau pengurus umat yang senantiasa memastikan rakyatnya dalam kondisi tercukupi, aman, nyaman dan terbebas dari beban kehidupan. Kemudian kebijakan yang dibuat pun sesuai hukum syara’ sehingga berpihak dan membawa kebaikan pada kehidupan rakyat. Kunci lahirnya kondisi semacam ini tidak lain dari profil penguasa yang hanya dimiliki Islam.
Sudah saatnya masyarakat kembali menerapkan Islam secara kaffah pada seluruh aspek kehidupan karena sebelumnya Islam telah membawa pada kegemilangan selama lebih dari 13 abad. Negara dengan kepemimpinan Islam memastikan jaminan kelangsungan hidup rakyat individu per individu terpenuhi. Allah swt berfirman : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al A’raf : 96)
Wallahu’alam bishowab